Jumat, 18 Oktober 2013

Surunadi dan Pariwisata Lombok


POTENSI KAWASAN WISATA SURANADI
A. Potensi Sumber Air Suci
Dari sisi kosakatanya, Suranadi berasal dari kata sura yang berarti dewa, dan nadi memiliki arti sungai. Konon, Suranadi juga mengandung arti kahyangan dalam kamus bahasa Jawa Kuno. Berdasarkan legenda Suranadi tumbuh menjadi satu kawasan bermukim sejak kedatangan seorang Bangsa India penyebar agama Hindu: Dang Hyang Nilarta abad ke XIII/XIV untuk mengunjungi Pulau Jawa, Bali dan Lombok dengan berjalan kaki sambil membawa tongkat sakti. Sesampainya di Lombok beliau diiringi rombongannya yang setia.  Sampai di Lingsar beliau dan rombongan istirahat, setelah merasa segar perjalanan diteruskan masuk Suranadi. Saat itu Suranadi masih berupa hutan lebat dipenuhi satwa liar. Melihat kondisi hutan yang masih asri dan sejuk, rombongan istirahat. Dalam istirahat tersebut Beliau menancapkan tongkatnya ke tanah di dalam lima tempat yang berlainan. Ketika togkat dicabut seketika itu pula air menyembur sehingga tempat tersebut menjadi mata air dan sampai kini menjadi tempat masyarakat mengambil air keperluan upacara keagamaan Hindu. Kelima macam mata air itu dinamakan (1) Mata air toya tabah yang biasanya digunakan untuk pemuput upacara pitra yadnya yang di Bali dikenal sebagai toya penembak, (2) Mata air toya pabersihan sebagai tirta untuk upacara pembersihan sawa (jenazah) sebelum diberikan tirta pangentas, (3) Mata air Toya panglukatan, tirta prayascita untuk pembersihan diri, dipergunakan dalam upacara dewa yadnya, manusa yadnya, dan bhuta yadnya, (4) Mata air tirta, dipergunakan saat puncak upacara, sebagai prasadam dan diberikan kepada peserta upacara sebagai tirta wasuh paddya, (5) Mata air pangentas, diberikan kepada sawa sebelum dikubur atau dibakar. Dekat area tirta pangentas ini terdapat pula sebuah tempat pembuangan air tirta pangentas yang disebut tirta permandian kerbau, yang dipergunakan untuk memerciki/membersihkan hewan yang akan disembelih sebagai sesaji upacara.
Bagi umat Hindu, air sangat disakralkan untuk kegiatan beribadat. Umumnya, diawali dari pembersihan fisik ragawi dengan kegiatan mandi jasmani, sebagai pembersihan bagian yang kasat mata. Dilanjutkan kemudian dengan tahapan awal pembersihan rohani, dimulai dari percikan tirta di jaba tengah pura (depan gerbang) sebelum mulai persembahyangan di jeroan pura. Usai persembahyangan, umat menerima percikan air tirta dari sulinggih atau pendeta, dan meraupnya melalui susunan kedua telapak tangan serta membasuh wajah masing-masing.
Air perlambang kesucian, karena dalam kehidupan sehari-hari air merupakan sebagai sarana pembersih dan pembasuh nan utama. Air kerap menjadi kiasan bagi karakter manusia, seperti sifat tenang, jernih, damai, dan sebagainya. Mata air yang muncul dari perut bumi, sebagai simbol spirit hidup, kebeningan, kesejukan dan kemurnian yang bermakna membebaskan diri dari pencemaran dan “kedekilan”. Sumber mata air menjadi simbol “pelebur” yang luhur pembasmi keletehan, untuk meluhurkan sifat-sifat manusia menjadi lebih manusiawi, menuju pencerahan hati nurani. ari kepercayaan umat Hindu, air dijaga Dewa Wisnu, pemberi kesuburan pelbagai sumber hayati, makhluk hidup maupun tetumbuhan di alam semesta.
Untuk menghormati jasa-jasa Beliau, di Lombok umumnya dan di Lombok Barat khususnya, setiap tahun diadakan upacara agama Hindu Dharma pada waktu bulan purnama sasih kapat (Oktober/Nopember).
B. Potensi Sejarah Religi : Pura
Pura Suranadi merupakan salah satu dari banyak pura yang ada di Lombok Barat. Sebagai sarana aktivitas ritual keagamaan, ia tidak saja dikelilingi oleh alam yang masih lestari — seperti adanya Taman Wisata Alam serta fasilitas penginapannya. Namun, juga memiliki pura-pura yang berpola menyebar, sesuai dengan keberadaan sumber mata air yang terdapat di kawasan setempat. Lokasi pura, terkait dengan keberadaan sumber tersebut. Kendati secara fisik terkesan terpisah (terpencar), tetapi dari segi rangkaian kegiatan ritual merupakan satu kesatuan.
Areal Pura Suranadi yang luas dan asri memiliki 5 (lima) buah mata air yang dikenal dengan nama Panca Tirtha atau Pancaksara. Air tersebut dianggap sakral dan diyakini sebagai syarat kelengkapan di dalam menjalankan upacara keagamaan — untuk keperluan upacara yang dilakukan sehari-hari maupun untuk upacara-upacara lain yang bersifat khusus.
Konon keberadaan Pura Suranadi terkait dengan perjalanan Danghyang Dwijendra, dikenal pula dengan nama Pedanda Sakti Wawu Rauh — menuju Sasak (Lombok) untuk kedua kalinya. Di Lombok, beliau dijuluki juga sebagai Pangeran Sangupati. Guna menjaga agar umat Hindu yang ditinggalkan bisa melakukan tertib upacara menurut ajaran agama yang telah ditentukan, lantas beliau dengan “puja mantera”-nya memunculkan pancatirtha (lima macam tirta) di Suranadi.
Selain itu, ada pula versi lain yang menyebutkan, Pura Suranadi dibangun atas gagasan raja Pagesangan bernama AA Nyoman Karang pada 1720 Masehi. Seorang pendeta dari Bali - cucu Danghyang Dwijendra- bernama Pedanda Sakti Abah, dipanggil oleh raja Pagesangan guna melaksanakan panca yadnya, yakni lima macam pengorbanan suci menurut ajaran agama Hindu. Guna kelangsungan kegiatan ritual secara berkelanjutan itulah, dipilih Suranadi sebagai tempatnya.
Di Suranadi terdapat tiga buah kelompok pura. Masing-masing diberi nama sesuai dengan fungsi sumber air yang ada di dalamnya. Pun tiap-tiap pura itu memiliki zona (area) jaba sisi, jaba tengah, jeroan (tri mandala).
Ketiga Pura itu adalah :
1. Pura Ulon/Gaduh, terletak di ujung timur laut, berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung Taman Wisata Alam. Di halaman pura ini terdapat mata air petirtan dan panglukatan. Beberapa palinggih dan perlengkapan upacara yang ada di dalamnya adalah (a) padmasana, (b) linggih Batara Gde Lingsar, (c) linggih Batara Bagus Gunung Rinjani, (d) linggih Batara Surya Ngelurah, (e) gedong penyimpenan, (f) padma petirtan, (g) bale pelik/pengaruman, (h) padma penglukatan, (i) bale pamangku, (j) linggih Majapahit, (k) palinggih tirta, (l) kemaliq, (m) bale banten, (n) bale pawedan, (o) bale pererenan/pakemitan, (p) bale gong, dan (q) bale kulkul. Kedua terakhir ini (p dan q) terletak di seberang jalan.
2. Pura Pangentas, terletak beberapa puluh meter dari Pura Ulon, ke arah barat daya. Memasuki pura ini, mesti melalui jalan setapak. Memiliki dua palinggih, pura ini secara fisik memiliki luasan yang terkecil dan paling sederhana di antara ketiga pura yang ada di Suranadi. Memiliki mata air pangentas, mata air tabah/penembak dan tirta mapepada. Pura ini berfungsi sebagai tempat mengambil air untuk upacara pitra yadnya semata, yakni toya tabah dan pangentas. Maka bisa dipahami bahwa di dalamnya tidak banyak dibangun sarana penunjang sebagaimana yang ada pada pura lainnya.
3. Pura Pabersihan, berkedudukan sekitar 300 meter dari Pura Ulon. Di pura ini terdapat hanya satu mata air yakni pabersihan, dengan beberapa macam palinggih dan bangunan pelengkap upacara seperti (a) padmasari, (b) ngelurah, (c) tapasanu, (d) linggih Ida Betara Gde Lingsar, (e) genah Mangku ngastawa, (f) bale banten, (g) bale pawedan, (h) bale pakemitan, dan (i) gedong penyimpenan. Mata air dari pura pabersihan bermuara pada sebuah permandian umum (menempel dengan tembok panyengker pura), di sebelah selatan pura pabersihan.
Perjalanan yang panjang dari satu tempat wisata ke tempat wisata lainnya tak ayal selalu menimbulkan rasa lelah. Tuntaskan rasa lelah itu dengan berkunjung ke taman Suranadi. Anda akan disuguhi suasana hijau dan menyejukkan mata. Badan kembali fresh dan siap melanjutkan perjalanan kembali.
Taman Suranadi berada di kecamatan Narmada, Lombok Barat, sekitar 13 km sebelah timur kota Mataram. Kata “Suranadi” merupakan gabungan 2 kata yakni “Sura” yang berarti dewa dan “Nadi” yang berati sungai. Jika digabung dalam satu kata bermakna sungai pemberian dewa.
Di tempat ini Anda akan menikmati pemandian, salah satu pura suci di Pulau Lombok, serta berbagai flora dan fauna yang dilindungi. Itu sebabnya, Taman Suranadi ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Mari kita jelajahi Taman Suranadi satu per satu.





Ada tiga kelompok pura di kawasan seluas 52 hektar ini. Yakni Pura Ulon/ Gadoh, Pura Pangentas dan Pura Pabersihan. Pura Ulon adalah pura yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung Taman Suranadi. Di dalam pura ini terdapat 2 mata air yakni panglukatan dan Petirtan. Beberapa palinggih dan perlengkapan upacara yang ada dipura ini adalah pamadsana, linggih Batara Gde Lingsar, linggih Batara Bagus Gunung Rinjani, linggih Batara Surya Ngelurah, gedong penyimpenan, padma petirtan, bale pelik, padma panglukatan, bale pamangku, linggih Majapahit, palinggih tirta, kemaliq, bale banten, bale pawedan, bale pererenan/pakemitan, bale gong dan bale kulkul.
Di sebelah barat daya Pura Ulon, ada Pura Pangentas. Pura ini merupakan pura terkecil dan paling sederhana dibanding 3 pura lainnya di Suranadi. Sama halnya dengan Pura Ulon, di Pura Pangentas terdapat 3 sumber mata air yakni Pangentas, Panembak dan Tirta Mapepada. Pura ini digunakan sebagai tempat mengambil air saat upacara Pitra Yadnya.
Yang terakhir adalah Pura Pabersihan yang terletak di 30 meter barat daya Pura Ulon. Pura ini memiliki mata air Pabersihan. Dulu, pura Pabersihan masih berpagar bambu, namun kini sudah berpagar tembok. Beberapa palinggih dan bangunan pelengkap upacaradi pura ini adalah padmasari, ngelurah, tapasanu, linggih Ida Betara Gde Lingsar, genah Mangku Ngastawa, bale banten, bale pawedan, bale pakemitan dan gedong penyimpenan.
Usai menikmati Pura, Anda bisa menjelajahi kawasan wisata alam yang dihuni bermacam-macam jenis tumbuhan dan hewan. Aneka pepohonan seperti Beringin, Garu, Terep, Suren, Kemiri dan Purut setinggi 25-30 meter menjadi payung kawasan ini. Tidak heran jika kemudian banyak satwa berkumpul dengan rukun menjadi penghuni dan menambah keasrian. Cericit burung menjadi musik yang akan mengiringi Anda saat melepas penat di kawasan ini.
Sudah berpeluh dan ingin relaksasi ? Tak usah khawatir, Taman Suranadi menyediakan kolam pemandian dengan air yang dingin. Mujarab untuk menyegarkan badan Anda kembali. Dengan material kolam yang terdiri dari batu-batuan alam, dikelilingi gazebo untuk istirahat, pemandian ini cocok untuk keluarga atau rombongan kawan yang ingin merasakan nuansa alam dengan sempurna.
Jika sudah, maka rangkaian terakhir yang harus Anda nikmati adalah pilihan sajian kuliner yang ditawarkan para penjaja warung makan disekitar taman ini. Salah satu menu yang patut dicoba adalah Sate Bulanyak. Sate Bulayak adalah makanan khas Nusa Tenggara Barat yang terbuat dari daging sapi dengan dilumuri bumbu khas Lombok. Tidak itu saja, Anda juga bisa sekaligus membeli dodol aneka rasa untuk oleh-oleh kepada sanak saudara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar