1.PENGERTIAN MORALITAS DAN ETIKA
1.1 PENGERTIAN MORALITAS ATAU MORALITAS
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai
arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak.
Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral
atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Pengertian Moral
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut.
Secara kebahasaan perkataan moral berasal dari ungkapan bahasa latin mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adat kebiasaan.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut.
PENGERTIAN MORAL
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal
kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing
mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan
arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata
‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu
kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata
‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa
Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan
pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu
melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau
bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai
arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak.
Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral
atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
PENGARTIAN ETIKA
1 Pengertian Etika
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
SUMBER AJARAN
MORAL DAN ETIKA.
Moral berkaitan
dengan moralitas. Moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang
berhubungan dengan etiket atau sopan santun. Moralitas dapat berasal dari
sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi
atau gabungan dari beberapa sumber.
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai itu terkandung dalam ajaran dalam bentuk petuah,wejangan, peraturan,perintahdan semacamnya yang diwariskan secara turun temurun melalui agama dan kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.
Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai itu terkandung dalam ajaran dalam bentuk petuah,wejangan, peraturan,perintahdan semacamnya yang diwariskan secara turun temurun melalui agama dan kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.
Moralitas dan
etika sama-sama memberikan orientasi bagaimana dan kemana kita harus melangkah
dalam hidup ini. Bedanya moralitas mengatakan inilah caranya anda harus
melangkah,sedang etika justru mempersoalkan apakah saya harus melangkah dengan
cara itu ?Dan mengapa harus dengan cara itu.
AJARAN MORAL DAN ETIKA MENURUT RAMAYANA
Dengan menggunakan metode di atas terungkap
bahwa terdapat aspek-aspek etika yang terdapat dalam kisah Ramayana khususnya
tergambar dalam perjalanan hidup Rama ini. Pesan-pesan moral yang merupakan
sebuah ajaran yang ada dalam Ramayana ini antara lain adalah norma-norma etika
yang mengantur hubungan manusia dengan Tuhan dan juga kandungan etika yang
mengatur hubungan manusia dengan sesamanya. Nilai etika yang terkandung dalam
Ramayana dimana Rama sebagai tokoh utama merupakan ajaran yang mencerminkan
sifat patuh dan taat terhadap aturan yang berlaku di dunia. Rama juga
digambarkan sebagai seorang yang mempunyai sifat tanggung jawab sebagai seorang
suami maupun sebagai seorang kesatria. Prilaku-prilaku yang digambarkan Rama tersebut dalam agama Hindu di sebut
Dharma.
AJARAN MORAL
MENURUT MAHABRATA
Sebuah karya sastra
biasanya mengungkapkan tentang masalah kehidupan sosial manusia. Tentang makna
hidup manusia yang meliputi perjuangan manusia, penderitaan, kasih sayang,
kebencian, nafsu, dan segala sesuatu yang dialami manusia. Sastra
terlebih-lebih bukan karena yang tersurat melainkan yang tersirat (dalam
Darmanto Jatman, 1985: 96)
Karya sastra Jawa yang
berupa naskah di dalamnya tersirat kehidupan manusia serta harapan-harapan,
keputusannya, siasatnya, serta dimensi dari peristiwa kehidupan yang
menyeluruh. Sastra klasik secara kultural dipengaruhi oleh kebudayaan asing,
terutama oleh kebudayaan India dan Arab, maka teksteks itu sudah pasti banyak
mengandung kata-kata Arab dan Sanskerta,
disamping Jawa Kuno
yang paling banyak didokumentasikan (Sulastin Sutrisno, 1981: 20). Agar dapat
mengetahui dan mengungkapkan isinya sesuai dengan maksud pengarang maka teks
perlu diterjemahkan dalam bahasa yang mudah ditangkap dan dimanfaatkan oleh
masyarakat umum.
Objek yang akan di
kaji dalam penelitian ini adalah naskah berjudul Cariyosipun Tiyang Kalang (selanjutnya
disingkat CTK). CTK merupakan hasil karya Raden Tumenggung Arung
Binang, Bupati Kebumen, ditulis pada tahun 1878. Hal tersebut terlihat dalam
kutipan teks CTK sebagai berikut:
Kutipan:
Cariyosipun tiyang
kalang, pikantuk saking Bok Kaji Ngabdul
Baki ing Dhusun
Wanayasa, Dhistrik sarta Kabupatèn Kebumèn
Parésidhènan
Bagelèn, ing nalika taun 1878……… (Transl. CTK, p: 1)
Terjemahan :
Cerita Tiyang Kalang,
berasal dari bok Kaji Ngabdul Baki dari
Desa Wanayasa
Kabupaten Kebumen Karesidenan Bagelen, pada tahun 1878……… (Transl.
CTK, p: 1)
Naskah asli CTK dalam
bentuk prosa (gancaran) ditulis dalam huruf Jawa menggunakan bahasa Jawa ragam
ngoko, dan juga bahasa Jawa Kuno. CTK ditinjau secara leksikal dari kata Kalang
menurut Kamus Jawa Kuna- Indonesia (L. Mardiwarsito, 1986,
h.261) berarti Kalangan, lingkaran, lingkungan, gelanggang, sedangkan kata
Kalang dalam naskah CTK menurut Kamus Bausastra Jawa-Indonesia (S. Prawiro
Atmojo.1993, h.201) berasal dari kata Wong-Kalang yang berarti segerombolan
orang kuno yang tidak tetap tempat tinggalnya. Arti Kalang sendiri dalam naskah
CTK terdapat dalam paragraf 54
Kutipan:
Ing wingking anak
putunipun wisuda sami lampah dagang sarta
mituhu welingipun
sudarmi, mila saéngga dumugi jaman punika dipun
wastani tiyang
kalang, sabab wektu Rara Sulastri medal saking wana
badhé sowan ing
rama Ratu Baka, tansah dipun kalang-kalang déning
tiyang kathah,
utawi wêktu nusul kang putra Jaka Karung Kala
angalang-ngalang
saéngga nglangut botên pinanggih,………
(Transl. CTK, p:
54)
Terjemahan :
Akhirnya semua anak
cucu bekerja sesuai dengan pesan orang
tuanya, hingga sampai
saat ini dinamakan orang kalang karena pada
saat Rara Sulastri
keluar dari hutan akan mencari ayahnya Ratu Baka
selalu dikelilingi
orang banyak terhalang-halangi oleh orang banyak,
atau waktu menyusul
sang putra Jaka Karung Kala terhalang-halang
sehingga tidak dapat
bertemu,……… (Trans. CTK, p: 54)
Jadi dalam naskah CTK
mempunyai makna orang yang hidupnya selalu mengembara mencari sesuatu dengan
dihalangi berbagai kesulitan dan penderitaan. Naskah CTK sudah dikerjakan oleh Sugiyarti
pada tahun 2001, Mahasiswi Sastra Daerah Fakultas Sastra Daerah Univesitas
Sebelas Maret Surakarta dengan judul skripsi Cariyosipun Tiyang Kalang
(Sebuah Tinjauan Filologis).
Adapun tinjauannya
secara filologis, dan mengukapkan isi CTK yang meliputi etika Jawa, unsur-unsur
mitos (sugesti, simbolisme) dan juga membahas fungsi CTK bagi pembaca.
Berikut mari
kita bersama-sama sebagai umat Hindu khususnya dan sebagai umat manusia secara
umum, memahami dan kemudian berusaha menjalankan 4 pokok ajaran Dharma dari
Sang Hyang Aji Saraswati yang disebut ajaran Catur Widya Sesana.
Ajaran Sang Hyang Aji Saraswati tercakup melalui simbulisasi dan pemaknaan dari
Dewi Saraswati itu sendiri.
Ajaran Dharma
yang pertama adalah disimbulkan dengan Dewi Saraswati sebagai simbul Guru
Rupaka yang cantik molek dengan penuh cinta kasih melalui senyum yang
tulus kepada semua umat manusia. Dewi Saraswati yang selalu memberikan senyum
yang menyejukan kepada semua orang dan dengan kecantikan dan kelembutan sebagai
seorang ibu yang selalu dapat meberi keteduhan kepada semua orang. Simbul yang pertama
ini mengandung makna ”cinta kasih” yang tulus dan luhur sebagai guru dan ibu
bagi semua umat manusia. Cinta kasih yang diberikan secara tulus dan luhur
itulah sebagai benih dari kehidupan yang damai, rukun dan tenteram. Mereka yang
tanpa cinta kasih atau memberi cinta kasih yang tidak tulus dan tidak luhur
adalah sebagai benih rusaknya tatanan kehidupan masyarakat dan juga akan
merendahkan martabat manusia sebagai mahluk utama ciptaan Tuhan. Karena ajaran
yang pertama dari Dewi Saraswati inilah maka seorang tokoh sastra dan agama
Hindu dunia yang amat terkenal, Rabindranath Tagore mengatakan dengan kata-kata
indah bahwa:
Dunia
diciptakan oleh sang pencipta Tuhan Yang Maha Esa adalah sebagai panggung drama
kehidupan bagi umat manusia dalam menjalankan cinta kasih yang luhur secara
tulus tanpa pamrih.
Dalam Itihasa
Maha Barata, Panca Pandawa adalah sebagai contoh yang sangat baik dalam
menjalankan cinta kasih yang luhur dengan tulus. Dalam keadaan tergoda,
tersiksa, tersingkirkan, terperdaya, terbuang dan tertindas sekalipun mereka
Panca Pandawa tidak pernah meninggalkan kehidupan cinta kasih yang luhur dan
tulus. Dengan segala cara dan kelicikannya Duryadana bersama saudaranya dan
pamannya Sakuni terus berusaha menyingkirkan dan bahkan membinasakan Panca
Pandawa agar mereka tidak dapat menuntut haknya terhadap kerajaan Astina Pura.
Salah satu kelicikan besar dilakukan Duryadana untuk membinasakan Pandawa
adalah dengan berpura-pura berbaik hati membangunkan Pendawa sebuah istana
mewah, tetapi semua itu dibangun dari kardus atau dari bahan yang mudah
terbakar yang tidak lain maksud licik yang tersimpan didalamnya adalah untuk
membinasakan Pandawa. Pada saat pembukaan penempatan istana dalam acara
penyerahan istana tersebut kepada Pandawa, Duryadana dengan niat jelek yang
terselubung ia menyelenggarakan pesta di istana tersebut dengan mabuk-mabukan
yang maksudkan agar pendawa mabuk dan tertidur nyenyak, pada saat itulah
istannya dibakar sehingga Pendawa akan terbakar semuanya. Tetapi karena Pandawa
selalu mewujudkan cinta kasih yang luhur dan selalu menjalankan Dharma maka
mereka mendapat pertolongan dari pamannya patih Yudara dengan dibuatkan lubang
penyelamat dibawah istana sehingga dia bisa selamat dari api. Dengan mengetahui
Pandawa masih selamat, maka Duryadana terus mencari jalan untuk dapat
membinasakan atau menyingkirkan Pandawa dari Astina Pura. Duryadana masih tetap
tidak merasa bersalah dan selalu mencari pembenaran dari apa yang telah
dilakukan yang tidak pernah diakuinya, dan tidak pernah berhenti untuk berusaha
menyngkirkan Pendawa. Kelicikan berikut yang dilakukan Duryadana dengan
arsitektur dan sutradaranya adalah pamanya Sakuni yaitu permainan dadu yang
dilakukan secara licik yang dipersiapkan untuk mengalahkan dan menyingkirkan
Pandawa dari Astina Pura. Permainan dadu tersebut agar terlihat permainannya
sportif dan tidak ada rekayasa maka diadakan di istana Astina Pura dengan
disaksikan raja Drestarata ayah Duryadana dan para pembesar, penasehat dan para
guru istana. Disinilah terjadi peristiwa besar dalam sejarah kebudayaan dan
moralitas, dimana Pandawa karena kalah main dadu yang dirancang secara licik
oleh Sakuni, sesuai dengan taruhan yang telah dirancang baik oleh Sakuni, maka
Pandawa harus meninggalkan Astina Pura selama 13 tahun untuk pergi ke huatan,
istrinya drupadi dipermalukan dengan cara yang tidak bermoral didepan raja,
pejabat, penasehat dan guru istana. Begitu besar penyiksaan, penindasan dan
pelecehan moral yang merusak tatanan budaya dan moralitas yang dilakukan oleh
Duryadana kepada pendawa yang selalu di ingat dalam sejarah budaya dan
moralitas, namun Pundawa masih tetap teguh menjaga cinta kasih yang tulus dan
luhur, tidak terpancing oleh tindakan yang emosional diluar kendali tata krama
Dharma. Karena keteguhannya menjalankan cinta kasih yang luhur tesebut maka
pada akhir kehidupannya setelah memenangkan perang suci yang besar melawan
Kurawa (Duryadana) Pandawa dapat meninggalkan alam ini dan mendapat tempat di
alam Surga. Dari ajaran cinta kasih dan pengalaman sejarah dalam Itihasa
tersebut para leluhur kita umat Hindu mengingatkan kita agar selalu menjaga
cinta kasih walau dalam kondisis apapun, melalui sebuah tembang sinom sebagai
berikut.
Diastu
tuara, ada ngerunguang;
Setate
ngaturang miyik;
Diastu
layu, ya kekutang;
Kajekjekya
kaentungan;
Bungan
sandat, ilang ilid;
Nanging
ambunya mengalub;
Miyik
nayne, menganyudang;
Tan side
pacang, mamegatin;
Rasa
kedaut;
Sane
hilang, buin teke.
Tembang tersebut
mengingatkan kita bahwa walaupun kita disia-sia, diremehkan dan tidak diperhatikan,
namun kita harus selalu memberikan kebaikan, memberi cinta kasih yang luhur dan
tulus. Walaupun kita ditinggalkan, disingkirkan dan dibuang sampai hilang tidak
kelihatan, namun karma kita dengan cinta kasih yang selalu kita lakukan akan
selalu teringat dihati setiap orang. Ketulusan dan keluhuran cinta kasih yang
selalu kita tebarkan dalam setiap jengkal kehidupan kita akan terus melekat
dalam ingatan masyarakat bagaikan wanginya bunga sandat walau bunganya tidak
kelihatan namun wanginya masih terus menyebar dan tidak akan dapat dilupakan.
Kehidupan yang penuh cinta kasih itulah yang membuat setiap orang akan
tertarik, yang dulu membenci akan menjadi mengasihi, yang dulu meninggalkan
kita akan datang mencari kita, yang dulu mencemohkan akan datang untuk
menghormati. Karena kesadaran akan makna yang besar dari arti senyim dan cinta
kasih dari Dewi Saraswati inilah, maka dalam mencapai kesuksesan dalam
kehidupan modern para tokoh banyak yang mengatakan kata kata indah yaitu ”The
Power of Smile to success” atau kekuatan dari senyum dan cinta kasih untuk
menuju kesuksesan hidup.
Ajaran yang
kedua adalah disimbulkan oleh sebuah kotak, sebagai simbul Guru
Pengajian, yang berisi lontar yang memuat ilmu pengetahuan
yang di pegang oleh Dewi Saraswati. Kotak lontar tersebut mengandung
makna sebagai simbul guru Pengajian yang meberi: kecerdasan, pengetahuan,
kejujuran, kesadaran dan kebijaksanaan. Ini mengandung filsafat dan konsep
pendidikan yang sangat dalam, jika filsafat dan konsep ini dilupakan atau tidak
diikuti maka proses pendidikan tidak akan dapat mengahasilkan sumber daya
manusia yang cerdas, berpengetahuan, jujur, penuh kesadaran dan bijak. Manusia
yang cerdas, berpengetahuan tapi tidak jujur dan tidak memiliki kesadaran maka
tidak akan pernah bisa menjadi manusia bijak, dan manusia yang tidak bijak
seperti itu akan penuh dengan kesombongan, egoisme dan arogansi. Ajaran Dewi
Saraswati mengatakan bahwa proses pendidikan adalah proses membangun karakter
(character building) yaitu membuat manusia menjadi jujur, sadar dan bijak dan
membangun ketrampilan atau kemampuan hidup (capacity building) yaitu membuat
manusia cerdas, berpengetahuan dan trampil dalam memecahkan persoalan hidup
dengan santun dan bijak. Apa yang kita lihat, dengar dan rasakan dalam kehidupan
adalah data yang harus diolah dengan kecerdasan dan kejujuran hingga dapat
menjadi informasi yang bermakna bagi kehidupan. Jika semua data itu tidak kita
olah dengan kecerdasan dan kejujuran maka ia dapat menjadi gosip yang
meresahkan, menjadi asutan yang memecah belah masyarakat dan juga dapat menjadi
hal yang menyakitkan atau menggoda manusia untuk berbuat dosa. Kecerdasan saja
tidaklah cukup untuk mengolah data kehidupan, ia harus disertai dengan
kejujuran. Kejujuranlah yang dapat membuat data menjadi suatu informasi yang
bermakna. Informasi yang bermakna tersebut haruslah kemudian dipahami dan
diformulasikan secara jujur dan disadari maknanya secara mendalam agar dapat
menjadi ilmu pengetahuan yang bermakna yang akan dapat membantu manusia dalam
menyelesaikan permasalahan kehidupan. Ilmu pengetahuan yang tidak dihasilkan
dari informasi yang benar dan bermakna, serta tidak diformulasikan secara jujur
dengan kesadaran dan pemahaman yang mendalam terhadap makna untuk kehidupan,
maka pengetahuan tersebut akan dapat menjadi pengetahuan yang menyesatkan.
Untuk dapat menyelesaikan persoalan hidup hingga dapat mewujudkan kehidupan
yang rukun, damai, tenteram, makmur dan sejahtera, maka pengetahuan yang
bermakna untuk kehidupan harus diterapkan secara jujur dan bijak serta dengan
kesadaran yang mandalam tentang maknanya dalam kehidupan. Tanpa kejujuran,
kesadaran dan kebijakan, pengetahuan atau kecerdasan akan dapat membuat orang
menjadi sombong, arogan, dan egois yang dapat membahayakan tatanan kehidupan
manusia. Seperti dikatakan dalam Veda:
Jika
tidak dituntun dengan jalan Dharma maka kecerdasan, kekayaan (artha), dan
kekuasaan (kama) adalah tiga hal utama yang dapat mendorong manusia untuk
berbuat dosa.
Yudistira
saudara paling tua dari Panca Pandawa adalah sebagai contoh nyata seseorang
yang sangat memahami Catur Widya Sesana ajaran Sang Hyang Aji
Saraswati sehingga mampu dengan konsisten memanfaatkan kecerdasan, menegakan
kejujuran, kesadaran dengan penuh bijak dalam segala aspek kehidupannya. Dalam
suatu saat ketika berada ditengah hutan, Yudistira sedang bersemadi
adik-adiknya pergi menelusuri hutan, dan karena haus maka mereka dengan leluasa
tanpa etika langsung minum air danau kecil yang ditemuinya dihutan. Ternyata
air danau tersebut beracun dan keempat adik Yudistira yaitu Bima, Arjuna,
Nakula dan Sahadewa meninggal. Yudistira selesai dari semadinya mengetahui
adiknya tidak ada ditempat maka ia langsung mencari adiknya ternayata didapati
adiknay semua meninggal, namun ia tetap dapat mengendalikan diri dari kesedihan
dan kemarahan atau kekalutan. Dengan kecerdasan, kejujuran, kesadaran dan
kebijakan dia berusaha memahami kenyataan atau data hidup yang sedang
dihadapinya. Dia duduk bersila dengan menyatukan bayu, sabda dan idepnya dia
berdoa dan menanyakan dengan penuh santun dan tulus kepada penguasa alam
disekitarnya mengapa adiknya bisa meninggal. Karena keluhuran budhinya dan
ketaanya dalam menapaki jalan Dharma, maka dia mendapat jawaban yaitu suara
dari penguasa danau tersebut sebagai berikut, ”wahai Yudistira manusia luhur,
aku sudah memperingati adikmu agar melakukan atur piuning, minta ijin dengan
etis dan santun terlebih dulu sebelum meminum air danau itu tapi tidak diikuti.
Adik-adikmu telah bertindak diluar etika kesantunan yang diajarkan dalam Dharma,
wahai Yudistri manusia yang sangat paham tentang Dharma. Air danau tersebut
sengaja diberi racun karena banyak orang-orang merusak danau ini dengan
mengambil airnya tanpa aturan sehingga mengganggu tatanan kehidupan dihutan
ini”. Lalu dengan santun dan penuh ketulusan Yudistira memohon agar semua dosa
adiknya dibebankan pada dirinya: tuan yang bijak dan murah hati, bebankanlah
semua dosa adik hamba kepada hamba dan hamba rela untuk dibunuh karena hamba
tidak mampu mendidik adik-adik hamba sehingga mereka berlaku tidak etis dan
tidak santun kepada tuan dan hamba mohon agar mereka diberi kesempatan untuk
memperbaiki karmanya. Penguasa danau kembali menjawab, ”wahai Yudistira,
sebelum aku mengabulkan permintaanmu untuk mengampuni adikmu, kau Yudistira sebagai
manusia bijak harus menjawab pertanyaanku, jika kau bisa menjawab akan ku
pertimbangkan permintaanmu”. Astung karah, terima kasih tuan kata
Yudistira, mudah-mudahan Tuhan memberi pencerahan hingga hamba bisa memberi
jawaban yang memuaskan tuan. Pertanyaanku yang pertama kata penguasa danau
adalah: bagaimana menurut kamu manusia yang dikatakan utama? Mohon ampun jika
hamba salah karena keterbatasan hamba, kata Yudistira dengan santun: manusia
utama menurut hamba adalah manusia yang selalu dengan tulus mengedepankan cinta
kasih yang luhur, memberdayakan kecerdasannya secara jujur, penuh kesadaran
dengan selalu bijak dan adil, selalu berdoa dan memanjatkan astung karah atas
segala karunia yang didapat serta dengan penuh komitmen dan tanggung jawab
terhadap segala karma yang dilakukan serta segala karmanya dilakukan dengan
landasan kebenaran dan pemahaman yang mendalam terhadap sang diri sejati dan
makna dari kehidupan dan perjalanan hidup. Yudistira kau telah menjawab
pertanyaanku yang pertama dengan baik, pertanyaanku berikut adalah: apa makna
dari kehidupan di dunia fana ini Yudistira? Ampun tuan: makna kehidupan bagi
hamba adalah kesempatan luhur bagi manusia untuk membangun karma yang baik,
niskama karma, satwika karma dengan selalu memegang teguh Catur Widya
Sesana ajaran Sang Hyang Aji Saraswati sebagai jalan untuk kembali
keasalnya yaitu Brahman. Wahai Yudistira, kau betul-betul putra dari dewi
Saraswati yang telah mengajarkan jalan kehidupan untuk kembali kepada asalnya
yaitu Brahman. Aku akan memenuhi permintaanmu yaitu menghidupkan kembali satu
dari 4 adikmu, kau boleh memilih yang mana untuk dihidupkan kembali. Yudistira
terdiam sejenak kemudian berucap dengan santun: ampun tuan hanmba mohon
dihidupkan kembali adik hamba Nakula. Oh Yudistira: mengapa kau minta Nakula
dan bukan Arjuna, padahal Arjuna mempunyai kekuatan yang luar biasa yang dapat
membawa kemenangan jika kau nanti berperang melawan Duryadana, begitu kata
penguasa danau menguji Yudistira. Ampun tuan: hamba lebih memperhatikan
kehidupan yang adil yang tidak menyakiti siapapun dibandingkan memenangkan
peperangan. Hamba mempunyai 2 ibu yaitu ibu Dewi Kunti dan Dewi Madrim, hamba
tidak ingin salah satu beliau bersedih karena ketidak adilan. Ibu hamba Dewi
Kunti sudah punya putra hidup yang melayani beliau yaitu hamba, Dewi Madrim
tentu memerlukan putranya untuk dapat melayani beliau untuk itulah demi
keadilan hamba mohonkan agar adik hamba Nakula dapat dihidupkan kembali. Aduuuh
Yudistira kau betul-betul manusia utama, demikian sang penguasa danau yang
ternyata adalah Dewa Dharma yang menyamar untuk menguji Yudistira, dan akhirnya
semua adiknya dihidupkan kembali. Semua kisah itu menggambarkan kepada kita
bagaimana manusia utama seperti Yudistira menghadapi cobaan dan tantangan
hidupnya dengan tetap teguh memegang Dharma sehingga dapat mencapai hidup yang
selalu rukun, damai dan sejahtera.
Ajaran yang
ketiga adalah disimbulkan oleh alat musik, sebagai simbul Guru Wisesa,
yang dibawa Dewi Saraswati. Setiap alat musik jika dimainkan dengan benar
suarnya akan selalu dapat menghibur, menghilangkan kesedihan dan memberikan
suasana keindahan. Dan begitu juga setiap alat musik jika dimainkan dengan
benar mempunyai suara unik yang berbeda yang dengan mudah dapat dibedakan
antara alat musik yang satu dan yang lainya. Sifat menghibur dari alat musik
tersebut mengandung makna filsafat yang amat dalam yaitu bahwa setiap
orang harus tidak mengejek, mencemoh dan mengeluh dan selalu santun,
menghargai, memberi apresiasi, bersyukur, astung karah, memanjatkan doa dalam
setiap aspek kehidupan atau setiap karma yang dilakukan serta pada setiap
pahala dan karunia yang didapat. Makna filsafat dari perbedaan suara dari
setiap alat musik adalah bahwa: setiap orang harus dengan komitmen tinggi
selalu siap bertanggungjawab terhadap setiap karma yang dilakukan dengan
keyakinan yang dalam terhadap hukum karma pala. Kisah Lubdaka
seorang pemburu, yang setiap hari kegiatannya adalah berburu hanya untuk
menyambung hidupnya dan tidak pernah mengambil sesuatu yang berlebihan dari apa
yang dibutuhkan untuk hidupnya. Suatu saat Lubdaka berburu seharian penuh,
namun malang nasibnya dia tidak mendapat hasil apa-apa sampai kemalaman dan ia
terjebak dihutan dalam kegelapan, begitu gelap karena bulan mati namun langit
cerah sehingga bintang-bintang bertebaran dilangit bagaikan penuntun perjalanan
Lubdaka. Walaupun berada dan terjebak dalam kegelapan tersebut, namun Lubdaka
masih tenang dan sabar serta selalu memanjatkan doa: astung karah Tuhan, telah
menciptakan bintang-bintang yang dapat memberikan hamba petunjuk arah yang
dapat menyelamatkan hamba dari kegelapan. Lubdaka berjalan mengikuti arah
bintang-bintang dan akhirnya melihat pantulan cahaya bintang berkilau-kilau,
yang ternyata itu adalah danau yang airnya begitu jernih. Kembali Lubdaka
berdoa: astung karah Tuhan telah menciptakan danau yang jernih untuk dapat
menghilangkan dahaga hamba yang selama sehari belum minum. Disamping danau
tersebut terdapat sebatang pohon tinggi, kembali Lubdaka berdoa: astung karah
Tuhan telah menciptakan pohan yang dapat mudah hamba daki untuk menyelamatkan
hamba dari serangan binatang buas pada malam hari. Sampai diatas pohon dia
temukan tempat yang baik untuk duduk yang aman dengan daun yang rimbun, kembali
Lubdaka berdoa: astung karah Tuhan telah menciptakan tempat hamba berlindung
dengan daun yang rindang untuk dapat hamba petik agar hamba tidak tertidur
selalu sadar sampai pagi dan selamat dari serangan binatang buas. Begitulah
kehidupan Lubdaka yang selalu berdoa, bersyukur, astung karah dalam kondisi
apapun yang dihadapinya dalam kehidupan. Bertepatan pula pada malam yang gelap
tersebut adalah malam dimana Dewa Siwa sedang bersemadi yang juga disebut malam
Siwa (Siwa Ratri), sehingga doa-doa Lubdaka yang tulus itu sangat berkenan bagi
Dewa Siwa. Karena itulah Lubdaka setelah meninggal, arwahnya langsung dijemput
oleh pasukan Dewa Siwa untuk mendapatkan tempat di alam Surga atau Siwaloka.
Sifat yang selalu bersyukur, astung karah, apresiasi, berdoa, bertanggung
jawab, sadar hukum karma-pala dan berpikir positif terhadap kehidupan adalah
merupakan intisari dari ajaran ketiga dari Catur Widya Sesana. Terkait
dengan kekuatan dari apresiasi dari ajaran ini, Noelle C. Nelson dan Jeannine
Lemare Calaba menulis sebuah buku yang laris dengan judul: ”The Power of
Appreciation”, dimana dikatakan bahwa kekuatan apresiasi adalah sebagai kunci
menuju kehidupan yang penuh daya. Makna filsafat lain yang terkandung dalam
alat musik yang dibawa Dewi Saraswati juga meliputi bahwa: setiap orang dalam
menjalani kehidupan harus selalu siap berkorban dan bertanggungjawab
secara tulus tanpa pamrih. Terkait dengan kesiapan melakukan pengorbanan yang
tulus, dalam Niti Satra diungkapkan sebagai berikut.
Korbankan
kepentingan pribadi, untuk menyelamatkan keluarga;
Korbankan kepentingan
keluarga, untuk menyelamatkan desa;
Korbankan
kepentingan desa, untuk menyelamatkan wilayah;
Korbankan
kepentingan wilayah, untuk kepentingan negara;
Korbankan
semua kepentingan, untuk menyelamatkan roh.
Sloka Niti
Sastra diatas menunjukan bahwa ia yang tidak siap berkorban secara tulus, atau
yang tidak siap ber Yajna secara lascarya, maka ia tidak akan dapat
menyelamatkan keutuhan keluarga, desa, wilayah, negara apa lagi menyelamatkan
rohnya atau menyelamatkan dirinya dari perbuatan dosa.
Terkait dengan
tanggungjawab, dalam Niti Sastra disebutkan sebagai berikut.
Setiap
orang menerima pahala dari karmanya sendiri;
Seorang
ibu menerima dosa yang diperbuat anak-anaknya;
Suami
menerima dosa yang diperbuat oleh istrinya;
Guru
menerima dosa yang diperbuat oleh muridnya;
Raja
menerima dosa yang diperbuat oleh rakyatnya;
Purohita
kerajaan menerima dosa yang diperbuat oleh raja.
Tembang diatas
menggambarkan bagaimana paran dan tanggung jawab sang catur guru dalam
membangun kehidupan yang penuh bijak yang bebas dari perbuatan dosa. Ibu dan
suami adalah Guru Rupaka yang bertanggung jawab terhadap dosa
anak-anaknya, mendidik anak-anaknya agar terhindar dari perbuatan dosa. Guru
disini dimaksudkan sebagai Guru Pengajian yang bertanggung jawab
terhadap dosa anak didiknya, mendidik anaknya agar berbudi pekerti baik
terhindar dari perbuatan dosa. Raja dalam hal ini adalah sebagai Guru
Wisesa yang bertanggung jawab terhadap dosa dari rakyatnya, membina dan
membimbing rakyatnya agar terhindar dari perbuatan dosa. Purohito adalah
sebagai Guru Awadiaya yang bertanggung jawab terhadap dosa para
pemimpin, memberi pencerahan kepada para pemimpin agar selalu terhindar dari
perbuatan dosa.
Ajaran yang
keempat adalah disimbulkan oleh genitri, sebagai simbul Guru Swadiaya,
yang dibawa oleh oleh Dewi Saraswati yang melingkar tanpa ujung dan pangkal.
Makna fislafat dari genitri tersebut adalah bahwa kehidupan adalah perjalanan
sementara sang diri untuk menuju kembali kepada asalnya. Setiap orang harus
secara mendalam memahami sang diri dan makna dari kehidupan serta memahami
sangkan paraning dumadi. Kesadaran bahwa Atman adalah sang diri yang bersumber
dari Brahman merupakan suatu hal yang wajib bagi setiap orang. Kesadaran dan
pemahaman yang mendalam dari konsep ”Brahman Atman aekyam” dan ”Satyam
Eva Jayate” adalah merupakan keharusan bagi setiap umat manusia. DR.
Hunter D. Adam menulis puisi yang sangat menarik yang mengandung konsep
kehidupan yang sangat dalam. Secara ringkas dikatakan hidup ini seperti halnya
kita keluar dari rumah untuk sebuah kegiatan tertentu kemudian perjalanan untuk
menuju rumah. Kalau kita tidak tahu rumah kita atau asal kita, kita tidak tahu
jalan menuju rumah maka tentu kita tidak akan sampai dirumah dan kita tersesat.
Empat kalimat penting dalam puisinya yang sangat
menarik adalah:
All of life is a coming home;
All of us…all the restless hard on
the world;
All try to find the way home;
You don’t even know when you are
walking in the circle.
Genitri kalau
kita ikuti butir demi butirnya maka kita akan kembali ketempat dari mana kita
mulai, itulah kehidupan. Kita harus mengetahui dari mana kita berasal dan
bagaimana jalan hidup yang benar untuk kembali kepada asal kita. Kemanapun,
dengan jalan apapun asal jalan yang sesuai jalan Dharma, atau melingkar sesuai
lingkaran genitri, maka kita akan bertemu sang diri Atman, Brahman aekyam.
Sebuah kisah Dewa Ruci yaitu merupakan kisah perjuangan hidup Bima adik
Yudistira yang mengikuti dengan teguh jalan Dharma, ajaran Sang Hyang Aji
Saraswati, sehingga dia menemukan dirinya yang sejati yang disebut Dewa Ruci
yang Dewa yang berstana pada badannya yang tidak lain adalah sang Atman. Bima
dengan penuh cinta kasih, ketulusan, kejujuran, kesadaran, kebijaksanaan,
astung karah, tanggung jawab berjuang melawan segala rintangan untuk mencari
tirta Kamandalu di tengah samudra yang merupakan tugas dari gurunya. Kepatuhan,
cinta kasihnya dan tanggung jawabnya secara tulus kepada sang guru membuat
tugas berat yang penuh tantangan dapat dijalani dengan baik oleh Bima.
Tantangan yang dihadapi adalah ombak yang amat dahsyat, naga yang amat besar
dan ganas, namun dengan pegangan Dharma dia dapat melewati dengan baik segala
rintangan dan akhirnya ketemu manusia kecil yang persis seperti dirinya. Bima
bertanya siapa orang kecil yang persis seperti dirinya itu, lalu untuk
mengetahui itu Bima diminta masuk ketelinga manusia kecil itu. Bima tidak
percaya apa yang diminta orang kecil tersebut. Namun akhirnya Bima tersedot
dengan sendirinya memasuki lubang telinga manusia kecil itu, Bima menemukan
keajaiban yaitu semua yang ada di alam semesta ada juga pada diri orang kecil
tersebut, Bima kemudian duduk bersemadi. Pada saat itu terdengan suara, Bima
pahamilah dan sadarlah bahwa aku adalah Dewa Ruci yaitu sang Atman adalah
dirimu, Aku berstana pada badan kasar yang sementara ini kau pandang sebagai
dirimu, kau bukan badan kasar itu wahai putra Kunti, kau adalah Aku dan Aku
adalah dirimu. Ketahuilah Bima bahwa apapun yang kau lakukan dalam hidup,
apapun karmamu dalam kehidupanmu adalah usaha untuk mencapai dirimu sendiri,
adalah usaha untuk kembali pada asalmu yaitu kembali kepadaku. Kau akan dapat
kembali kepada Brahman ke tempat asalmu jika kau dapat menjalini Dharma dalam
hidupmu, ikutilah segala ajaran Sang Hyang Aji Saraswati maka kau akan kembali
kepada Brahman.
Sebagai umat
Hindu kita patut memanjatkan Astung Karah kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena telah diciptakan Sang Hyang Aji Saraswati yang selalu menuntun manusia
melalui ajarannya untuk hidup melalui jalan yang dapat membawa kita kembali
kepada asalnya yaitu Brahman. Sebagai umat Hindu mari kita selalu menyembah dan
mentaati ajaran Sang Hyang Aji Saraswati, seperti para leluhur kita selalu
mengngatkan kita lewat sebuah tembang sinom sebagai berikut.
Sembah,
pangubakti titiang;
Ring Ida
Hyang Prama Kawi;
Sang
Hyang Saraswati puja;
Sweca
Ratu manyunarin;
Manah
titiang miasa kerti;
Merarapan,
tembang kidung;
Sat sat
tekine akupak;
Yening
ratu manyuwecaning;
Nunas
suluh;
Manah
titiang sida galang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar