II. RINGKASAN
ISI BHAGAVAD-GĪTA (Prb.Pād)
SAMKYA YOGA (G.Pudja; Maswinara)
DIMULAINYA
AJARAN BHAGAVAD-GĪTA (TL.Waswani)
SANG
DIRI SEJATI
2.1
sañjaya uvāca
tam tathā kŗpayāvistam
aśru-pūrņākulekşaņam
visīdantam idam
vākyam uvāca madhusūdanah
tam—kepada Arjuna;
tathā—demikian; kŗpaya—oleh kasih sayang; āvistam—tergugah; aśru-pūrņākula—penuh air mata; īkşaņam—mata;
visīdantam—menyesal; idam—ini; vākyam—kata-kata; uvāca—bersabda; madhu-sūdanah—pembunuh Madhu.
Sañjaya berkata: Setelah melihat Arjuna tergugah rasa
kasih sayang dan murung, matanya penuh air mata, madhusūdana Kŗşņa, bersabda
sebagai berikut. (Prabu.Pād)
tam—kepada dia;
tathā—demikian, seperti itu; kŗpayāvistam—diliputi rasa belas kasihan; Kŗpa—kasihan;
aśrupūrņākulekşaņam—penuh air mata
dipelupuk mata; visīdantam—yang
menderita ini; idam—ini; vākyam—kata-kata;
uvāca—berkata; madhusūdanah—Kŗşņa Pembasami musuh;
Sañjaya berkata: “Madhusudana berkata kepada dia (Arjuna)
yang diliputi rasa belas kasihan dengan pelupuk mata digenangi air mata oleh
rasa remuk redam dalam hati, sebagai berikut.” G.Pudja.
2.2
śrī-bhagavān
uvāca
kutas tvā kaśmalam
idam vişame samupasthitam
anārya-juşţam asvargyam
akīrti-karam arjuna
kutah—dari mana; tvā—kepada
engkau;
kaśmalam—hal-hal yang kotor; idam—penyesalan
ini;
vişame—pada krisis ini; samupasthitam—tiba; anārya—orang
yang tidak mengetahui nilai hidup; juşţam—dipraktekkan oleh;
asvargyam—yang tidak membawa seseorang ke planet-planet yang lebih
tinggi; akīrti—penghinaan; karam—penyebab.
Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa bersabda: Arjuna yang
baik hati, bagaimana sampai hal-hal yang kotor ini menghinggapi dirimu? Hal-hal
ini sama sekali tidak pantas bagi orang yang mengetahui nilai hidup. Hal-hal
seperti itu tidak membawa seseorang ke planet-planet yang lebih tinggi,
melainkan menjerumuskan dirinya ke dalam penghinaan. (Prabu.Pād)
kutastvā—pada saat engkau;
kaśmalam—dalam kesulitan; idam—ini; vişame—lemah hati; samupasthitam—telah datang, tiba;
anāryajuşţam—tidak
bersifat Arya, tidak kesatria; Ajustam—tidak
luhur;
asvargyam—tidak menyebabkan mendapat surga, tidak mungkin akan dapat
mengantar ke surga; akīrtikara—perbuatan yang memalukan,
tidak terpuji.
Bhātara Kŗşņa bersabda: Pada saat kesulitan seperti
ini, di mana kedukaan dan lemah hati datang dan sesungguhnya bukan sifat yang
ksatria (Arya), tidak luhur dan memalukan serta menjauhkan diri dari sorga, Oh,
Arjuna. G.Pudja.
2.3
klaibyam
mā sma gamah
pārtha naitat tvayy
upapadyate
kşudram hŗdaya-daurbalyam tyaktvottişţha parantapa
klaibyam—kelemahan; mā sma—jangan;
gamah—mulai mengikuti; pārtha—wahai putra Pŗthā; na—tidak
pernah; etat—ini; tvayi—kepada engkau; upapadyate—pantas; kşudram—remeh; hŗdaya—dari hati; daurbalyam—kelemahan; tyaktvā—meninggalkan; uttişţha—bangun; param-tapa—wahai yang menghukum musuh.
Wahai putra Pŗthā, jangan menyerah kepada kelemahan
yang hina ini. Itu tidak pantas bagimu. Tinggalkanlah kelemahan hati yang remeh
itu dan bangunlah, wahai yang menghukum musuh. (Prabu.Pād)
klaibyam—rasa ketakutan,
pengecut;
mā sma gamah—tidak memberikan, tidak
mengakibatkan; naitat tvayyupapadyate—itu tidak sesuai
untukmu; kşudram—miskin, rendah,
hina;
hŗdayadaurbalyam—kelemahan hati, hati yang kecut; tyaktvottişţha—buang dan bangun (dalam
arti bangkit dalam kesadaran); parantapa—Penakluk musuh;
O Arjuna janganlah kau berikan kelemahan itu, sebab
itu tidak sesuai bagimu. Lenyapkan rasa kelemahan dan takut itu, bangunlah oh
pahlawan yang menggetarkan musuh. G.Pudja.
2.4
Arjuna uvāca
katham bhişmam aham
sańkye droņam
ca madhusūdana
işubhih pratiyotsyāmi pūjārhāv
ari-sūdana
katham—bagaiman; bhişmam—Bhişma; aham—saya; sańkye—dalam
pertempuran; droņam—Droņa; ca-juga;
madhusūdana—O Pembunuh rakşasa Madhu; işubhih—dengan anak panah; pratiyotsyāmi—akan membalas
serangan;
pūjā-arrhāu—mereka yang patut disembah; ari-sūdana—O Pembunuh
musuh.
Arjuna berkata: O Pembunuh musuh, O Pembunuh Madhu,
bagaimana saya dapat membalas serangan orang seperti Bhişma dan Droņa dengan
panah pada medan
perang, padahal seharusnya saya menyembah mereka? (Prabu.Pād)
katham—bagaimana; sańkye—dalam pertempuran, dalam
peperangan; madhusūdana—Pembunuh raksasa madhu; işubhih—dengan
anak panah; pratiyotsyāmi—berperang melawan; pūjārhāw—yang patut dihormati;
ari-sūdana—Kŗşņa, pembunuh musuh.
O Madhusudana, bagaimana mungkin saya bisa menyerang
Bhisma dan Drona dengan panah dalam pertempuran ini. Mereka yang patut saya
hormati, O Kresna. G.Pudja.
2.5
gurūn ahatvā hi
mahānubhāvān śreyo bhoktum
bhaikşyam apīha loke
hatvārtha-kāmāms tu
gurūn ihaiva bhuñjīya
bhogān rudhira-pradigdhān
gurūn—para atasan; ahatvā—tidak
membunuh;
hi—pasti; mahā-anubhāvān—roh-roh yang mulia; śreyah—lebih
baik; bhoktum—menikmati hidup; bhaikşyam—dengan
mengemis; api—walaupun; iha—dalam hidup ini; loke—di dunia ini; hatvā—membunuh;
artha—keuntungan; kāmān—menginginkan; tu—tetapi;
gurūn—para atasan; iha—di
dunia ini; eva—pasti; bhuñjīya—seseorang harus menikmati; bhogān—hal-hal
yang dapat dinikmati; rudhira—darah; pradigdhān—ternoda
dengan.
Lebih baik saya hidup di dunia ini dengan cara
mengemis daripada hidup sesudah mencabut nyawa roh-roh mulia itu, yaitu
guru-guru saya. Kendatipun mereka menginginkan keuntungan duniawi, mereka tetap
atasan. Kalau mereka terbunuh, segala sesuatu yang kita nikmati akan ternoda
dengan darah. (Prabu.Pād).
gurūnahatvā—tidak membunuh
guru;
hi—sesungguhnya, dengan sendirinya; mahānubhāvān—sangat
dihormati; śreyo—lebih baik; bhoktum—memakan; bhaikşyam—meminta-minta; api—juga,
bahkan; iha—di sini; loke—di dunia; hatvā—dengan
membunuh, setelah membunuh; artha-kāmāmstu—untuk
mendapat harta dan kesengan; iwa—seperti; bhuñjīya—saya akan
menikmati; bhogān—untuk kesengan; rudhira-pradigdhān—berlumuran
darah.
Daripada membunuh guru yang mulia di dunia ini akan
lebih baik menjadi peminta-minta, walaupun maduk duniawi, tetapi tetap menjadi
guru saya, sedangkan membunuh mereka, berarti hidup berlumuran darah. G.Pudja.
2.6
na caitad vidmah
kataran no gariyo
yad vā jayema
yadi vā no
jayeyuh
yān eva
hatvā na jijivīşāmas te
‘vasthitāh pramukhe dhārtarāştrāh
na—tidak juga; ca—juga;
etat—ini; vidmah—kita mengetahui; katarat—yang mana; nah—bagi kita; gariyah—lebih baik; yat vā—apakah; jayema—kita
dapat merebut; yadi—kalau; va—atau; nah—kita; jayeyuh—mereka merebut; yān—orang yang; eva—pasti; hatvā—dengan
membunuh; na—tidak pernah; jijivīşāmas—kita akan mau hidup; te—semuanya; avasthitāh—berada; pramukhe—di depan; dhārtarāştrāh—para
putra Dhŗtarāşţra.
Kita juga tidak mengetahui mana yang lebih
baik-mengalahkan mereka atau dikalahkan oleh mereka. Kalau kita mambunuh para
putra Dhŗtarāşţra, kita tidak mau hidup. Namun sekarang mereka berdiri di hadapan kita di medan perang. (Prabu.Pād).
na—tidak;
caitadvidmah—dan ini kami tahu; kataranno—menurut kami;
gariyo—lebih baik; yadwa—apakah; jayema—kami menang; yadi
wā—atau apakah; no—mereka; jayeyuh—menang; yānewa—yang;
hatvā—setelah membunuh, dengan membunuh; najijivīşāmaste—kami tidak inginkan untuk hidup; avasthitāh—mereka;
pramukhe—berdiri tegap berbaris di depan kami.
Yang mana lebih menguntungkan kami, tidaklah jelas
apakah kami akan menang. Membunuh mereka yang kita tidak harapkan untuk hidup,
orang-orang itu sekarang berdiri siap di depan kita, keturunan prabu
Dhritarastra. G.Pudja.
2.7
kārpaņya-doşopahata-svabhāvah pŗcchāmi
tvām dharma-sammūdha-cetāh
yac chreyah syān niścitam
brūhi tan me śişyas te ‘ham śadhi mam tvām prapannam
kārpaņya—dari sifat pelit;
doşo—oleh kelemahan; upahata—menderita; svabhāvah—ciri-ciri; pŗcchāmi—hamba bertanya; tvām—kepada
Anda; dharma—dharma; sammūdha—dibingungkan; cetāh—di dalam hati; yat—apa; śreyah—segala kebaikan; syāt—dapat
terjadi; niścitam—dengan keyakinan; brūhi—beritahukan; tat—itu; me—kepada
hamba; śişyah—murid; te—milik Anda; aham—hamba adalah; śadhi—ajarkan
saja; mam—hamba; tvām—kepada Anda; prapannam—menyerahkan diri.
Sekarang hamba kebingungan tentang kewajiban hamba dan
sudah kehilangan segala ketenangan karena kelemahan yang picik. Dalam keadaan
ini, hamba mohon agar Anda memberitahukan dengan pasti apa yang paling baik
untuk hamba. Sekarang hamba menjadi murid Anda, dan roh yang sudah menyerahkan
diri kepada Anda. Mohon memberi pelajaran kepada hamba. (Prabu.Pād).
kārpaņya—lemah, miskin; doşa—berdosa; upahata—terluka; svabhāvah—alamiah;
pŗcchāmi—bertanya; tvām—engkau; dharma-sammūdha-cetāh—kewajiban
yang membingungkan pikiran; yac chreyah—apa yang lebih baik; syān niścitam—adalah tentunya; brūhi—mengatakan; tan me—itu kepada saya; śişyas te—dari muridmu; śadhi—mengajar; mam—kepada saya; prapannam—saya
datang.
Oleh karna hati yang lemah, pikiran yang kacau balau
tentang apa yang benar untuk dilakukan, saya bertanya pada-Mu, katakanlah
kepada saya mana yang lebih bermanfaat; Saya murid-Mu ajarilah saya, saya
datang untuk dapat perlindungan Mu. G.Pudja.
2.8
na hi prapaśyāmi
mamāpanudyād yac chokam
ucchoşaņam inndriyāņām
avāpya bhūmāv
asapatnam ŗddham rājyam
surāņām api cādhipatyam
na—tidak; hi—pasti;
prapaśyāmi—hamba melihat; mama—milik hamba; apanudyāt—dapat menghilangkan; yat—itu yang; śokam—penyesalan; ucchoşaņam—mengeringkan;
inndriyāņām—milik indria-indria; avāpya—mencapai; bhūmāu—di bumi; asapatnam—yang tiada taranya; ŗddham—makmur; rājyam—kerajaan;
surāņām—milik para dewa; api—walaupun; ca—juga; ādhipatyam—kekuasaan.
Hamba tidak dapat menemukan jalan untuk menghilangkan
rasa sedih ini yang menyebabkan indria-indria hamba menjadi kering. Hamba tidak
akan dapat menghilangkan rasa itu, meskipun hamba memenangkan kerajaan yang
makmur yang tiada taranya di bumi ini dengan kedaulatan seperti para dewa di
surga. (Prabu.Pād).
na hi—tidak; prapaśyāmi—saya lihat dengan jelas; mama—saya
punya; apanudyād—dapat melenyapkan,
dapat negenyahkan; yacchokam—penderitaan itu;
ucchoşaņam—menahan, mematikan;
awāpya—dengan memperoleh,
dengan mendapatkan; bhūmāwasapatnam—di dunia tiada yang
melawan; riddham—luas; rājyam—wilayah, kedaulatan;
surāņāmapi—biar dewa sekalipun; adhipatyam—berkuasa.
Saya tak melihat yang dapat mengenyahkan duka ini yang
mematikan panca indera saya walaupun seandainya saya mendapat kekayaan dan
kekuasaan yang tiada taranya di bumi dan berkuasa atas para Dewa-dewa di surga. G.Pudja.
2.9
sañjaya uvāca
evam uktvā hŗşīkeśam
gudākeśah parantapah
na yotsya
iti govindam uktvā
tūşņīm babhūva ha
evam—demikian; uktvā—berkata; hŗşīkeśam—kepada Kŗşņa, Penguasa indria—indria; gudākeśah—Arjuna,
ahli dalam membatasi kebodohan; parantapah—perebut
musuh; na
yotsya—hamba tidak akan bertembur; iti—demikian; govindam—kepada Kŗşņa yang memberi
kebahagiaan kepada indria-indria; uktvā—berkata; tūşņīm—diam; babhūva—menjadi; ha—pasti.
Sañjaya berkata: Setelah berkata demikian, Arjuna,
perebut musuh, menyatakan kepada Kŗşņa, ‘Govinda, hamba tidak akan bertempur,”
lalu diam. (Prabu.Pād).
evam uktvā—setelah berkata demikian; hŗşīkeśam—kepada Kŗşņa;
gudākeśah—Arjuna; na
yotsya—tidak mau bertempur; iti—demikian; govindam—kepada Kŗşņa;
tūşņīm—diam tidak berkata; babhūva—ada
(p);
ha—ia.
Sañjaya berkata: Setelah mengemukakannya kepada Kŗşņa,
Arjuna si penakluk musuh berkata kepada Kŗşņa: “Aku tidak mau bertempur,” dan
kemudian ia terdiam tertegun.
G.Pudja.
2.10
tam uvāca hŗşikeśah
prahasann iva bhārata
senayor ubhayor
madhye vişīdantam idam
vacah
tam—kepada dia;
uvāca—bersabda; hŗşikeśah—Penguasa indria-indria, Kŗśņa; prahasan—tersenyum; iva—seperti itu; bhārata—Dhŗtarāşţra, putra keluarga Bharata, senayoh—antara tentara—tentara; ubhayoh—antara kedua belah
pihak;
madhye—di tengah-tengah; vişīdantam—kepada
yang menyesal; idam—berikut;
vacah—kata-kata.
Wahai putra keluarga Bharata, pada waktu itu, Kŗşņa,
yang tersenyum di tengah-tengah antara tentara-tentara kedua belah pihak, bersabda
kepada Arjuna yang sedang tergugah oleh rasa sedih. (Prabu.Pād).
tam uvāca—berkata kepadanya, kepada dia; prahasann iva—seperti senang adanya; senayor
ubhayor—kedua pasukan; madhye—di tengah; vişīdantam—keadaan
sedih;
idam—ini; vacah—kata-kata, ucapan;
O Arjuna, Kŗşņa dengan sedikit tersenyum berkata
kepadanya (Arjuna) yang berdiri di tengah-tengah kedua pasukan dalam keadaan
sedih, kata-kata ini. G.Pudja.
2.11
śrī-bhagavān
uvāca
aśocyān
anvaśocas tvam prajñā-vādāmś ca bhāsase
gatāsūn agatāsūmś
ca nānuśocanti paņditāh
aśocyān—sesuatu yang tidak
patut disesalkan; anvaśocah—engkau menyesal; tvam—engkau;
prajñā-vādāh—pembicaraan yang bijaksana; ca—juga; bhāsase—membicarakan; gata—hilang; asūn—hidup; agata—yang belum lewat; asūn—hidup; ca—juga; na—tidak pernah;
anuśocanti—menyesal; paņditāh—orang bijaksana.
Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa bersabda: Sambil
berbicara dengan cara yang pandai engkau menyesalkan sesuatu yang tidak patut
disesalkan. Orang bijaksana tidak pernah menyesal, baik untuk yang masih hidup
maupun untuk yang sudah meninggal. (Prabu.Pād).
aśocyānanvaśoca—untuk
siapa tidak perlu duka itu; prajñā-vādām—kata-kata orang yang
bijaksana; bhāsase—tetapi engkau katakan; gatāsūnagatāsūm—untuk
kematian makhluk hidup; nānuśocanti—tak usah bersedih;
paņditāh—orang bijaksana.
Bhagawan Krisna bersabda: Engkau berduka kepada mereka
yang tak patut engkau sedihi, namun engkau bicara tentang kata-kata
kebijaksanaan. Orang yang bijaksana tidak akan bersedih baik bagi yang hidup
maupun yang mati. G.Pudja.
2.12
na tv evādam
jātu nāsam na
tvam neme janādhipāh
na caiva na
bhavişyāmah sarve vayam
atah param
na—tidak pernah; tu—tetapi; eva—pasti; aham—aku; jātu—pada suatu waktu; na—tidak
pernah; āsam—berada; na—tidak; tvam—engkau; na—tidak;
ime—semua ini; jana-adhipāh—raja-raja; na—tidak; ca—juga; eva—pasti; na—tidak; bhavişyāmah—akan hidup; sarve
vayam—kita semua; atah-param—sesudah
ini.
Pada masa lampau tidak pernah ada suatu saat pun Aku,
engkau maupun semua raja ini tidak ada; dan pada masa yang akan datang tidak
satu pun di antara kita semua akan lenyap. (Prabu.Pād).
na twevāham—sesungguhnya tidak pernah Aku. jātu
nāsam—tidak ada; na tvam—tidak engkau; neme—tidak
kini;
janādhipāh—penguasa atas manusia, pemimpin manusia; na
caiva—namun tidak pernah pula;
bhavişyāmah—kami akan ada; sarve—semua; vayamatah—dari kita; param—setelah
hidup ini, stelah ini.
Demikian juga tidak pernah ada saat, di mana Aku,
Engkau dan para Pemimpin ini tidak ada dan tidak akan ada saat di mana kita kan
berhenti ada, sekalipun sesudah mati. G.Pudja.
2.13
dehino ‘smin
yathā dehe kaumāram
yauvanam jarā
tathā dehāntara-prāptir dhīras
tatra na muhyati
dehinah—dia yang berada di
dalam badan; asmin—dalam ini; yathā—seperti; dehe—di dalam badan; kaumāram—masa kanak-kanak; yauvanam—masa remaja; jarā—masa
tua; tathā—seperti itu pula; deha-antara—mengenai
penggantian badan; prāptih—tercapainya; dhīrah—orang tenang; tatra—pada waktu itu; na—tidak pernah; muhyati—dibingungkan.
Seperti halnya sang roh terkurung di dalam badan terus
menerus mengalami perpindahan, di dalam badan ini, dari masa kanak-kanak sampai
masa remaja sampai usia tua, begitu juga sang roh masuk ke dalam badan lain
pada waktu meninggal. Orang yang tenang tidak bingung karena penggantian itu. (Prabu.Pād).
dehino ‘smin
yathā—wujud jiwa dalam badan ini seperti; dehe—dalam
tubuh;
kaumāram—waktu masa anak; yauvanam—masa muda; jarā—umur tua; tathā—kemudian;
dehāntara-prāptir—bada yang lain; dhīras—orang yang pemberani, mempunyai
intuisi, imajinasi; na
muhyati—tidak tergoyahkan.
Sebagaimana halnya Jiwa itu ada pada masa kecil, masa
muda dan masa tua demikian juga dengan didapatinya badan yang baru, orang yang
bijaksana tidak akan tergoyahkan. G.Pudja.
2.14
mātrā-sparśās
tu kaunteya śītoşņa-sukha-duhkha-dāh
āgamāpāyino ‘nityās tāms
titikşasva bhārata
mātrā-sparśāh—penglihatan
indria; tu—hanya; kaunteya—wahai putra Kuntī; śīta—musim;
uşņa—musim panas; sukha—kebahagiaan; duhkha—dan rasa duka; dāh—memberikan;
āgama—muncul; apāyinah—menghilang; anityāh—tidak
kekal; tān—semuanya; titikşasva—coba mentolerir; bhārata—wahai putra keluarga Bharata.
Wahai putra Kuntī, suka dan duka muncul untuk
sementara dan hilang sesudah beberapa waktu, bagaikan mulai dan berakhirnya
musim dingin dan musim panas. Hal-hal itu timbul dari penglihatan indra, dan
seseorang harus belajar cara mentolerir hal-hal itu tanpa goyah, wahai putra
keluarga Bharata. (Prabu.Pād).
mātrā—(ltn: materia),
elemen, unsur; sparśa—kontak, hubungan, sentuhan; śīto—dingin; āgamāpāyino—datang
dan pergi; anityā—tidak langgeng; titikşaswa—terima, tahanlah; Sesungguhnya hubungan dengan badan
jasmaniah, Oh Arjuna, menimbulkan panas dan dingin, suka-duka datang dan pergi,
tidak kekal, terimalah hai Arjuna. G.Pudja.
2.15
yam hi na vyathayanti ete puruşam
puruşaŗşabha
sama-duhkha-sukham dhīram
so ‘mŗtatvāya kalpate
yam—kepada yang; hi—pasti; na—tidak pernah; vyathayanti—menyedihkan; ete—semua ini; puruşam—kepada seseorang; puruşa-ŗşabha—wahai manusia yang paling
baik; sama—tidak diubah; duhkha—dalam duka; sukham—dan suka; dhīram—sabar; sah—dia; amŗtatvāya—untuk pembebasan; kalpate—dianggap memenuhi syarat.
Wahai manusia yang paling baik (Arjuna), orang yang
tidak goyah karena suka dan duka dan mantap dalam kedua keadaan itu pasti
memenuhi syarat untuk mencapai pembebasan. (Prabu.Pād).
yam—kepada siapa; vyathayantiete—mereka terpengaruh; sama—sama saja; dhīram—orang yang teguh iman; so amŗtatvāya kalpate—ia untuk
kekekalan adalah patut.
Sesungguhnya orang yang teguh pikirannya oh Arjuna,
yang merasakan sama antara susah dan senang, orang seperti inlah yang patut
hidup kekal abadi. G.Pudja.
2.16
nāsato
vidyate bhāvo nābhāvo
vidyate satah
ubhayor api
dŗşţo ‘ntas tv anayos
tatva-darśibhih
nā—tidak pernah; asatah—mengenai hal-hal yang tidak ada; vidyate—ada; bhāvah—ketahanan; na—tidak pernah; abhāvah—sifat
berubah; vidyate—ada; satah—mengenai hal yang
kekal; ubhayoh—antara kedua-duanya; api—sungguh-sungguh; dŗşţah-dilihat; antah—kesimpulan; tu—memang; anayoh—mengenai
hal-hal itu; tatva—kebenaran; darśibhih—oleh mereka yang melihat.
Orang yang melihat kebenaran sudah menarik kesimpulan
bahwa apa yang tidak ada (badan jasmani) tidak
tahan lama dan yang kekal (sang roh) tidak berubah. Inilah kesimpulan mereka
setelah mempelajari sifat kedua-duanya. (Prabu.Pād).
nāsato—tidak yang ada, apa
yang tidak ada; widyate—adalah; bhāwo—ada; abhāwo—tidak
ada;
satah—yang nyata; ubhayor—dari kedua; drişţo‘ntas—tampak
terbatas; tatva-darśibhih—mereka yang mampu melihat
hakekat pertama.
Apa yang tidak ada, tak akan pernah ada (dan) apa yang
ada, tak akan berhenti ada, kesimpulannya keduanya telah dapat dimengerti oleh
para filsuf. G.Pudja.
2.17
avināsi tu tad
viddhi yena sarvam idam tatam
vināśam avyayasyāsya na
kaścit kartum arhati
avināsi—tidak dapat
dimusnahkan; tu—tetapi; tat—itu;
viddhi—ketahuilah hal itu;
yena—oleh siapa; sarvam—seluruh
badan;
idam—ini; tatam—berada
dimana-mana; vināśam—peleburan;
avyayasya—milik hal yang tidak termusnahkan; asya—milik itu; na kaścit—tak seorang pun;
kartum—melakukan; arhati—dapat.
Hendaknya engkau mengetahui bahwa apa yang ada dalam
seluruh badan tidak dapat dimusnahkan. Tidak seorang pun dapat mambinasakan
sang roh yang tidak dapat dimusnahkan. (Prabu.Pād).
avināsi—tidak
termusnahkan; viddhi—mengetahui;
yena—dengan mana; sarvamidam—semua
ini; tatam—dilingkupi; vināśam—hancur; avyayasyāsya—kekekalan; na
kaścit—tak seorang pun; kartum—melakukan; arhati—dapat.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya itu melingkupi semua ini
tidak dapat dihancurkan. Tidak seorang pun yang dapat memusnahkannya yang tidak
mengenal kemusnahan. G.Pudja.
2.18
antavanta
ime dehā nityasyoktāh śarīrinah
anāśino ‘prameyasya
tasmād yudhyasva bhārata
anta-vantah—dapat dimusnahkan; ime—semua
ini;
dehāh—badan-badan jasmani; nityasya—kehidupan yang kekal; uktāh—dikatakan; śarīrinah—milik roh yang
berada dalam badan; anāśinah—tidak
pernah dibinasakan; aprameyasya—tidak
dapat diukur; tasmāt—karena itu;
yudhyasva—bertempurlah; bhārata—wahai putra keluarga Bharata.
Makhluk hidup yang tidak dapat dimusnahkan atau diukur
dan bersifat kekal, memiliki badan jasmani yang pasti akan berakhir. Karena
itu, bertempurlah, wahai putra keluarga Bharata. (Prabu.Pād).
antavanta—mempunyai akhir; ime—yang
ini;
dehā—badan; nityasya—dari yang kekal; uktāh—dikatakan;
śarīrinah—raga jiwa; anāśino—dari yang tidak termusnahkan; aprameyasya—yang
tidak terbatas; tasmād—karena itu; yudhyasva—bertempurlah.
Sesungguhnya raga jiwa ini langgeng tiada terhancurkan
dan tiada terbatas akhir, karena itu bertempurlah, hai Arjuna. G.Pudja.
2.19
ye enam vetti
hantāram yaś cainam
manyate hatam
ubhau tau na vijānīto
nāyam hanti na
hanyate
yah—siapa pun yang; enam—ini; vetti-mengetahui; hantāram—pembunuh; yah—siapa pun yang; ca—juga; enam-ini; manyate—berfikir; hatam—terbunuh; ubhau—kedua-duanya; tau—mereka; na—tidak pernah; vijā-nītah—memiliki
pengetahuan; na—tidak pernah; ayam—ini; hanti—membunuh; na—tidak juga; hanyate—dibunuh.
Orang yang menganggap mkhluk hidup membunuh atau bahwa
makhluk hidup dibunuh tidak memiliki pengetahuan, sebab sang diri tidak
membunuh dan tidak dapat dibunuh.(Prabu.Pād).
ya—yang; enam—Ini;
vetti—mengetahui; hantāram—pembunuh; manyate—yang berpikir;
hatam—dibunuh, terbunuh; ubhau—kedua; tau—ini;
na vijānīto—bodoh;
nāyam—Ia tidak; hanti—membunuh; na hanyate—tidak dibunuh.
Sesungguhnya ia yang memikirkan Ini sebagai pembunuh dan ia yang berpendapat bahwa ini dapat
dibunuh kedua-duanya adalah dungu, karena Ini
tidak pernah membunuh dan dibunuh. G.Pudja.
2.20
na jāyate mriyate
vā kadācit nāyam
bhūtvā bhavitā vā
na bhūyah
ajo nityah
śaśvato ‘yam purāņo
na hanyante hanyamāne
śarīre
na—tidak pernah;
jāyate—dilahirkan; mriyate—mati; vā—atau;
kadācit—pada suatu waktu (pada masa lampau, sekarang maupun masa
yang akan datang); na—tidak pernah; ayam—ini; bhūtvā—setelah berada; bhavitā—akan berada; vā—atau; na—tidak;
bhūyah—atau yang akan berada sekali lagi; ajah—tidak dilahirkan; nityah—kekal; śaśvatah—tetap untuk selamanya; ayam—ini; purāņah—paling tua; na—tidak pernah; hanyante—dibunuh; hanyamāne—dengan dibunuh;
śarīre—badan.
Tidak ada kelahiran maupun kematian bagi sang roh pada
saat manapun. Dia tidak terciptakan pada masa lampau, ia tidak diciptakan pada
masa sekarang, dan dia tidak akan diciptakan pada masa yang akan datang. Dia
tidak dilahirkan, berada untuk selamanya dan bersifat abadi. Dia tidak terbunuh
apabila bada dibunuh. (Prabu.Pād).
na jāyate—tidak dilahirkan; mriyate—mati; vā—pun juga;
kadācin—kapan saja; nāyam—Ia tidak juga; bhūtvā—menjadi
ada;
bhavitā—akan datang; bhūyah—setelah ini; ajo—tidak
lahir;
nityah—kekal; śaśvato—Abadi; ayam—Ia; purāņo—kuno, sejak dahulu;
na hanyante—Ia tidak dibunuh;
hanyamāne—bila dibunuh; śarīre—badan.
Ia tidak pernah lahir pun juga tidak pernah mati atau
setelah ada tak ‘kan
berhenti ada. Ini tidak dilahirkan, kekal, abadi, yang sejak dahulu Dia tidak
mati pada saat badan jasmani inimati. G.Pudja.
2.21
vedāvināśinam
nityam ya enam
ajam avyayam
katham sa
puruşah pārtha kam
ghātayati hanti kam
veda—mengetahui; avināśinam—dapat dimusnahkan;
nityam—selalu berada; yah—orang
yang;
enam—ini (sang roh); ajam—tidak dilahirkan;
avyayam—tidak dapat diubah; katham—bagaimana; sah—itu;
puruşah—seseorang; pārtha—wahai Arjuna; kam—siapa; ghātayati—menyebabkan
melukai;
hanti—membunuh; kam—siapa.
Wahai Pārtha, bagaimana mungkin orang yang mengetahui
bahwa sang roh tidak dapat dimusnahkan, bersifat kekal, tidak dilahirkan dan
tidak pernah berubah dapat membunuh seseorang atau menyebabkan seseorang
membunuh? (Prabu.Pād).
veda—mengetahui; avināśinam—tak terhancurkan; ya—ia
yang;
enam—dia (yang) ajam—tidak terlahirkan; katham—bagaimana; sa—ia, itu;
puruşah—gelar hakekat yang absulut transendental; kam—kepada
siapa;
ghātayati—menyebabkan melukai; hanti—mati, terbunuh.
Ia yang mengetahui Ia
tak termusnahkan, langgeng, tanpa akhir, tidak berubah; bagaimana Purusa itu
menyebabkan membunuh atau terbunuh-Nya, O Arjuna. G.Pudja.
2.22
vāsāmsi
jīrņāni yathā vihāya
navāni gŗhņāti naro
‘parāņi
tathā śarīrāņi
vihāya jīrņāny anyāni
samyāti navāni dehī
vāsāmsi—pakaian; jīrņāni—tua dan rusak;
yathā—seperti halnya; vihāya—meninggalkan; navāni—pakaian baru;
gŗhņāti—menerima; narah—seorang manusia; aparāņi—orang lain; tathā—dengan cara yang sama; śarīrāņi—badan-badan; vihāya—meninggalkan; jīrņāni—tua
dan tidak berguna; anyāni—berbeda; samyāti—sungguh-sungguh
menerima;
navāni—pasangan-pasangan baru; dehī—dia yang berada di dalam badan.
Seperti halnya seseorang mengenakan pakaian baru, dan
membuka pakaian lama, begitu pula sang roh menerima badan-badan jasmani yang
baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tidak berguna. (Prabu.Pād).
vāsāmsi—pakaian;
jīrņāni—rusak, robek; yathā—demikian; vihāya—membuang;
navāni—yang baru; gŗhņāti—memakai, menggantikan; nara—orang-orang; aparāņi—yang
lain; tathā—demikian, begitu; śarīrāņi—badan wadag; anyāni—yang lain;
samyāti—berpakaian; dehī—raga jiwa (Jiwātman).
Sebagai halnya orang menanggalkan pakaian yang telah
dipakai dan menggantikannya dengan yang baru demikian pula halnya Jiwātman
meninggalkan badan yang telah dipakai dan memasuki jasmani yang baru. G.Pudja.
2.23
nainam chindanti śastrāņi
nainam dahati pāvakah
na cainam
kledayanty āpo na śoşayati
mārutah
na—tidak pernah; enam—ini; chindanti—dapat memotong; śastrāņi—senjata-senjata; na—tidak pernah; enam—roh
ini; dahati—membakar;
pāvakah—api; na—tidak
pernah;
ca—juga; enam—roh; kledayanty—membasahai; āpah—air; na—tidak pernah; śoşayati—mengeringkan; mārutah—angin.
Sang roh tidak pernah dapat dipotong menjadi
bagian-bagian oleh senjata mana pun, dibakar oleh api, dibasahi oleh air, atau
dikeringkan oleh angin. (Prabu.Pād).
nainam—tidak dia;
chindanti—(ia) melukai; śastrāņi—senjata-senjata;
dahati—membakar; pāvaka—api; kledayanti—membasahi; āpo—air; śoşayati—mengeringkan;
mārutah—angin.
Senjata tidak dapat melukai-Nya dan api tidak biasa
membakar-Nya, angin tidak dapat mengeringkan-Nya dan air tidak bisa membasahi
Nya. G.Pudja.
2.24
acchedyo
‘yam adāhyo ‘yam
akledyo ‘śoşya eva ca
nityah sarva-gatah
sthaņur acalo ‘yam sanātanah
acchedyah—tidak dapat
dipatahkan; ayam—roh ini;
adāhyah—tidak dapat dibakar; ayam—roh
tersebut;
akledyah—tidak dapat dilarutkan;
aśoşyah—tidak dapat dikeringkan; eva—pasti; ca—dan; nityah—berada selamanya;
sarva-gatah—berada di mana-mana;
sthaņur—tidak dapat diubah; acalah—tidak dapat digerakkan; ayam—ini; sanātanah—sama untuk
selamanya.
Roh yang individual ini tidak dapat dipatahkan dan
tidak dapat dilarutkan, dibakar ataupun dikeringkan. Ia hidup untuk selamanya,
berada di mana-mana, tidak dapat diubah, tidak dapat dipindahkan, dan tetap
sama untuk selamanya. (Prabu.Pād).
acchedyo—tidak dapat
dilukai;
ayam—Ini, Ia; adāhyo—tidak terbakar; akledyo—tidak dapat dibasahi; aśoşya—tidak
dapat dikeringkan; nityah—kekal; sarvagatah—maha ada, melingkupi semua;
sthaņur—tidak berubah; acalo—tidak bergerak; sanātanah—kekal abadi.
Sesungguhnya Dia tidak dapat dilukai, dibakar dan juga
tidak dapat dikeringkan dan dibasahi;
Dia kekal, tiada berubah, tidak bergerak, Dia abadi. G.Pudja.
2.25
avyakto
‘yam acintyo ‘yam avikāryo
‘yam ucyate
tasmād evam
viditvainam nānuśocitum arhasi
avyaktah—tidak dapat
dilihat; ayam—roh ini;
acintyah—tidak dapat dimengerti;
ayam—roh ini; avikāryah—tidak dapat diubah; ayam—roh ini; ucyate—dikatakan; tasmāt—karena itu; evam—seperti itu; viditvā—mengetahui
dengan baik; enam—roh ini; na—tidak; anuśocitum—menyesal; arhasi—patut bagi engkau.
Dikatakn bahwa sang roh itu tidak dapat dilihat, tidak
dapt dipahami dan tidak dapat diubah. Mengingat kenyataan itu, hendaknya engkau
jangan menyesal karena badan.
(Prabu.Pād).
avyakta—tidak dapat
dirumuskan dengan kata-kata; acintya—tidak terpikirkan; avikārya—tidak berubah; tasmād—karena
itu;
evam—seakan-akan; viditvainam—dengan mengetahui-Nya;
nānuśocitum—jangan membuat kamu sedih; arhasi—harus.
Dia tidak dapat dirumuskan dengan kata-kata, tidak
dapat dipikirkan dan dinyatakan tidak berubah-ubah; karena itu orang yang
mengetahui sebagaimana halnya, karenanya engkau tidak usah berduka. G.Pudja.
2.26
atha
cainam nitya-jātam nityam
vā manyase mŗtam
tahtāpi tvam
mahā-bāho nainam śocitum
arhasi
atha—akan tetapi, kalau; ca—juga; enam—roh ini; nitya-jātam—selalu
dilahirkan; nityam—untuk selamanya; vā—atau;
manyase—engkau berpikir seperti itu; mŗtam—mati; tathā-api—masih; tvam—engkau; mahā-baho—wahai
yang berlengan perkasa; na—tidak
pernah; enam—tentang sang roh;
śocitum—menyesal; arhasi—patut.
Akan tetapi kalau engkau berpikir bahwa sang roh
(gejala-gejala hidup) senantiasa dilahirkan dan selalu mati, toh engkau masih
tidak mempunyai alasan untuk menyesal, wahai Arjuna yang berlengan perkasa. (Prabu.Pād).
atha—seandainya, bahkan; nityajātam—selalu hadir; vā—atau;
manyase—berpikir, berpendapat; mŗtam—mati; tahtāpi—tetapi,
namun;
nainam—tidak hendaknya; śocitum—untuk bersedih; arhasi—harus.
Seandainya engkau berpendapat Dia selalu lahir dan
mati, walaupun demikian engkau hendaknya tidak usah menyesal, O Arjuna. G.Pudja.
2.27
jātasya hi dhruvo
mŗtyur dhruvam janma
mŗtasya ca
tasmād aparihārye ‘rthe
na tvam śocitum
arhasi
jātasya—mengenai orang
yang sudah dilahirkan; hi—asti; dhruvah-kenyataan; mŗtyuh—kematian; dhruvam—juga kenyataan;
janma—kelahiran; mŗtasya—mengenai yang sudah mati; ca—juga;
tasmāt—karena itu; aparihārye—mengenai sesuatu yang tidak
dapat dihindari; arthe—dalam hal; na—jangan; tvam—engkau;
śocitum—menyesal; arhasi—pantas.
Orang yang sudah dilahirkan pasti akan meninggal, dan
sesudah kematian, seseorang pasti akan dilahirkan lagi. Karena itu, dalam
melaksanakan tugas kewajibanmu yang tidak dapat dihindari, hendaknya engkau
jangan menyesal. (Prabu.Pād).
jātasya—dari kelahiran; hi—sesungguhnya; dhruvo—tentu,
pasti;
mŗtyur—mati; janma mŗtasya—orang yang mati; tasmād—karena itu; aparihārye—tidak dapat dielakkan; arthe—tujuan, maksudnya, untuk apa.
Sesungguhnya setiap yang lahir, kematian dalah pasti,
dan demikian pula setiap yang mati kelahiran adalah pasti, dan ini
takterelakkan, karena itu tak ada alasan engkau merasa menyesal. G.Pudja.
2.28
avyaktādīni
bhūtāni vyakta-madhyāni bhārata
avyakta-nidhanāny eva tatra
kā paridevanā
avyakta-ādīni—pada awal
tidak berwujud; bhūtāni—semua yang
diciptakan; vyakta—terwujud; madhyāni—di tengah-tengah; bhārata—wahai putra keluarga Bharata; avyakta—tidak terwujud; nidhanāni—apabila dimusnahkan; eva—semuanya seperti itu; tatra—itu; kā—apa; paridevanā—penyesalan.
Semua makhluk yang diciptakan tidak berwujud pada
awalnya, terwujud pada pertengahan, dan sekali lagi tidak berwujud pada waktu
dileburkan. Jadi apa yang perlu disesalkan? (Prabu.Pād).
avyaktādīni
bhūtāni—Makhluk-makhluk yang semula tidak
kelihatan; vyaktam—menjelma; madhyāni—dipertengahan; avyaktanidhanānyeva—juga tidak menjelma
pada akhirnya; tatra—dari sebab itu; kā—apakah;
paridevanā—untuk menyesal, untuk meratapi.
Makhluk-makhluk itu pada mulanya tidak kelihatan, dan
terlahir pada saat dipertengahan dan pada akhirnya lenyap dari wujudnya. Kenapa
mesti menyesal, O Arjuna. G.Pudja.
2.29
āścarya-vat
paśyati kaścid enam
āścarya-vad vadati tathaiva
cānyah
āścarya-vac cainam
anyah śŗņoti śrutvāpy
enam veda na
caiva kaścit
āścarya-vat—sebagai
sesuatu yang mengherankan; paśyati—melihat; kaścit—seseorang; enam—roh ini; āścarya-vat—sebagai
sesuatu yang mengherankan; vadati—berbicara tentang; tatha—demikian; eva—pasti; ca—juga; anyah—lain; āścarya-vat—mengherankan
seperti itu; ca—juga; enam—roh tersebut; anyah—lain-lain;
śŗņoti—mendengar dari; śrutvā—setelah
mendengar; api—bahkan; enam—roh
tersebut;
veda—mengetahui; na—tidak
pernah; ca—juga; eva—pasti; kaścit—seseorang.
Beberapa orang memandang sang roh sebagai sesuatu yang
mengherankan, beberapa orang menguraikan dia sebagai sesuatu yang mengherankan,
dan beberapa orang mendengar tentang dia sebagai sesuatu yang mengherankan,
sedangkan orang lain tidak dapat mengerti sama sekali tentang roh, walaupun
mereka sudah mendengar tentang dia. (Prabu.Pād).
āścaryawat—kebesaran,
kemulyaan; kaścid—ada orang, seseorang;
tathaiva—lain lagi; śŗņoti—mendengar; śrutvā—setelah mendengar; veda—mengetahui.
Ada orang melihat
kebesaran-Nya, yang lain menyatakan tentang keagungan-Nya, yang lain mendengar
tentang kemuliaan-Nya, namun setelah mendengar Nya tidak seorang pun mengerti. G.Pudja.
2.30
dehī
nityam avadhyo ‘yam dehe
sarvasya bhārata
tasmāt sarvāņi
bhūtāni na tvam śocitum
arhasi
dehī—pemilik badan
jasmani; nityam—untuk selamanya; avadhyah—tidak dapat dibunuh; ayam—roh ini; dehe—di dalam badan; sarvasya—milik
semua orang; bhārata—O putra keluarga Bharata; tasmāt—karena itu; sarvāņi—semua;
bhūtāni—mahluk-mahluk hidup (yang dilahirkan); na—tidak pernah; tvam—engkau;
śocitum—bersedih; arhasi—pantas.
O putra keluarga Bharata, dia yang tinggal dalam badan
tidak pernah dapat di bunuh. Karena itu, engkau tidak perlu bersedih hati untuk
makhluk manapun. (Prabu.Pād).
dehī—Jiwātman;
nityam—langgeng; avadhyo—tak dapat dibunuh; ayam—ini; dehe—di dalam tubuh; sarvasya—dari
segala; tasmāt—karena itu;
sarvāņi—serba; bhūtāni—makhluk hidup;
śocitum—untuk bersedih; arhasi—layak, patut.
Yang menghuni badan setiap makhluk, semuatidak akan
dapat dibunuh, oh Bharata karena itu jangan bersedih atas kematian makhluk
apapun. G.Pudja.
2.31
sva-dharmam
api cāveksya na
vikampitum arhasi
dharmyād dhi
yuddhāc chreyo ‘nyat
kşatriyasya na vidyate
sva-dharmam—prinsi-prinsip
dharma sendiri; api—juga; ca—memang;
aveksya—mengingat; na—tidak pernah; vikampitum—ragu-ragu;
arhasi—patut bagi engkau; dharmyā—demi
prinsip-prinsip dharma; hi—memang; yuddhāt—daripada bertempur; śreyah—kesibukan yang lebih; anyat—sesuatu
yang lain; kşatriyasya—milik seorang
kşatrya;
na—tidak; vidyate—ada.
Mengingat tugas kewajibanmu yang khusus sebagai
seorang kşatrya, hendaknya engkau
mengetahui bahwa tiada kesibukan yang lebih baik untukmu daripada bertempur
berdasarkan prinsip-prinsip dharma; Karena itu, engkau tidak perlu ragu-ragu. (Prabu.Pād).
swadharma—kewajibam
sendiri;
api—juga; aveksya—petimbangan; vikampitum—menggetar, takut; dharmyād—dari kewajiban; dhi—sesungguhnya,
pasti;
yuddhāc—daripada berperang; chreyo—lebih baik; anyat—dari yang lain;
kşatriyasya—bagi seorang kesatria; na vidyate—tidak ada.
Lagi pula bertempur menegakkan kebenaran dengan
menyadari kewajiban masing-masing, engkau tidak boleh gentar, bagi kesatria
tidak ada kebahagiaan lebih besar dari pada berperang mengegakkan kebenaran. G.Pudja.
2.32
yadŗcchayā
copapannam svarga-dvāram
apāvŗtam
sukhinah kşatryāh pārtha labhate
yuddham īdŗśam
yadŗcchayā—dengan
sendirinya; ca—juga; upapannam—dicapai; svarga—dari planet-planet surga; dvāram—pintu; apāvŗtam—terbuka lebar; sukhinah—bahagia sekali; kşatryāh—para anggota golongan raja;
pārtha—wahai putra Pŗthā; labhate—mencapai; yuddham—perang; īdŗśam—seperti ini.
Wahai Pārtha, berbahagialah para kşatrya yang mendapat
kesempatan bertempur seperti itu tanpa mencarinya—kesempatan yang membuka pintu
gerbang planet-planet surga bagi mereka. (Prabu.Pād).
yadŗcchayā—Apa yang sesuai
dengan sifatnya; upapannam—tiba, datang;
svargadvāram—pintu surga; apāvŗtam—terbuka lebar; sukhinah—bahagai,
senang; labhate—peroleh;
yuddham—peperangan; īdŗśam—seperti ini.
Berbahagialah pahlawan yang sejati dapat kesempatan
untuk bertempur dalam hal seperti ini, O Arjuna, karena bagi mereka pintu surga
telah terbuka lebar. G.Pudja.
2.33
atha cet tvam imam
dharmyam sańgrāmam na
karişyati
tatah
sva-dharmam kīrtim ca
hitvā pāpam avāpsyasi
atha—karena itu; cet—kalau; tvam—engkau;
imam—ini; dharmyam—sebagai kewajiban
dharma;
sańgrāmam—pertempuran; na—tidak; karişyati—melakukan; tatah—kemudian; sva-dharmam—tugas kewajiban
dharmamu; kīrtim—kemasyuran; ca—juga;
hitvā—kehilangan; pāpam—reaksi dosa; avāpsyasi—akan memperoleh.
Akan tetapi, kalau engkau tidak melaksanakan kewajiban
dharma-mu, yaitu bertempur, engkau pasti akan menerima dosa akibat melalaikan
kewajibanmu, dan dengan demikian kemasyuranmu sebagai kesatria akan hilang. (Prabu.Pād).
atha—kemudian; cet—bila;
dharmyam—kewajiban; sańgrāmam—pertempuran; karişyati—akan melakukannya; tatah—akhirnya,
kemudian;
svadharmam kīrtim—kehormatan
atau kewajiban sendiri; hitvā—membuang, mengabaikan;
pāpam—berdosa, bersalah, menderita; avāpsyasi—akan memperoleh.
Akhirnya bila engkau tidak berperang, sebagaimana
kewajiban, dengan meninggalkan kewajiban dan kehormatanmu, maka penderitaanlah
yang akan kau peroleh. G.Pudja.
2.34
akīrtim
cāpi bhūtāni kathayişyanti te
‘vyayām
sambhāvitasya cākīrtir
maraņād atiricyate
akīrtim—nama buruk; ca—juga; api—terutama; bhūtāni—semua
orang; kathayişyanti—akan
membicarakan; te—engkau; avyayām—untuk selamanya; sambhāvitasya—bagi
orang yang terhormat; ca—juga; akīrtih—nama yang buruk; maraņāt—daripada kematian;
atiricyate—menjadi lebih daripada.
Orang akan selalu membicaraka engkau sebagai orang yang hina, dan bagi
orang yang terhormat, penghinaan lebih buruk daripada kematian. (Prabu.Pād).
akīrtim—tidak terhormat; ca api—dan
disamping itu; bhūtāni—seluruh makhluk;
kathayişyanti—akan mengatakan; te—engkau; avyayām—dari ketidak
kekalanmu, terus menerus; sambhāvitasya—seseorang yang telah
dihormati; akīrtir—tidak dipuji, tidak dihormati;
maraņād—daripada mati; atiricyate—lebih besar.
Semua mahkluk akan menyatakan nama burukmu terus
menerus dan bagi seorang yang telah terhormat; kehilangan kehormatan lebih
buruk daripada kematian. G.Pudja.
2.35
bhayād
raņād uparatam mamsyante
tvām mahā-rathāh
yeşām ca
tvam bahu-mato bhūtvā
yāsyasi lāghavam
bhayāt—karena takut; raņāt—dari medan perang; uparatam—dihentikan; mamsyante—mereka akan menganggap; tvām—engkau; mahā-rathāh—jendral-jendral
yang besar; yeşām—untuk mereka; ca—juga; tvam—engkau;
bahu-matah—dijunjung tinggi;
bhūtvā—sesudah menjadi; yāsyasi—engkau akan pergi; lāghavam—nilai berkurang.
Jendral-jendral besar yang sangat menghargai nama dan
kemasyuranmu akan menganggap engkau meninggalkan medan perang karena rasa takut saja, dan
dengan demikian mereka akan meremehkan engkau. (Prabu.Pād).
bhayād—dari ketakutan;
raņād—dari peperangan; uparatam—absten, tidak berbuat;
mamsyante—menganggap, meikirkan, mengira; mahā-rathāh—pahlawan perang
kereta yang besar; yeşām—di
antara mereka; bahu-mato—dihormati; bhūtvā—telah terjadi;
yāsyasi—engkau akan menjadi; lāghavam—akan diremehkan.
Para pahlawan kereta besar
akan menganggap engkau penecut karena lari dari pertempuran dan mereka yang
pernah mengagumi engkau engan penuh kehormatan akan merendahkan engkau dengan hinaan. G.Pudja.
2.36
avācya-vādāmś
ca bahūn vadişyanti
tavāhitāh
nindantas
tava sāmarthyam tato
duhkhataram nu kim
avācya—kurang baik; vādān—kata-kata yang dibuat; ca—juga; bahūn—banyak; vadişyanti—akan
berkata; tava—milik engkau; ahitāh—musuh-musuh; nindantas—sambil mengejek; tava—milik engkau; sāmarthyam—kesanggupan; tatah—daripada
itu; duhkha-taram—lebih menyakiti
hati;
nu—tentu saja; kim—ada
apa.
Musuh-musuhmu akan menjuluki engkau dengan banyak kata
yang tidak baik dan mengejek kesanggupanmu. Apa yang dapat lebih menyakiti
hatimu daripada itu? (Prabu.Pād).
avācyavādām—kata-kata
makian;
bahūn—banyak; vadişyanti—mereka akan mengatakan; tava—untukmu; ahitāh—lawan,
musuh; nindantas—menghina kekuatanmu; nu kim—adakah tidak demikian.
Mereka yang menentangmu akan melontarkan caci maki,
merendahkan kemampuanmu dengan menjelekkan dan menghina kemampuanmu, apakah
lebih sedih dari itu? G.Pudja.
2.37
hato vā prāpsyasi
svargam jitvā vā
bhokşyase mahīn
tasmād uttişţha
kaunteya yuddhāya kŗta-niścayah
hatah—dengan dibunuh; vā—atau; prāpsyasi—engkau mencapai; svargam—kerajaan
surga;
jitvā—dengan mengalahkan; vā—atau; bhokşyase—engkau menikmati; mahīn—dunia;
tasmāt—karena itu; uttişţha—bangun; kaunteya—wahai putra Kuntī;
yuddhāya—untuk bertempur; kŗta—bertabah
hati; niścayah—dalam kepastian.
Wahai putra Kuntī, engkau akan terbunuh di medan perang dan mencapai
planet-planet surga atau engkau akan menang dan menikmati kerajaan di dunia.
Karena itu, bangunanlah dan bertempur dengan ketabahan hati. (Prabu.Pād).
hato—dibunuh; vā—atau;
prāpsyasi—akan menang; svargam—surga; jitvā—menang;
bhokşyase—akan menikmati; mahīn—dunia. uttişţha—bangun,
bangkit; yuddhāya—untuk bertempur;
kŗta-niścayah—bulatkan pikiran, teguhkan hati.
Dengan kematian itu engkau memperoleh sorga atau kalau
menang, engkau akan menikmati kebahagiaan dunia. Oleh karena itu bangkitlah
Arjuna bulatkan tekad untuk berperang. G.Pudja.
2.38
sukha-dukhe
same kŗtvā lābhālābhau
jayājayau
tato yuddhāya
yujyasva naivam pāpam
avāpsyasi
sukha—suka; dhukhe—dan duka; same—dengan sikap yang sama; kŗtvā—dengan
melakukan demikian; lābha-alābhau—dalam
untung maupun rugi; jaya-ajayau—baik menang maupun kalah; tatah—sesudah itu; yuddhāya—demi pertempuran; yujyasva—menjadi
sibuk (bertempur) na—tidak pernah; evam—dengan cara demikian;
pāpam—rekasi dosa; avāpsyasi—engkau akan mendapatkan.
Bertempurlah demi pertempuran saja, tanpa
mempertimbangkan suka atau duka, rugi atau laba, menang atau kalah—dengan
demikian, engkau tidak akan pernah dipengaruhi oleh dosa. (Prabu.Pād).
sukha-dukhe—dalam suka dan
duka;
same—sama; kŗtvā—lakukan; lābhālābhau—untung rugi;
jayājayau—menang kalah; tato—kemudian; yujyasva—usahakan;
naivam—tidak demikian; pāpam—dosa, penderitaan;
avāpsyasi—akan peroleh.
Dengan mempersamakan suka dan duka, untung dan rugi,
menang dan kalah, siapkanlah dirimu untuk menghadapi perang itu, engkau
terhidar dari dosa. G.Pudja.
2.39
eşā te ‘bhihitā
sāńkhye buddhir yoge
tv imām śŗņu
buddhyā yukto
yayā pārtha karma-bandham prahāsyasi
eşā—semua ini; te—kepada engkau; abhihitā—diuraikan; sāńkhye—dengan memeplajari secara
analisis; buddhih—kecerdasan; yoge—dalam
pekerjaan tanpa mengharapkan hasil atau pahala; tu—tetapi; imām—ini; śŗņu—hanya
dengarlah; buddhyā—dengan kecerdasan; yuktah—digabungkan;
yayā—oleh itu; pārtha—wahai putra Pŗthā; karma-bandham—ikatan reaksi; prahāsyasi—engkau dapat dibebaskan dari.
Sampai sekarang Aku sudah menguraikan pengetahuan ini
kepadamu melalui pelajaran analisis. Sekarang, dengarlah penjelasan-Ku tentang
hal ini menurut cara bekerja tanpa mengharapkan hasil atau pahala. Wahai putra
Pŗthā, bila engkau bertindak dengan pengetahuan seperti itu engkau dapat
membebaskan diri dari ikatan pekerjaan. (Prabu.Pād).
eşā—ini; te—kepadamu; abhihitā—diajarkan;
sāńkhye—dalam filasafat Samkhya; buddhiryoge—kebijaksanaan dalam yoga; twimām—ini
sekarang;
śŗņu—dengar; buddhyā—dengan kecerdasan; yukto—dihubungkan; yayā—dengan
mana; karma-bandham—terikat
karma; prahāsyasi—yang engkau akan lepaskan.
Inilah ajaran Sańkhya yang telah diajarkan kepadamu
dan sekarang dengarkanlah ajaran Yoga. Bila engkau bersedia menerimanya, oh
Arjuna, engkau harus melepaskan diri
dari ikatan karma. G.Pudja.
2.40
nehābhikrama-nāśo ‘sti pratyavāyo
na vidyate
sv-alpam apy
asya dharmasya trāyate
mahato bhayāt
na—tidak ada; iha—dalam yoga ini; abhikrama—dalam berusaha; nāśah—kerugian; asti—ada; pratyavāyah—pengurangan; na—tidak
pernah;
vidyate—ada; su-alpam—sedikit; api—walaupun; asya—dari
ini;
dharmasya—pencaharian; trāyate—membebaskan; mahatah—dari yang besar
sekali; bhayāt—bahaya.
Dalam usaha ini tidak ada kerugian atau pengurangan,
dan sedikitpun kemajuan dalam menempuh jalan ini dapat melindungi seseorang
terhadap rasa takut yang paling berbahaya. (Prabu.Pād).
neha—tidak di sini; abhikramanāśo—usaha sia-sia, merugi; asti—ada;
pratyavāyo—hambatan; vidyate—terdapat,
terjadi; swalpamapyasya—bahkan sedikit, walaupun ini kecil;
dharmasya—dari aturan ini; trāyate—bebaskan; mahato—besar;
bhayāt—dari rasa takut.
Dalam hal ini tidak ada usaha sia-sia, dan juga tidak
ada rintangan yang tidak teratasi. Walau sedikit dari dharma ini, akan
membebaskan dari ketakutan yang besar. G.Pudja.
2.41
vyavasāyātmikā
buddhir ekeha kuru-nandana
bahu-śakhā hy
anantāś ca buddhayo ‘vyavasāyinām
vyavasāya-ātmikā—bertabah
hati dalam kesadaran Kŗśņa; buddhih—kecerdasan; eka—hanya satu; iha—di dunia ini;
kuru-nandana—wahai putra kesayangan para Kuru; bahu-śakhāh—mempunyai banyak cabang; hi—pasti;
anantāh—tidak terhingga; ca—juga;
buddhayah—kecerdasan; avyava-sāyinām—mengenai mereka yang
tidak sadar akan Kŗşņa.
Orang yang menempuh jalan ini bertabah hati dengan
mantap, dan tujuan mereka satu saja. Wahai putra kesayangan para Kuru,
kecerdasan orang yang tidak bertabah hati mempunyai banyak cabang. (Prabu.Pād).
vyavasāyātmikā—pikiran
yang bulat, berketetapan; buddhir
ekeha—memahami yang satu; kuru-nandana—kebahagiaannya Kuru; bahu-śakhā—banyak
cabang, dahan; hi—sesungguhnya; ananta—tidak
habis-habisnya; buddhayo—pengertian; avyavasāyinām—yang tidak
habis-habisnya, tidak terpecahkan, tidak teguh.
O Berbahagialah Arjuna, bahwa sesungguhnya pikiran
yang bulat, pemahaman itu satu; tetapi yang bercabang-cabang dan tiada
habis-habisnya, adalah karena ketidak tahuan. G.Pudja.
2.42-43
yām imām puşpitām
vācam pravadanty avipaścitah
veda-vāda-ratāh
pārtha nānyad astīti
vādinah
kāmātmānah
svarga-parā
janma-karma-phala-pradām
kriyā-viśeşa-bahulām bhogaiśvarya-gatim prati
yām imām—semua ini; puşpitām—seperti bunga;
vācam—kata-kata; pravadanti—berkatan; avipaścitah—orang yang kekurangan
pengetahuan; veda-vāda-ratāh—orang
yang dianggap pengikut veda; pārtha—wahai putra Pŗthā; na—tidak pernah; anyat—sesuatu yang lain; asti—ada;
iti—demikian; vādinah—para pendukung; kāma-ātmānah—menginginkan
kepuasan indria; svarga-parāh—bertujuan
untuk mencapai planet-planet surga;
janma-karma-phala-pradām—mengakibatkan kelahiran dalam keadaan yang baik
dan reaksi-reaksi lain yang berupa hasil atau pahala; kriyā-viśeşa—upacara-upacara yang bersifat ritual; bahulām—berbagai; bhoga—dalam kenikmatan indria-indria; aiśvarya—dan kekayaan; gatim—kemajuan;
prati—menuju.
Orang yang kekurangan pengetahuan sangat terikat pada
kata-kata kiasan dari Veda, yang menganjurkan berbagai kegiatan yang
dimaksudkan untuk membuahkan pahala agar dapat naik tingkat sampai
planet-planet surga, kelahiran yang baik sebagai hasilnya, kekuatan dan
sebagainya. Mereka menginginkan kepuasan indria-indria dan kehidupan yang
mewah, sehingga mereka mengatakan bahwa tiada sesuatupun yang lebih tinggi dari
ini, wahai putra Pŗthā. (Prabu.Pād).
yām—mereka; imām—ini;
puşpitām—berkembang; vācam—kata-kata; pravadanty—diucapkan; avipaścitah—oleh
yang tidak bijaksana; vedavādaratāh—yang senang dalam ajaran
Weda;
nānyadastīti—tidak lain di sana;
vādinah—mereka katakan.
kāmātmānah—yang jiwanya
penuh dengan keinginan; svargaparā—surga sebagai tertinggi;
janma—lahir; pradām—memberi; kriyāviśeşa-bahulām—upacara
yadnya itu beraneka ragam dan banyak; bhoga—kenikmatan; iśvarya—kekuatan; gatim—mengantar,
pergi;
prati—menuju.
Sesungguhnya orang-orang yang tidak bijaksana
mengucapkan kata-kata kembangan yang
kesukaannya hanya pada apa yang
tersurat dalam Weda. O Arjuna, tidak lain ucapan
mereka adalah ini. G.Pudja.
Mereka pikirannya penuh dengan ingin kesenangan sorgalah sebagai tujuannya, inkarnasi sebagai karmapalanya; melakukan
upacara-upacara yang aneka ragam dan banyak itu, dapat mengantar kearah
kebahagiaan dan kekuatan. G.Pudja.
2.44
bhogaiśvarya-prasaktānām tayāpahŗtta-cetasām
vyavasāyātmikā buddhih
samādhau na vidhīyate
bhoga—kepada kenikmatan
material; aiśvarya—dan kekayaan; prasaktānām—untuk orang yang terikat; tayā—oleh hal-hal seperti itu; pahŗtta-cetasām—bingung dalam
pikiran; vyavasāya-ātmikā—mantap
dalam ketabahan hati; buddhih—bhakti
kepada Tuhan Yang Mahaesa; samādhau—dalam
pikiran yang terkendali; na—tidak pernah; vidhīyate—terjadi.
Ketabahan hati yang mantap untuk ber-bhakti kepada
Tuhan Yang Mahaesa tidak pernah timbul di dalam pikiran orang yang terlalu
terikat pada kenikmatan indria-indria dan kekayaan material. (Prabu.Pād).
prasaktānām—terikat,
tergantung; tayā—oleh ini; pahŗtta—membawa;
cetasa—pikiran; vyavasāyātmikā—pikiran yang tidak terpusatkan;
buddhih—pengertian; samādhau—untuk Samadhi;
vidhīyate—pantas.
Orang yang kiranya terpengaruhi oleh keinginan akan
kenikmatan dan kekuasaan, pikirannya
tidak akan terputusakan, tidak patut untuk semadi. G.Pudja.
2.45
trai-guņya-vişayā
vedā nistrai-gunyo bhavārjuna
nirdvandvo nitya-sattva-stho niryoga-kşema ātmavān
trai-guņya—menyangkut tiga
sifat alam material; vişayāh—tentang
mata pelajaran; vedāh—Kesusastraan Veda; nistrai-gunyah—melampaui tiga sifat
alam material; bhava—menjadi; arjuna—wahai Arjuna; nirdvandvah—tanpa hal-hal yang relatif; nitya-sattva-sthah—dalam kehidupan
rohani yang murni; niryoga-kşemah—bebas
dari ide-ide untuk memperoleh keuntungan dan perlindungan; ātma-vān—mantap dalam sang diri.
Veda sebagian besar menyangkut tiga sifat alam. Wahai
Arjuna, lampauilah tiga sifat alam itu. Bebaskanlah dirimu dari segala hal yang
relatif dan segala kecemasan untuk keuntungan dan keselamatan dan jadilah
mantap dalam sang diri. (Prabu.Pād).
traiguņa—(sattwa-Rajah-Tamah)
adalah sifat pada setiap unsur (Bhūta); vişayā—terdiri;
nistraigunya—bebas dari Triguna; nirdvandvo—tidak terikat aka sifat dualisme; nitya-sattva-stho—selalu
berpegang pada kebenaran; niryoga-kşema—bebas dari keterikatan
duniawi; ātmavān—memiliki Atmawan, bersatu dengan
Atman.
Weda menguraikan tentang Triguņa, Arjuna, bebaskan
dirimu dari padanya. Bebaskan diri dari dualisme, pusatkan pikiranmu kepda
kebenaran, lepaskan dirimu dari duniawi, bersatu dengan Atman. G.Pudja.
2.46
yāvān
artha udapāne sarvatah
samplutodake
tāvān sarveşu
vedeşu brāhmaņasya vijānatah
yāvān—semua itu; artha—dimaksudkan; uda-pāne—di dalam kolam
air; sarvatah—dalam segala hal; sampluta-udake—di dalam kolam air yang
besar; tāvān—seperti itu;
sarveşu—dalam semua; vedeşu—kesusastraan
Veda; brāhmaņasya—dari orang yang
mengenal Brahman Yang Paling Utama; vijānatah—orang yang memiliki pengetahuan
yang lengkap.
Segala tujuan yang dipenuhi oleh sumur yang kecil
dapat segera dipenuhi oleh sumber air yang besar, Begitu pula, segala tujuan
Veda dapat segera dipenuhi bagi orang yang mengetahui maksud dasar Veda itu. (Prabu.Pād).
yāvān—sebagai misal;
artha—tujuan, penggunaan; udapāne—kolam; sarvatah—disekitarnya; samplutodaka—digenangi
air; tāvān—demikian
pula dalam; sarveşu—semua; vedeşu—di dalam Weda;
brāhmaņasya—bagi seorang Brahmana; vijānatah—untuk
kebijaksanaan.
Sebagai halnya sebuah kolam didaeah banjir yang
digenangi air di mana-mana, demikian pula kitab suci Weda, bagi Brahmana yang
arif bijaksana. G.Pudja.
2.47
karmaņy
evādhikāras te mā
phaleşu kadācana
mā karma-phala-hetur bhūr
mā te sańgo
‘stv akarmaņi
karmaņi—dalam tugas-tugas
kewajiban yang telah ditetapkan; eva—pasti; adhikārah—benar;
te—dari engkau; mā—tidak pernah; phaleşu—dalam hasil; kadācana—pada suatu waktu; mā—jangan; karma-phala—dalam hasil
dari pekerjaan; hetuh—sebab; bhūh—menjadi; mā—jangan; te—dari engkau; sańgah—ikatan; astu—seharusnya;
akarmaņi—dalam kebiasaan tidak melakukan tugas-tugas yang telah
ditetapkan.
Engkau berhak melakukan tugas kewajibanmu yang telah
ditetapkan, tetapi engkau tidak berhak atas hasil perbuatan. Jangan
memanganggap dirimu penyebab hasil kegiatanmu, dan jangan terikat pada
kebiasaan tidak melakukan kewajibanmu. (Prabu.Pād).
karmani—dalam berkarma; eva—hanya; adhikāraste—kewajibanmu;
mā—tidak;
phaleşu—dalam hasil; kadācana—jangan sekali-kali; hetu—sebab; bhūrma—motif; sańgo—keterikatan; astw—menjadi;
akarmani—tidak kerja.
Hanya berbuat untuk kewajibanmu, tidak hasil perbuatan
itu (yang kau pikirakan), jangan sekali-kali pahala jadi motifmu dalam bekerja,
jangan pula hanya berdiam diri. G.Pudja.
2.48
yoga-sthah kuru
karmāni sańgam tyaktvā
dhanañjaya
siddhy-asiddhyoh samo bhūtvā
samattvam yoga ucyate
yoga-sthah—mantap secara
seimbang;
kuru—melakukan; karmāni—tugas-tugas
kewajibanmu; sańgam—ikatan; tyaktvā—meninggalkan;
dhanañjaya—wahai Arjuna; siddhy-asiddhyoh—dalam
sukses dan kegagalan; samah—mantap; bhūtvā—menjadi; samattvam—sikap seimbang; yoga—yoga;
ucyate—disebut.
Wahai Arjuna, lakukanlah kewajibanmu dengan sikap
seimbang, lepaskanlah segala ikatan terhadap sukses maupun kegagalan. Sikap
seimbang seperti itu disebut yoga. (Prabu.Pād).
yogasthah—tetap dalam
yoga, teguh; kuru—lakukan; karmāni—perbuatan;
sańgam—keterikatan; tyaktvā—tinggkan; dhanañjaya—Arjuna; siddhyasiddhyoh—berhasil-gagal; bhūtvā—menjadi; samattvam—seimbang, sifat
sama;
yoga—yoga; ucyate—disebut.
Pusatkan pikiranmu pada kerja tanpa menghiraukan
akibatnya, Dananjaya tegaklah pada Yoga baik dalm sukses maupun kegagalan,
sebab keseimbangan jiwa itulah yang disebut yoga. G.Pudja.
2.49
dūrena hy avarm
karma buddhi-yogād dhanañjaya
buddhau śaraņam
anviccha kŗpaņāh phala-hetavah
dūrena—membuang itu
jauh-jauh; hi—pasti;
avarm—jijik; karma—kegiatan;
buddhi-yogāt—berdasarkan kekuatan kesadaran Kŗśņa; dhanañjaya—wahai perebut kekayaan; buddhau—dengan kesadaran seperti itu; śaraņam—penyerahan diri sepenuhnya; anviccha—usahalah untuk; kŗpaņāh—orang pelit;
phala-hetavah—orang yang menginginkan hasil atau pahala.
Wahai Danañjaya, jauhilah segala kegiatan yang jijik
melalui bhakti dan dengan kesadaran seperti itu serahkanlah dirimu kepada Tuhan
Yang Mahaesa. Orang yang ingin menikmati hasil dari pekerjaannya adalah orang
yang pelit. (Prabu.Pād).
dūrena—jauh; hi—sesungguhnya;
avarm—rendah, hina; buddhi—intelek; yogād—dari yoga;
buddhau—dalam intelek;
śaraņam—jalan, perhitungan; anviccha—pencari; kŗpaņāh—menyedihkan; phalahetavah—pahala
sebagai motif.
Sesungguhnya karma jauh lebih rendah dari pada
disiplin akal budi, O Arjuna, karena itu berlindunglah pada Yang Maha Tahu.
Sangat menyedihkan halnya ia yang hanya mengharap pahala dari kerja sebagai
motifnya. G.Pudja.
2.50
buddhi-yukto
jahātīha ubhe sukŗta-duşkŗte
tasmād yogāya
yujyasva yogah karmasu
kauśalam
buddhi-yuktah—orang yang
tekun dalam bhakti; jahāti—dapat menghilangkan; iha—dalam hidup ini; ubhe—kedua-duanya;
sakŗta-duşkŗte—perbuatan yang baik dan buruk; tasmāt—karena itu; yogāya—demi
bhakti;
yujyasva—menjadi sibuk seperti itu; yogah—kesadaran Kŗşņa;
karmasu—dalam segala kegiatan; kauśalam—ilmu.
Orang yang menekuni bhakti membebaskan dirinya dari
perbuatan yang baik dan buruk bahkan dalam kehidupan ini pun. Karena itu
berusahalah untuk yoga, ilmu segala pekerjaan. (Prabu.Pād).
buddhi—akal-budi,
kepandaian; yukto—terikat,
terkendali; jahāti—meninggalkan; ha—ia; ubhe—kedua-duanya; sukŗta—perbuatan baik; duşkŗte—perbuatan
tidak baik; yogāya—untuk yoga; yujyaswa—laksanakan olehmu;
karmasu—dalam tingkah laku; kauśalam—akhli, pandai.
Orang yang terikat oleh Budhinya bebas dari perbuatan
baik dan keji. Karena itu laksanakan yoga itu sebab dengan yogalah orang akhli
dalam kerja. G.Pudja.
2.51
karma-jam
buddhi-yuktā hi phalam
tyaktā manīşinah
janma-bandha-vinirmuktāh padam
gacchanty anāmayam
karma-jam—oleh karena
kegiatan yang dimaksudkan untuk membuahkan hasil; buddhi-yuktāh—dengan menekuni bhakti; hi—pasti;
phalam—hasil; tyaktā—meninggalkan; manīşinah—resi-resi yang
mulia atau penyembah-penyembah; janma-bandha—dari
iktan kelahiran dan kematian; vinirmuktāh—sudah
mencapai pembebasan; padam—kedudukan;
gacchanti—mereka mencapai; anāmayam—tanpa kesengsaraan.
Dengan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Mahaesa
seperti itu, resi-resi yang mulia dan penyembah-penyembah membebaskan diri dari
hasil pekerjaan di dunia material. Dengan cara demikian mereka dibebaskan dari
perputaran kelahiran dan kematian dan mencapai keadaan di luar segala kesengsaraan
(dengan kembali kepada Tuhan Yang Mahaesa). (Prabu.Pād).
karmajam—lahir dari karma;
buddhiyuktam—terkendali oleh kebijaksanaan. tyaktā—membuang; manīşinah—orang arif bijaksana; janmabandha—orang
yang lahirnya terbelenggu; vinirmuktah—bebas; padam—pada kedudukan,
tempat.
gacchanti—pergi; anāmayam—di
mana tidak terdapat penderitaan.
Bagi orang yang bijaksana, yang pikirannya bersatu
dengan Yang Maha Tahu, tidak mendapatkan hasil dari perbuatannya (sebagai
motif), akan tetapi kebebasan dari keterikatan karma dan mencapai tempat di
mana tidak ada penderitaan.
G.Pudja.
2.52
yadā te moha-kalilam buddhir
vyatitarişyati
tadā gantāsi
nirvedam śrotavyasya śrutasya
ca
yadā—apabila; te—milik
engkau;
moha—dari khayalan; kalilam—hutan
yang lebat; buddhih—pengabdian rohani dengan
kecerdasan; vyatitarişyati—melampaui; tadā—pada waktu istu;
gantā asi—engkau akan pergi; nirvedam—sikap acuh; śrotavyasya—terhadap segala sesuatu yang akan didengar;
śrutasya—terhadap segala sesuatu yang sudah didengar; ca—juga.
Bila kecerdasanmu sudah keluar dari hutan khayalan
yang lebat, engkau akan acuh terhadap segala sesuatu yang sudah didengar dan
segala sesuatu yang akan didengar. (Prabu.Pād).
yadā—bila; mohakalilam—terbebas dari kebingungan;
vyatitarişyati—akan menyeberang, melewati; tadā—kemudian;
gantāsi—engkau akan pergi; nirvedam—bersikap netral;
śrotavyasya—terhadap apa yang akan didengar; śrutasya—apa yang didengar.
Apabila pikiran telah dibebaskan dari kebingunan,
akhirnya engkau akan bersikap netral pada apa yang engkau dengar dan apa yang
engkau akan dengar. G.Pudja.
2.53
śruti-vipratipannā
te yadā sthāsyati
niścalā
samādhāv acalā
buddhis tadā yogam
avāpsyasi
śruti—dari wahyu Veda; vipratipannā—tanpa dipengaruhi oleh hasil
atau pahala yang diharapkan; te—milikmu; yadā—apabila; sthāsyati—tetap; niścalā—tidak bergerak; samādhāv—dalam
kesadaran rohani, ataun kesadaran Kŗşņa;
acalā—tidak bergerak; buddhih—kecerdasan;
tadā—pada waktu itu; yogam—keinsafan
diri;
avāpsyasi—engkau akan mencapai.
Bila pikiranmu tidak goyah lagi karena bahasa kiasan Veda, dan bila pikiranmu mantap dalam
keinsafan diri, maka engkau sudah mencapai kesadaran rohani. (Prabu.Pād).
śruti—Catur Weda, termasuk
Brahmana dan Aranyaka; vipra—orang
bijaksana; pratipanna—membingungkan; yadā—kalau;
sthāsyati—akan berdiam; niścalā—tidak tergoyahkan; samādhāvacalā—dalam semadi yang tidak
berobah;
buddhi—kebijaksanaan; tadā—kemudian; yogam—yoga, hubungan;
avāpsyasi—akan memperoleh.
Bila pikiranmu yang dibingungkan oleh Weda tidak akan
tergoyahkan lai dan tetap dalam semadi, kemudian akhirnya engkau akan mencapai
yoga. G.Pudja.
2.54
arjuna uvāca
sthita-prajñasya kā bhāşā samādhi-sthasya keśava
sthita-prajñasya kā bhāşā samādhi-sthasya keśava
sthita-dhīh kim
prabhāşeta kim āsīta
vrajeta kim
sthita-prajñasya—milik orang
yang mantap dalam kesadaran Kŗşņa yang tetap; kā—apa; bhāşā—bahasa; samādhi-sthasya—milik orang yang mantap dalam semadi; keśava—O Kŗşņa;
sthita-dhīh—orang yang
mantap dalam kesadaran Kŗşņa; kim—apa; prabhāşeta—berbicara; kim—bagaimana;
āsīta—tetap tidak bergerak; vrajeta—berjalan; kim—bagaimana.
Arjuna
berkata: O Kŗşņa, bagaimana ciri-ciri orang yang kesadarannya sudah khusuk
dalam kerohanian seperti itu? Bagaimana cara bicaranya dan bagaimana bahasanya?
Bagaimana ia duduk dan bagaimana ia berjalan? (Prabu.Pād).
sthitaprajñasya—dengan
mantapnya dalam kebijaksanaan; kā—apa; bhāşā—tanda;
samādhisthasya—seseorang yang tetap dalam samadhi; sthitadhīh—orang yang mantap
pikirannya; kim—bagaimana; prabhāşeta—mengatakan; kim āsīta—bagaiman ia duduk;
vrajeta—berjalan.
Arjuna berkata; “O Kŗşņa, apakah caranya orang mantap
kearifannya dan teguh imannya dalam samadi? Bagaimana pula cara orang yang
bijaksana berbicara? Bagaimana caranya duduk? Bagaimana caranya berjalan?” G.Pudja.
2.55
śrī-bhagavān uvāca
prajahāti yadā kāmān sarvān pārtha mano-gatān
prajahāti yadā kāmān sarvān pārtha mano-gatān
ātmany evātmanā tuşţah
sthita-prajñas tadocyate
prajahāti—meninggalkan; yadā—apabila;
kāmān—keinginan untuk kepuasan indria-indria; sarvān—segala jenis;
pārtha—wahai putra Pŗthā; manah-gatān—dari tafsiran pikiran; ātmani—keadaan murni sang roh; eva—pasti; ātmanā—oleh pikiran yang sudah disucikan; tuşţah—puas; sthita-prajñah—mantap secara rohani; tada—pada waktu itu; ucyate—dikatakan.
Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa bersabda; O Pārtha,
bila seseorang meninggalkan segala keinginan untuk kepuasan indria-indria, yang
muncul dari tafsiran pikirannya, dan bila pikirannya yang sudah disucikan
dengan cara seperti itu hanya puas dalam sang diri, dikatakan ia sudah berada dalam
kesadaran rohani yang murni.
(Prabu.Pād).
prajahāti—membuang,
meninggalkan; yadā—kalau; kāmān—keinginan; manogatān—masuk dalam pikiran; ātmanyeva—diri
sendiri saja, Atman itu juga; ātmanā—oleh pikiran, oleh Atman;
tuşţah—memuaskan; prajña—kearifan; tada ucyate—demikian
disebutkan.
Sri
Bagawan bersabda:
“O Arjuna, jika seseorang dapat melenyapkan segala
karma, yang masuk dalam pikirannya dan hanya puas dalam kepada Atman maka ia
yang disebut orang bijaksana.” G.Pudja.
2.56
duhkheşv
anudvigna-manāh sukheşu vigata-spŗhah
vīta-rāga-bhaya-krodhah sthita-dhīr munir
ucyate
duhkheşu—dalam tiga jenis
kesengsaraan; anudvigna-manāh—tanpa digoyahkan dalam
pikiran;
suhkeşu—di dalam suka; vigata-spŗhah—tanpa merasa tertarik; vīta—bebas dari; rāga—ikatan; bhaya—rasa
takut; krodhah—dan marah;
sthita-dhīh—yang mantap dalam pikirannya; munir—resi;
ucyate—disebut.
Orang yang pikirannya tidak goyah bahkan
ditengah-tengah tiga jenis kesengsaraan, tidak gembira pada waktu ada
kebahagiaan, dan bebas dari ikatan, rasa takut dan marah, disebut resi yang
mantap dalam pikirannya. (Prabu.Pād).
duhkhesw—dalam penderitan;
anudvigna-manāh—pikiran tidak terganggu; sukhesu—dalam kesenangan;
vigata-sprihah—tidak ada kerinduan;
vīta—bebas; rāga—rasa cinta, kesenangan; bhaya—takut; krodha—marah;
sthita-dhīr—pikiran tetap; muni—pendita, orang suci.
Orang yang tidak sedih dikala duka tidak kegirangan
dikala bahagia bebas dari nafsu, takut dan amarah ia disebut orang suci.
2.57
yah sarvatrānabhisnehas tat
tat prāpya śubhāśubham
nābhinandati na
dveşti tasya prajñā
pratişţhitā
yah—orang yang; sarvatra—di mana-mana; anabhisnehah—tanpa rasa kasih sayang; tat—itu; tat—itu;
prāpya—mencapai; śubha—baik; aśubham—hal-hal yang buruk; na—tidak
pernah; abhinandati—memuji; na—tidak
pernah; dveşti—iri hati; tasya—milik dia; prajñā—pengetahuan sempurna;
pratişţhitā—mantap.
Di dunia material, orang yang tidak dipengaruhi oleh
hal yang baik dan hal yang buruk yang diperolehnya, dan tidak memuji maupun mengejeknya,
sudah mantap dengan teguh dalam pengetahuan yang sempurna. (Prabu.Pād).
yah—ia yang; sarvatrā—di mana-mana; nabhisneha—tidak
mempunyai keterikatan; tat-tat
prāpya—bila mendapatkan itu-itu; śubhāśubha—baik buruk; na—tidak; bhinandati—bersenang; dveşti—benci; tasya—ada padanya;
prajñā—kebijaksanaan; pratişţhitā—ada dengan mantap.
Ia yang tidak mempunyai keterikatan di mana saja bila
mendapat sesuatu yang baik atau buruk tidak akan ada rasa senang atau benci
padanya, sesungguhnya ia adalah orang yang arif bijaksana yang telah memiliki
kemantapan. G.Pudja.
2.58
yadā
samharate cāyam kūrmo ‘ńgānīva sarvaśah
indriyāņīndriyārthebhyas tasya
prajña pratişţhitā
yadā—apabila;
samharate—menarik; ca—juga; ayam—dia; kūrmah—kura-kura; ańgāni—anggota badan; iva—ibarat;
sarvaśah—bersama-sama; indriyāņi—indria-indria;
indriya-arthebhyah—dari obyek-obyek
indria;
tasya—milik dia; prajña—kesadaran; pratişţhitā—mantap.
Orang yang dapat menarik indria-indrianya dari
obyek-obyek indria,bagaikan kura-kura yang menarik kakinya ke dalam rumahnya,
mantap dengan teguh dalam kesadaran yang sempurna. (Prabu.Pād).
yadā—kalau;
samharate—menarik; cāyam—dan ia punya; kūrmo ‘ńgānīva—sebagai
anggota badan kura-kura; sarvaśah—dari segala sisi; indriyāni—panca
indria; indriyārthebhyastasya—segala obyek benda jasmani.
Ibarat penyu menarik kaki kedalam tubuhnya demikian ia
menarik semua pancainderanya dari segenap obyek keinginannya, ia yang arif
bijaksana dalam keseimbangan.
G.Pudja.
2.59
vişayā vinivartante nirāhārasya
dehinah
rasa-varjam raso
‘py asya param
dŗştvā nivartante
vişayāh—obyek-obyek
kenikmatan indria; vinivartante—dilatih
untuk dihindarkan; nirāhārasya—dengan peraturan yang
negatif;
dehinah—untuk dia yang berada di dalam badan; rasa-varjam—meninggalkan rasa; rasah—rasa kenikmatan; api—walaupun ada; asya—milik dia; param—hal-hal
yang jauh lebih tinggi; dŗştvā—dengan mengalami;
nivartante—dia berhenti dari.
Barangkali kepuasan indria-indria sang roh yang berada
dalam badan dibatasi, walaupun keinginan terhadap obyek-obyek indria tetap ada.
Tetapi bila ia mengentikan kesibukan seperti itu dengan mengalami rasa yang
lebih tinggi, kesadarannya menjadi mantap. (Prabu.Pād).
vişayā—benda, obyek
indria;
vinivartante—jauhkan, buang jauh; nirāhārasya—yang mengekang diri dari
makanan-makanan; dehinah—dari raga jiwa; rasavarjam—rasa
kerinduan; rasa api asya—dan dari kerinduan inipun;
param—tertinggi; dŗştvā—setelah melihat; nivartante—mengenyahkan;
membuang jauh-jauh.
Semua benda jasmani akan dicampakkan dari badan
rohani, dan seleranya inipun akan lenyap bila Yang Maha Tahu menampakkan
diri-Nya. Ibarat penyu menarik kaki kedalam tubuhnya demikian ia menarik semua
pancainderanya dari segenap obyek keinginannya, ia yang arif bijaksana dalam
keseimbangan. G.Pudja.
2.60
yatato hy api
kaunteya puraşasya vipaścitah
indriyāņi pramāthīni
haranti prasabham manah
yatatah—sambil berusaha; hi—pasti; api—walaupun;
kaunteya—wahai putra Kuntī; puraşasya—milik seorang manusia;
vipaścitah—penuh pengetahuan untuk membedakan antara yang baik dan
yang buruk; indriyāņi—indria-indria;
pramāthīni—menggoyahkan; haranti—membuang; prasabham—dengan kekuatan; manah—pikiran.
Wahai Arjuna, alangkah kuat dan bergeloranya indria-indria
sehingga pikiran orang bijaksana yang sedang berusaha untuk mengendalikan
indria-indrianya pun dibawa lari dengan paksa oleh indria-indria itu. (Prabu.Pād).
yatato—walaupun;
hyapi—walaupun; puraşasya—dari orang;
vipaścitah—berusaha; indriyāni—alat
perasa panca indria; pramāthīni—liar, mendorong;
haranti—membawa, menyeret; prasabham—dengan kekuatan.
Walaupun seorang yang budiman telah berusaha sekuat
tenaga, O Arjuna, panca inderanya yang liar akan menyeret pikirannya dengan
kuat. G.Pudja.
2.61
tāni
sarvāņi samyamya yukta
āsīta mat-parah
vaśe hi
yasyendriyāņi tasya prajñā
pratişţhitā
tāni—indria-indrai itu;
sarvāņi—semua; samyamya—menjaga dibawah pengendalian;
yuktah—sibuk; āsīta—harus mantap; mat-parah—sehubungan
dengan-Ku; vaśe—menaklukkan
sepenuhnya; hi—pasti; yasya—orang yang; indriyāņi—indria-indria; tasya—milik dia; prajñā—kesadaran; pratişţhitā—mantap.
Orang yang mengekang dan mengendalikan indria-indria
sepenuhnya dan memusatkan kesadarannya sepenuhnya kepada-Ku, dikenal sebagai
orang yang mepunyai kecerdasan yang mantap. (Prabu.Pād).
tāni—ini;
sarvāni—semua; samyamya—setelah dapat menguasai;
yukta—tetap pada; āsīta—bakti; mat-parah—tetap
kepada-Ku; vaśe—menguasai; yasyendryiāni—yang panca indranya;
prajñā—kearifan; pratisthitā—teguh, seimbang.
Setelah dapat menguasai semua ini ia harus duduk
memusatkan pikiran pada-Ku, sebab yang dapat mengendalikan panca inderanya
dinamakan memiliki kebijaksanaan yang tetap. G.Pudja.
2.62
dhyāyato
vişayān pumsah sańgas
teşūpajāyate
sańgāt sañjāyate
kāmah kāmāt krodho ‘bhijāyate
dhyāyatah—sambil
merenungkan; vişayān—obyek-obyek indria; pumsah—mengenai seseorang; sańgah—ikatan; teşu—dalam obyek-obyek
indria; upajāyate—berkembang; sańgāt—dari ikatan; sañjāyate—berkembang;
kāmah—keinginan; kāmāt—dari ikatan; krodhah—amarah; abhijāyate—terwujud.
Selama seseorang merenungkan obyek-obyek indria,
ikatan terhadap obyek-obyek indria itu berkembang. Dari ikatan seperti itu
berkembanglah hawa nafsu, dan dari nafsu timbulah amarah. (Prabu.Pād).
dhyāyato—memikirkan pada;
vişayān—pada obyek; pumsah—benda duniawi, manusia; sańgas—keterikatan; teşu—pada mereka; upajāyate—ditimbulkan,
dilahirkan; sańgāt sañjāyate—keterikatan
ditimbulkan; kāmāt—dari keinginan;
krodho—kemarahan; abhijāyate—dilahirkan.
Dengan memikirkan benda jasmani maka orang akan
terbelenggu padanya; dari padanya lahir keinginan, dan dari keinginan ini
timbul amarah. G.Pudja.
2.63
krodhād
bhavati sammohāh sammohāt
smŗti-vibhramah
smŗti-bhramśād buddhi-naśo
buddhi-nāśāt praņaśyati
krodhāt—dari amarah;
bhavati—terjadi; sammohāh—khayalan yang sempurna;
sammohāt—dari khayalan; smŗti—mengenai
ingatan; vibhramah—kebingunan; smŗti-bhramśād—sesudah ingatan
dibingungkan; buddhi-naśah—kehilangan kecerdasan;
buddhi-nāśāt—dan dari kehilangannya kecerdasan; praņaśyati—seseorang jatuh.
Dari amarah, timbulah khayalan yang lengkap, dan
khayalan menyebabkan ingatan bingung. Bila ingatan bingung, kecerdasan hilang,
bila kecerdasan hilang seseorang jatuh lagi ke dalam lautan material. (Prabu.Pād).
krodhād—dari amarah;
bhavati—menjadi, timbul; sammohāh—kebingungan; sammohāt—dari
kebingungan; smŗti-vibhramah—hilang ingatan;
smŗti-bhramśād—dari hilangnya
ingatan;
buddhi-naśo—hancur pikiran; buddhi-nāśāt—dari hancurnya pikiran; praņaśyati—ia
hancur.
Dari amarah timbul kebingungan, dari kebingungan
hilang ingatan, dari hilang ingatan menghancurkan fikiran, dari kehancuran
fikiran ia musnah. G.Pudja.
2.64
rāga-dveşa-vimuktais
tu vişayān indriyaiś
caran
ātma-vaśyair vidheyātmā
prasādam adhigacchati
rāga—ikatan; dveşa—dan ketidakterikatan; vimuktaih—oleh orang yang sudah bebas
dari; tu—tetapi; vişayān—obyek-obyek indria; indriyaih—oleh indria-indria;
caran—bertindak terhadap; ātma-vaśyaih—di
bawah pengendalian seseorang; vidheya-ātmā—orang
yang mengikuti kebebasan yang teratur; prasādam—karunia Tuhan;
adhigacchati—mencapai.
Tetapi orang yang bebas dari segala ikatan dan rasa
tidak suka serta sanggup mengendalikan indria-indria melalui prinsip-prinsip
kebebasan yang teratur dapa memperoleh karunia sepenuhnya dari Tuhan. (Prabu.Pād).
rāga—kecintaan; dveşa—kebencian; vimuktais—penguasaan,
tidak berhubungan; tu—sesungguhnya; vişayān—benda obyek;
indriyair—dari indriya; caran—bergerak, pergi, hidup; ātmavaśyair—dengan
pengendalian diri; vidheyātmā—damai, kenikmatan;
adhigacchati—ia memperoleh, mendapatkan.
Sesungguhnya ia yang hidup di tengah-tengah benda
duniawi dengan tetap menguasai pikiran dari suka dan benci dengan menguasai
diri, dengan dikendalikannya diri itu mencapai kedamaian dalam jiwanya. G.Pudja.
2.65
prasāde
sarva-duhkhānām hānir asyopajāyate
prasanna-cetaso hy
āśu buddhih paryavatişţhate
prasāde—dengan memperoleh
karunia Tuhan yang tidada sebabnya; sarva—dari
semua; duhkhānām—kesengsaraan
material;
hānih—kehancuran; asya—milik dia; upajāyate—terjadi; prasanna-cetasah—dari
orang yang berbahagia dalam pikirannya; hi-pasti; āśu—dalam waktu yang dekat
sekali;
buddhih—kecerdasan; pari—secukupnya; avatişţhate—manjadi mantap.
Tiga jenis kesengsaraan kehidupan material tidak ada
lagi pada orang yang puas seperti puas seperti itu (dalam kesadaran Kŗşņa):
dengan kesadaran yang puas seperti itu, kecerdasan seseorang mantap dalam waktu
singkat. (Prabu.Pād).
prasāde—dalam kedamaian
itu;
sarva-duhkhānām—semua penderitaan; hānir—sirna; asya—dari (gen); pajāyate—ditimbulkan,
dihasilkan; prasanna—damai; cetaso—pikiran;
hy āśu—sesungguhnya, segera;
buddhih—bijaksana; paryawatisthati—menjadi teguh.
Dan dalam jiwa yang tenang, akan lenyapnya segala
penderitaan, karena fikiran orang bijaksana yang tenang itu, akan menjadi
teguh. G.Pudja.
2.66
nāsti
buddhir ayuktasya na cāyuktasya bhāvanā
na cābhāvayatah
śāntir aśantasya kutah
sukham
na-asti—tidak mungkin ada;
buddhihkecerdasan rohani; ayuktasya—milik
orang yang tidak mempunyai hubungan (dengan kesadaran Kŗşņa); na—tidak; ca—dan;
ayuktasya—milik orang yang
kekurangan kesadaran Kŗşņa; bhāvanā—pikiran mantap (dalam kebahagiaan);
na—tidak; ca—dan; abhāvayatah—mengenai orang yang tidak
mantap; śāntih—kedamaian;
aśantasya—milik orang yang tidak damai; kutah—mana ada;
sukham—kebahagiaan.
Orang yang tidak mampunyai hubungan dengan Yang
Mahaesa (dalam kesadaran Kŗşņa) tidak mungkin memiliki kecerdasan rohani maupun
pikiran yang mantap. Tanpa kecerdasan rohani dan pikiran yang mantap tidak
mungkin ada kedamaian. Tanpa kedamaian, bagaimana mungkin ada kebahagiaan? (Prabu.Pād).
na asti—tidak ada; budhi—pikiran, kebijaksanaan; ayuktasya—untuk
yang tidak terkendalikan; bhāvanā—terkonsentrasi; abhāvayatah—tidak
terpusatkan; śāntir—damai; aśantasya—untuk tidak
damai;
kutah—bila, kapan, di mana.
Tidak adak pikiran yang tidak terkendalikan dan juga
tidak ada konsentrasi yang tidak terkendalikan dan juga tidak ada ketegangn
untuk tidak memusatkan pikiran yang tidak tetang, dimana kebahagiaan itu. G.Pudja.
2.67
indriyāņām
hi caratām yan
mano ‘nuvidhīyate
tad asya
harati prajñām vāyur
nāvam ivāmbhasi
indriyāņām—di antara
indria-indria; hi-pasti; caratām—sambil mengembara; yat—dengan itu; manah—pikiran; anuvidhīyate—sibuk senantiasa; tad—itu; asya—milik dia; harati—melarikan;
prajñām—kecerdasan; vāyuh—angin; nāvam—sebuah perahu; iva—ibarat;
ambhasi—pada permukaan air.
Seperti
perahu pada permukaan air dibawa lari oleh angin keras, keserdasan seseorang
dapat dilarikan bahkan oleh satu saja di antara indria-indria yang yang
mengembara dan menjadi titik pusat untuk pikiran. (Prabu.Pād).
indriyāņām—dari panca
indra; caratām—bergerak, hanyut;
yan—bila;
mano anuvidhīyate—pikiran
terkendalikan; tadasya—dari padanya; harati—terbawa, diambil;
prajñām—kebijaksanaan; vāyur—angin; nāvam—kapal, perahu; iva
ambhasi—laksana air.
Sesungguhnya fikiran hanyut dalam panca indera bila
tidak terkendali karenanya terbawalah kebijaksanaanya laksana perahu hanyut
dalam samudera terbawa angin.
G.Pudja.
2.68
tasmād
yasya maha-bāho nigŗhītāni
sarvśah
indriyāņīndriyārthebhyas tasya
prajñā pratişţhitā
tasmāt—karena itu;
yasya—milik orang yang; maha-bāho—wahai kepribadian yang
berlengan perkasa; nigŗhītāni—ditaklukkan
dengan cara seperti itu; sarvśah—di segala sisi; indriyāņi—indria-indria; indriya-arthebhyah—dari obyek-obyek
indria; tasya—milik dia; prajñā—kecerdasan; pratişţhitā—mantap.
Karena
itu, orang yang indria-indrianya terkekang dari obyek-obyeknya pasti mempunyai
kecerdasan yang mantap, wahai yang berlengan perkasa. (Prabu.Pād).
tasmādyasya—oleh karena
itu;
nigŗhītāni—menarik, mengundurkan diri; sarvaśah—dari semua; indriyārthana—dari
obyek-obyek indria; prajñā—kebijaksanaan;
pratişţhitā—tetap teguh, berkesinambungan; mantap.
Karenanya, orang yang dapat mengendalikan panca
inderanya dari segala nafsu obyek keinginannya, oh Mahabahu ialah yang kebijaksanaannya
telah mantap. G.Pudja.
2.69
yā niśā sarva-bhūtānām tasyām
jāgrati samyamī
yasyām jāgrati
bhūtāni sā niśā
paśyato muņeh
yā—apa; niśā—menjadi
malam hari; sarva—semua; bhūtānām—bagi para mkhluk hidup; tasyām—dalam hal ini; jāgrati—sadar;
samyamī—orang yang mengendalikan diri; yasyām—di dalamnya; jāgrati—sadar; bhūtāni—semua mkhluk; sā—itu
yang;
niśā—malam hari; paśyatah—bagi orang yang mawas diri;
muņeh—resi.
Malam hari bagi semua makhluk adalah waktu sadar bagi
orang yang mengendalikan diri, dan waktu sadar bagi semua makhluk adalah malam
bagi resi yang mawas diri. (Prabu.Pād).
yā—apa (yang); niśā—malam,
gelap;
sarva-bhūtānām—bagi semua makhluk; tasyām—untuk dia; jāgrati—terbangun,
jaga;
samyamī—menguasai diri; yasyām—dalam mana; paśyato—yang melihat;
muņeh—orang suci, ulama.
Apa yang gelap bagi makhluk semua adalah terang bagi
yang mengetahui Atman, apa yang siang bagi makhluk-makhluk itu adalah malam
bagi yang mengetahui Atman.
G.Pudja.
2.70
āpūryamānam acala-pratiśţham samudram
āpah praviśanti yadvat
tadvat kāmā
yam praviśanti sarve
sa śāntim āpnoti na kāma-kāmi
āpūryamāņam—selalu
dipenuhi;
acala-pratişţham—terletak secara mantap; samudram—lautan; āpah—air; praviśanti—masuk;
yadvat—seperti; tadvat—demikian;
kāmāh—keinginan; yam—kepada siapa;
praviśanti—masuk; sarve—semua; sah—orang itu; śāntim—kedamaian; āpnoti—mencapai; na—tidak;
kāma-kāmi—orang yang ingin memenuhi keinginan.
Hanya orang yang tidak terganggu oleh arus keinginan
yang mengalir terus menerus masuk bagaikan sungai-sungai ke dalam lautan, yang
senantiasa diisi tetapi selalu tetap tenang, dapat mencapai kedamaian. Bukan
orang yang berusaha memuaskan keinginan itu yang dapat mencapai kedamaian. (Prabu.Pād).
āpūryamānam—selalu penuh
berisi;
acala-pratiśţham—tidak bergerak, tenang; praviśanti—masuk; yadvat—ibarat; tadvat—demikian
pula; yam—kepada mereka; sa—ia; āpnoti—memperoleh;
kāma-kāmi—kesenagan yang diinginkan.
Ibarat air masuk ke samudra. Walau terus menerus, namun
tetap tenang tidak bergerak; demikian juga orang berjiwa tenang mencapai
kedamaian, walaupun semua kesenagan yang masuk pada dirinya, tetapi bukan orang
yang melepas hawa nafsunya. G.Pudja.
2.71
vihāya
kāmān yah sarvān
pumsāmś carati nihspŗhah
nirmamo nirahańkārah sa śāntim adhigacchati
vihāya—meninggalkan; kāmān—keinginan duniawi untuk kepuasan
indria-indria; yah—siapa; sarvān—semua; pumsāmś—seseorang; carati—hidup; nihspŗhah—bebas dari
keinginan; nirmamah—bebas dari rasa
memiliki;
nirahańkārah—bebas dari keakuan yang palsu; sah—dia;
sāntim—kedamaian yang sempurna; adhigacchati—mencapai.
Hanya orang yang sudah meninggalkan segala keinginan
untuk kepuasan indria-indria, hidup bebas dari keinginan, sudah menigngalkan
segal rasa memiliki sesuatu dan bebas dari keakuan yang palsu dapat memcapai
kedamaian yang sejati. (Prabu.Pād).
vihāya—meninggalkan;
kāmānyah—keinginan-keinginan; pumsām—orang itu; carati—bergerak, berjalan;
nihspŗhah—tidak terikat; nirmamo—bebas dari kepemilikan;
nirahańkārah—tidak loba, tidak ada keakuan; adhigacchati—memperoleh.
Orang yang membuang semua nafsunya dan melangkah bebas
tanpa keinginan bebas dari perasaan “aku” dan “punyaku”, ia mencapai kedamaian. G.Pudja.
2.72
eşā brāhmī sthitih
pārtha nainām prāpya
vimuhyati
sthitvāsyām anta-kāle ‘pi brahma-nirvāņam ŗcchati
eşā—ini;
brāhmī—rohani; sthitih—keadaan; pārtha—wahai putra Pŗthā; na—tidak pernah; enām—ini; prāpya—mencapai; vimuhyati—seseorang
dibingungkan; sthitvā—menjadi mantap;
asyām—dalam ini; anta-kāle—pada akhir hidup; api—juga; brahma-nirvāņam—kerajaan rohani;
ŗcchati—seseorang mencapai.
Itulah cara hidup yang suci dan rohani. Sesudah
mencapai kehidupan seperti itu, seseorang tidak dibingungkan. Kalau seseorang
mantap seperti itu bahkan pada saat kematian sekalipun, ia dapat masuk kerajaan
Tuhan. (Prabu.Pād).
eşā—ini;
brāhmī sthitih—badan Brahma;
nainām—tidak ini; prāpyam—memperoleh; vimuhyati—ditingkatkan; sthitvā syām—menetap, mendiami di sana; antakāle—pada
waktu mati; brahma-nirvāņam—nirwana, bersatu dengan
Brahman;
ricchati—memperoleh.
Inilah tingkat kesucian, oh Parta dia yang telah
sampai di tingkat ini, walau maut tiba, tiada bingung lagi dan mencapai nirwana
bersatu dengan Brahman. G.Pudja.
iti śrīmad
bhagavadgītāsūpanişatsu brahmavidyāyām
yoga śāstre
śrī kŗşņārjunasamvāde sāmkhya yogo nāma
dwitīyo ‘dhyāyah.
Di sini berakhir
bab kedua dari Upanişad Bhagavadgītā, ajaran tentang Brahmawidyā dan yogaśāstra berupa percakapan antara Śrī Kŗşņa dan Arjuna, yang
berjudul ‘Samkhya Yoga’ (Maswinara).
Dalam upanishad Bhagavat Gita, Ilmu
Pengetahuan yang Abadi, Karya Sastra Yoga dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka
karya ini adalah bab kedua yang disebut:
Sankya Yoga atau Yoga mengenai ilmu pengetahuan . (TL.Wasvani).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar