Jumat, 18 Oktober 2013

SEMBAHYANG


MENGAPA MANUSIA PERLU SEMBAHYANG? *)
Judul ini meminta alasan, karena diawali dengan pertanyaan mengapa. Jawaban pertanyaan mengapa untuk topik ini bisa mendalam, setengah mendalam, atau di permukaan saja. Semua jawaban itu sangat bervariasi. Variasinya tergantung siapa yang menjawabnya. Tergantung pula saat kapan ia menjawab, di mana jawaban itu diberikan, dan sebagainya.
Banyaknya variasi jawaban yang diberikan sebanyak orang yang datang bersembahyang. Saat ini misalnya, kita secara bersama-sama sembahyang sebanyak kira-kira …. orang . Jadi  masing-masing kita bisa memberi alasan mengapa kita datang ke pura saat ini dan melakukan kegiatan sembahyang. Dalam diri kita masing-masing pun sepertinya ada alasan yang lebih dari satu. Kita datang ke pura bisa jadi ada lebih dari satu alasan.
Andai saja kita membuat daftar alasan mengapa kita sembahyang, kita akan memperoleh daftar yang sangat panjang. Daftar itu akan berbentuk segitiga, ujung kerucutnya mengarah ke atas. Dari daftar alasan itu, secara sederhana bisa jadi ada beberapa alasan yang masuk daftar terbawah, ini yang akan banyak sekali variasinya. Semakin naik akan ada beberapa alasan merupakan kelompok tengah, yang variasinya akan makin mengecil, dan akhirnya semua mengerucut  menjadi satu, INGIN MEMUJA YANG MAHA KUASA, HYANG WIDHI WASA.Alasan yang termasuk kelompok terbawah dan di tengah-tengah serta di puncak segitiga itu tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Alasan mengapa kita sembahyang hanya kita yang tahu. Rasanya tak perlu bertanya mengapa orang lain sembahyang. Tak etis rasanya. Mari kita pahami sendiri mengapa kita perlu sembahyang itu.
Alasan kita sembahyang bisa juga kita telusuri dari doa-doa atau mantram-mantram yang diucapkan saat bersembahyang. Baik itu oleh pinandita saat mengantarkan puja astuti, maupun mantram yang kita ucapkan secara bersama-sama saat Tri Sandya misalnya.
Semua mantram dan doa-doa saat sembahyang itu sebenarnya bisa kita bagi dua bahagian besar. Pertama, mantram-mantram yang berisi pujaan dan pujian kepada Hyang Widhi Wasa atas segala kesempurnaan, kebesaran, kemahakuasaan, dan segala atribut beliau. Semua pujaan dan pujian itu hendaknya kita panjatkan dengan segala ketulusan, tanpa tedeng aling-aling. Walaupun sebenarnya, Beliau tidak “kayun” atau ingin dipuji. Beliau sudah tidak memerlukan hal demikian. Beliau sudah jauh di luar rasa yang demikian. Yang masih disenang dipuji itu adalah segala mahluk ciptaan Beliau, termasuk kita.
Kita memuja Beliau karena Beliau adalah asal dan tujuan kita sebagai manusia, dan juga segala isi alam semesta ini. Jika kita ingin kembali kepada-Nya, maka Beliau-lah yang mesti kita puja. Bhagawadgita, bab 9, sloka 34, menuntun kita seperti itu. Berikut kutipannya:
9.34. man-manā bhava mad-bhakto
mad-yājī māḿ namaskuru
mām evaiṣyasi yuktvaivam
ātmānaḿ mat-parāyaṇaḥ
Artinya:  Pusatkan pikiranmu kepada-Ku; berdedikasilah kepada-Ku; pujalah Aku, bersujudlah pada-Ku. Demikianlah dengan mengendalikan dirimu, dan menjadikan Aku sebagai Tujuanmu Yang Agung, maka dikau akan datang kepada-Ku. 
Hyang Widhi kita puja dan sampaikan pujian sebagai refleksi atas perasaan kita saja, untuk memuaskan rasa kasih sayang kita kepada Beliau.
Bahagian yang kedua, adalah sebagai pengakuan kita atas segala kepapaan, kenistaan, kekurangan, yang ada pada diri kita. Pengakuan bahwa kita hanya sebutir pasir di tengah samudra pasir, kita hanya setetes air di tengah samudra yang maha luas.
Sekarang mari kita lihat mantram yang ada dalam puja tri sandya. Dari keenam bait mantram itu, kita bisa bagi dua bahagian besar. Bait pertama sampai ketiga adalah bagian pertama, yang memuja segala kebesaran Beliau yang menguasai seluruh alam semesta ini. Beliau berada di dalam sekaligus di luar alam semesta ini. Beliau dipuja dengan berbagai Nama, yang kesemuanya adalah Beliau juga.
Kemudian, bagian kedua dari enam bait mantram tri sandya adalah bait keempat sampai keenam. Bagian ini berisi pengakuan atas segala kenestapaan kita sebagai manusia; kelahiran dan jiwa manusia penuh kepapaan. Pikiran, perkataan, dan perbuatan manusia yang penuh dosa. Demikian pula segala isi alam semesta ini tak sempurna.
Itulah pengakuan tulus kita di hadapan Beliau saat sembahyang. Di balik pengakuan kita yang tulus itu, ada harapan dan permohonan kepada Beliau agar kita diberi tuntunan dan diselamatkan dari segala kenestapaan ini. Dan juga kita bersimpuh di hadapan Beliau ini untuk memohon ampun atas segala perbuatan dosa yang kita lakukan. Baik itu karena pikiran, perkataan, dan perlakuan kita.
Singkatnya, kita bersembahyang karena dua hal di atas. Kita sembahyang untuk menenangkan bathin, untuk memuaskan rasa rindu, rasa sayang kita kepada Hyang Widhi. Semakin tulus perasaan yang kita sampaikan, akan makin mendekatkan bathin kita kepada-Nya. Makin sering kita menyatakan rasa itu melalui sembahyang, akan membuat perasaan kita makin tenang, makin terang, dan mengarahkan hidup kita sesuai tuntunan Dharma.
Doa dan mantram yang kita panjatkan, jika dilakukan secara tulus, akan mengusir embun yang menutupi hati kita, yang akan menjadikan hati kita makin jernih. Semakin jernih hati kita, akan makin mampu memantulkan bayangan kebenaran sejati di sana. Semakin jernih hati kita, akan makin mudah kita melihat bayangan Sang Diri Sejati di sana. Dan inilah tujuan kita hidup, untuk menyadari siapa diri kita yang sejati. Kesadaran ini makin berkembang manakala kita senantiasa memanjatkan doa dan mantram-mantram secara setulus-tulusnya. Om Tat Sat….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar