PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kita
yang berada dinegara kesatuan Republik indonesia ini diberikan kebebasan untuk
menganut Agama sesuai kepercayaan masing-masing serta menjalankan segala
sesuatu yang berkaitan dengan ajaran agama tersebut karena dilindungi oleh
undang-undang dasar pasal 29 ayat 2 UUD 1945,Pengertian Agama dalam Agama Hindu
yaitu suatu pengetahuan kerohanian yang menyangkut soal-soal rohani yang
bersifat gaib dan methafisika secara ethimologinya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata
"A" dan "gam". "a" berarti tidak dan
"gam" berarti pergi atau bergerak. Jadi kata agama berarti sesuatu
yang tidak pergi atau bergerak dan bersifat langgeng. Menurut Hindu yang
dimaksudkan memiliki sifat langgeng (kekal, abadi dan tidak berubah-ubah)
hanyalah Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Demikian pula ajaran-ajaran
yang diwahyukan-Nya adalah kebenaran abadi yang berlaku selalu, dimana saja dan
kapan saja.
Dalam Agama hindu ajaran Agama Hindu dapat dibagi
menjadi tiga bagian yang dikenal dengan "Tiga Kerangka Dasar", di
mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi dan merupakan satu
kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama
yang disebut Jagadhita dan Moksa.Tri Kerangka Dasar Tersebut yaitu sebagai berikut ;
1.Tatwa (Filsafat)
Pengertian tatwa tersebut adalah bagaimana cara kita
melaksanakan suatu ajaran agama dengan mendalami pengetahuan dan filsafat
agama. Tattwa berasal
dari kata tat
dan twa.
Tat berarti
”itu” dan twa
juga berarti ”itu”. Jadi secara leksikal kata tattwa berarti ”ke-itu-an”.
Dalam makna yang lebih mendalam kata tattwa bermakna (”kebenaranlah itu”). Kerapkali tattwa disamakan
dengan filsafat ketuhanan atau teologi. Di satu sisi, tattwa adalah
filsafat tentang Tuhan, tetapi tattwa memiliki dimensi lain yang tidak didapatkan dalam
filsafat, yaitu keyakinan. Filsafat merupakan pergumulan pemikiran yang tidak
pernah final, tetapi tattwa adalah pemikiran filsafat yang akhirnya harus
diyakini kebenarannya. Sebagai contoh, Wisnu disimbolkan dengan warna hitam,
berada di utara, dan membawa senjata cakra. Ini adalah tattwa yang
harus diyakini kebenarannya, sebaliknya filsafat boleh mempertanyakan kebenaran
dari pernyataan tersebut. Oleh sebab itu dalam terminologi Hindu, kata tattwa tidak
dapat didefinisikan sebagai filsafat secara an sich, tetapi lebih tepat
didefinisikan sebagai dasar keyakinan Agama Hindu. Sebagai dasar keyakinan
Hindu, tattwa mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha (Widhi tattwa, Atma tattwa, Karmaphala tattwa,
Punarbhawa tattwa, dan Moksa tattwa).
2. Susila
(Etika)
Pengertian
Susila tersebut adalah cara kita beragama dengan mengendalikan
pikiran,perkataan seta perbuatan sehari-hari agar sesuai dengan kaideh agama. susila berasal dari kata ”su” dan ”sila”. Su berarti
baik, dan sila
berarti dasar, perilaku atau tindakan. Secara umum susila diartikan
sama dengan kata ”etika”. Definisi ini kurang lebih tepat karena susila bukan
hanya berbicara mengenai ajaran moral atau cara berperilaku yang baik, tetapi
juga berbicara mengenai landasan filosofis yang mendasari suatu perbuatan baik
harus dilakukan. Bandingkan dengan kata ”etika” yang berarti filsafat moral.
Sebaliknya, kata ”moral” berarti ajaran tentang tingkah laku yang baik.
Perbuatan ”membunuh” misalnya, secara moral tindakan membunuh dilarang untuk
dilakukan, tetapi ”etika” memberikan landasan bahwa tidak semua tindakan
membunuh adalah dilarang. Tindakan membunuh yang dilarang adalah ketika
didasari oleh rasa kebencian dan kemarahan, sebaliknya membunuh bagi seorang
tentara dalam sebuah peperangan dibenarkan secara etika.
3. Upacara
(Yadnya)
Pengertian
Upacara tersebut adalah kegiatan beragama dalam bentuk ritual yadnya yang mana
sering kita kenal dengan panca yadnya yang meliputi ; Dewa, rsi, Pitra, Manusia
dan Bhuta yadnya.
kata Upacara atau acara berasal dari bahasa Sankerta yang menurut Sanskrit- English
Dictionary karangan Sir
Moonier Williems (Sudharma, 2000:1) bahwa kata ”acara” antara lain diartikan sebagai berikut.
(1) Tingkah laku
atau perbuatan yang baik;
(2) Adat
istiadat;
(3) Tradisi atau
kebiasaan yang merupakan tingkah laku manusia baik perseorangan maupun kelompok
masyarakat yang didasarkan atas kaidah-kaidah hukum yang ajeg.
Dalam bahasa Kawi
mempunyai tiga pengertian sesuai dengan sistem penulisannya (ācāra, acāra, dan acara). Kata ācāra berarti
kelakuan, tindak-tanduk, kelakuan baik, adat, praktik, dan peraturan yang telah
mantap. Kata acāra
bermakna pergi
bersama
atau teman. Dapat dibandingkan dengan
kata cāraka
yang bermakna teman
atau ia
yang pergi bersama. Dalam bahasa Bali diterjemahkan dengan kata parēkan yang
bermakna ia yang
selalu dekat. Sedangkan kata acara berarti tidak berjalan.
Bandingkan dengan kata carācara yang berarti tumbuh-tumbuhan, dengan makna yang tidak dapat berjalan. Dari ketiga makna tersebut, makna yang
digunakan dalam pengertian Acara Agama Hindu ialah makna yang pertama (ācāra), yang memiliki pengertian : (1) Kelakuan, tindak-tanduk, atau
kelakuan baik dalam pelaksanaan agama Hindu; (2) adat atau suatu praktik dalam
pelaksanaan agama Hindu; dan (3) peraturan yang telah mantap dalam pelaksanaan
Agama Hindu.
Dalam
ritual Agama hindu didalamnya menyangkut upacara bhuta yadnya yang mana Upacara Bhuta
yadnya yang rutin dilaksanakan di Bali adalah
segehan, mulai
dari segahan
kepel putih dengan lauk bawang, jahe, sampai dengan segahan agung yang
menggunakan penyambleh
yang pada umumnya berupa siap selem (ayam hitam). Kemudian caru baik
itu caru yang diadakan pas odalan ataupun pada waktu menyambut hari raya nyepi
yang berdasarkan jenis dan tingkatannya meliputi Eka sata, Panca sata,
Panca sanak, Panca Kelud, dan
caru
Rsigana. Caru dalam wujud yang lebih besar disebut dengan Tawur.Tawur menurut tingkatannya meliputi Tawur Balik Sumpah,Tawur Labuh
Gentuh,Tawur,Panca Wali Krama,dan Tawur Eka Dasa
Ludra.
Ritual bhuta yadnya ini dalam
pelaksanaan hari raya nyepi sering dibarengi dengan ritual perang api
Perang api atau mesabetan api merupakan tradisi yang sangat
unik dan hanya dimiliki oleh dua desa dilombok tepatnya dikota mataram
dikecamatan cakranegara mungkin tradisi ini kedengerannya tidak asing bagi kita
semua yang berada disekitar kota mataram khususnya cakranegara bahkan kita
pasti pernah menontonnya atau atau bahkan ada keluarga atau kenalan kita yang
ikut dalam perang api tersebut yang dimana ritual perang api ini merupakan
tradisidi dua desa yang telah berlangsung sudah sangat lama yaitu sejak tahun
1838 dan ritual perang api ini dilakukan secara turun-temurun hingga sekarang.
Tradisi tersebut
dilaksanakan dijalan selaparang cakranegara diperbatasan kelurahan mayura
dengan kelurahan cakra timur yang dimana dulunya konon ditempat tersebut merupakan
lokasi perang saudara yaitu peperangan antara kerajaan singosari dengan
kerajaan karangasem(metaram).Tradisi perang api/mesabetan api dilakukan oleh
dua desa atau banjar yang hanya dipisahkan oleh jalan raya yang mana perang api
ini diikuti oleh ratusan pemuda dari dua desa tersebut baik itu dari desa sweta
maupun dari desa negarasakah dengan menggunakan daun kelapa kering yang dibakar
ditangan lalu disabetkan kelawan hingga membentuk percikan-percikan api yang
bertebaran,yang mana ikatan daun kelapa kering tersebut diikat seperti sapu
lalu dicelupkan keminyak tanah terus digunakan untuk memukul lawan hinga ada
yang kalah atau apinya mati.yang mana terlebih dahulu dari kedua desa ada yang
memeriksa ikatan daun kelapa tersebut agar tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan.
Konon tradisi perang api
ini dilakukan sejak datangnya wabah penyakit yang tidak jelas asalnya yang
biasa oleh orang bali disebut gering atau gerubug,sehingga warga didua desa
tersebut banyak yang meninggal dunia,maka untuk mengatasinya ada yang
menganjurkan dilakukan pembakaran api,kegiatan perang api ini semula dinamakan mancesanah yakni ritual untuk mengusir
buthakala dan tradisi ini dilakukan oleh umat hindu didua desa tersebut pada
malam penyambutan hari raya nyepi,biasanya perang api dilakukan seusai pawai
ogoh-ogoh serta upacara tawur kesange(memohon penyucian)dipura jagatnate taman
mayure.
Tradisi perang api
ini/mesabetan api bukan dilakukan untuk menyakiti lawan,akan tetapi ditujukan
untuk mengeluarkan perasaan benci dan dendam meskipun tidak sedikit warga
dikedua desa yang kulitnya melepuh terkena bara api.Acara ini bermakna agar
manusia memerangi hawa nafsu yang disimbulkan sebagai api,agar tidak jatuh
korban ritual ini disertai dengan aturan yang ketat yakni peserta dilarang
membakar kembali daun kelapa yang telah padam atau mengejar lawan yang telah
padam daun kelapanya.
1.2PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar
belakang tersebut dapat Dirumuskan pemasalahan sebagi berikut :
1.”Apa makna filosopi dari tradisi perang api yang dilakukan oleh dua
desa antara desa sweta dengan desa negarasakah”
2.”Bagaimana
pandangan mengenai ritual perang api bila dipandang dari sudut aksiologi”
3.”Apakah
ada hubungan perang api yang dilakukan oleh masyarakat sweta dan
negarasakah,kec cakranegara,kota mataram dengan ritual perang api didesa
br.gunung dan umakepuh desa adat buduk,kec mengwi,kab badung”
4.”Apakah
dampak yang ditimbulkan dari ritual perang apai ini bila perang api ini tidak
dilaksanakan”
5.”Bagaimana
diskripsi pola pelaksanaan ritual perang api tersebut”
1.3 TUJUAN DAN MAMFAAT
PENELITIAN
1.3.1 TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan
Umumnya adalah untuk mencari kaitan perang api ini dengan ilmu pengetahuan dan
saintis sebagai landasan bagi perkembangn agama hindu
2. Tujuan
khusus adalah menjawab perumusan masalah timbul
3.
Mendriskripsikan pola ritual pelaksanaan perang api
1.3.2 MAMFAAT PENELITIAN
Mamfaat dilakukannya
penelitian ini adalah ;
1.Secara akademik merupakan
salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tehnik penulisan skripsi semester
enam jurusan
filsapat pada sekolah tinggi agama hindu negeri gde pudja mataram.
2.Secara teoritis/ilmiah
adalah dapat membandingkan teori-teori yang diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang terjadi
dimasyarakat tentang serjarah kebudayaan hindu
3.Secara prakis yaitu
diharapkan hal ini dapat memberikan masukan pada kedua desa untuk lebih
mencintai dan melestarikan adat istiadat/tradisi kedua desa agar dilain waktu tidak
diklaim oleh
pihk luar.
1.3.3 Kerangka berfikir
Agama
Agama hindu
Filsafat
Ritual Susila
Bhuta yadnya
Perang api
Kebebasan memeluk beragama dan beribadah sesuai ajaran agamanya adalah hak setiap manusia
karena tertuang dalam UUD 1945,Dalam ajaran Agama Hindu
kegiatan beragama tersebut dibagi menjadi tiga kerangka
dasar agama hindu yaitu: Filsapat, Ritual, dan Susila.
Dalam Ritual ini yang dibahas adalah mengenai upacara yadnya,
dimana dalam hal ini berkaiatan dengan Panca Yadnya yang salah satunya adalah upacara bhuta yadna yaitu Ritual perang api, tujuan dari pelaksanaan upacara ini adalah suatu ritual yang mencerminkan
perang melawan hawa nafsu dan angkara murka yang mana disimbulkan dengan api.Perang api ini merupakan runtutan dalam upacara
taur kesanga yaitu pas pada waktu pengrupukan menyambut hari raya nyepi.
BAB II
LANDASAN TEORI
Umat hindu cakranegara
melaksakan ritual mesabetan api atau yang lebih kita kenal dengan ritual perang
api,ritual ini merupakan rangkaian penyambutan hari raya nyepi setiap
tahunnya yaitu seusai upacara tawur
kesange(memohon penyucian)yang dilakukan dipura jagatnate taman mayure serta
pawai ogoh-ogoh.
Ritual
perang api merupakan suatu budaya yang tidak bisa lepas dari ritual dalam
menyambut pelaksanaan hari raya nyepi tiap tahunnya,Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat,Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah
atau bertani. Kata culture juga
kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia
Agama
Hindu yaitu suatu pengetahuan kerohanian yang menyangkut soal-soal rohani yang
bersifat gaib dan methafisika secara ethimologinya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata
"A" dan "gam". "a" berarti tidak dan
"gam" berarti pergi atau bergerak. Jadi kata agama berarti sesuatu yang
tidak pergi atau bergerak dan bersifat langgeng. Ajaran
Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan "Tiga
Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi
mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan
guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa.
Tiga Kerangka Dasar tersebut
adalah:
1.Tatwa (Filsafat)
Pengertian tatwa tersebut adalah bagaimana cara kita
melaksanakan suatu ajaran agama dengan mendalami pengetahuan dan filsafat
agama. Tattwa berasal
dari kata tat
dan twa.
Tat berarti
”itu” dan twa
juga berarti ”itu”. Jadi secara leksikal kata tattwa berarti ”ke-itu-an”.
2. Susila
(Etika)
Pengertian
Susila tersebut adalah cara kita beragama dengan mengendalikan pikiran,perkataan
seta perbuatan sehari-hari agar sesuai dengan kaideh agama.
3. Upacara
(Yadnya)
Pengertian
Upacara tersebut adalah kegiatan beragama dalam bentuk ritual yadnya yang mana
sering kita kenal dengan panca yadnya yang meliputi ; Dewa, rsi, Pitra, Manusia
dan Bhuta yadnya.
Tradisi perang api atau mesabetan
api ini telah ada sejak tahun 1838 dimana ditempat tersebut dahulunya telah
terjadi perang saudara antara kerajaan singasari dengan kerajaan karang
asem(metaram) yang mana kedua kerajaan ini masih mempunyai hubungan
keluarga.perang api atau mesabetan api ini pada mulanya dilakukan untuk
mengenang peristiwa sejarah yang telah
terjadi diperbatasan desa sweta denganm desa negarasakah yang mana perang
saudara ini terjadi pada hari rabu paing wuku kuningan yaitu pada tanggal 13
juli 1838 yaitu 19 hari setelah gugurnya raja metaram I Gusti Anglurah Ketut
karang Asem Dirumak.
Tradisi tersebut
dilaksanakan dijalan selaparang cakranegara diperbatasan kelurahan mayura
dengan kelurahan cakra timur yang dimana dulunya konon ditempat tersebut merupakan
lokasi perang saudara yaitu peperangan antara kerajaan singosari dengan
kerajaan karangasem(metaram).Tradisi perang api/mesabetan api dilakukan oleh
dua desa atau banjar yang hanya dipisahkan oleh jalan raya yang mana perang api
ini diikuti oleh ratusan pemuda dari dua desa tersebut baik itu dari desa sweta
maupun dari desa negarasakah dengan menggunakan daun kelapa kering yang dibakar
ditangan lalu disabetkan kelawan hingga membentuk percikan-percikan api yang
bertebaran,yang mana ikatan daun kelapa kering tersebut diikat seperti sapu
lalu dicelupkan keminyak tanah terus digunakan untuk memukul lawan hinga ada
yang kalah atau apinya mati.yang mana terlebih dahulu dari kedua desa ada yang
memeriksa ikatan daun kelapa tersebut agar tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan.
Konon tradisi perang api
ini dilakukan sejak datangnya wabah penyakit yang tidak jelas asalnya yang
biasa oleh orang bali disebut gering atau gerubug,sehingga warga didua desa
tersebut banyak yang meninggal dunia,maka untuk mengatasinya ada yang
menganjurkan dilakukan pembakaran api,kegiatan perang api ini semula dinamakan mancesanah
yakni ritual untuk mengusir buthakala dan tradisi ini dilakukan oleh umat hindu
didua desa tersebut pada malam penyambutan hari raya nyepi,biasanya perang api
dilakukan seusai pawai ogoh-ogoh serta upacara tawur kesange(memohon
penyucian)dipura jagatnate taman mayure.
Tradisi perang api
ini/mesabetan api bukan dilakukan untuk menyakiti lawan,akan tetapi ditujukan
untuk mengeluarkan perasaan benci dan dendam meskipun tidak sedikit warga
dikedua desa yang kulitnya melepuh terkena bara api.Acara ini bermakna agar
manusia memerangi hawa nafsu yang disimbulkan sebagai api,agar tidak jatuh
korban ritual ini disertai dengan aturan yang ketat yakni peserta dilarang
membakar kembali daun kelapa yang telah padam atau mengejar lawan yang telah
padam daun kelapanya.
Untuk
lebih jelas mengenai perang api ini maka kita perlu ketahui sejarah yang
berkaitan dengan ritual perang api tersebut,Sejarah ini dimulai Keruntuan kerajaan singasari(salah satu kerajaan dilombok) tahun 1720 Pada masa
kekuasaan sub dinasti anglurah made karang asem yang pada waktu itu mempunyai
daerah kekuasaan yang mengkoordinir 5 kerajaan-kerajaan kecil lainya meliputi
kerajaan pegesangan,kerajaan pagutan,kerajaan kediri,kerajaan metaram serta
kerajaan sengkongo.tetapi terjadi suatu peristiwa tanah perburuan didesa kateng
yang didalam prasasti pitemas memang termasuk wilayah kekuasaan kerajaan
metaram yang kini dipersengketakan.
Ditengah meruncingnya
perbedaan-perbedaan pendapat dipuri singasari sendiri dan adanya perasaan
terpendam antara kerajaan singasari dengan metaram seakan-akan hal inilah yang
merupakan asal mula penyebab adanya sengket berdarah antara kerajaan
bersaudara tersebut.
Menurut babat dan karya
sastra yang masih tersisa dari karya sastra I gusti wayan jelantik yang
kemudian beliau diabiseke(istilah jaman dulu dinobatkan menjadi raja)yang
kemudian bergelar menjadi Anak agung anglurah ketut karangasem (Dewata dirum
metaram).Beberapa tahun menjelang terjadinya perang saudara antara kerajaan
singasari melawan kerajaan metaram timbul/terlihat adanya tanda-tanda alam yang
merupakan ciri akan terjadinya suatu peristiwa besar (perang besar-besaran)
ciri-cirinya antara lain gunung tambora meletus pada tahun 1815 yang memakan
bayak korban meninggal,kemudian disusul musim paceklik yang berkepanjang
disertai wabah penyakit yang menjalar dari Lombok bagian barat sampai ke Lombok
bagian timur serta masih banyak lagi kejadian yang lain.
Konon orang-orang dulu
percaya bahwa keadaan seperti itu adalah suatu ciri akan terjadi suatu kejadian
yang buruk(sipta)karena adanya ulah dan perbuatan manusia yang tidak
senonoh(salah krama/gamya-gamana)yang telah merusak keseimbangan kehidupan
didunia ini,dimana alam telah memberontak/menjadi ganas sedangkan manusia telah
kehilangan dirinya yang mana tidak lagi mengenal mana yang salah atau bener
sehingga kekuasaan yang dulunya adil telah tidak ada.
Makin hari ketegangan
antara kerajaan singasari dengan kerajaan metaram makin memuncak dengan
dipasangnya tanda-tanda perbatasan(sawen)yang jauh masuk diwilayah desa
kateng,pada waktu itu kerajaan pegesangan telah menyerah kesigasari setelah
meninggalnya I gusti nengah tegeh.Awal perang antara kerajaan singasari dengan
kerajaan metaram terjadi pada hari sabtu wuku tambir”dwi kresne masa bulan
kapitu”caka warsa “wang gunung agiling in leng”1759 atau 1838 tahun
masehi,dimana perang tersebut banyak melibatkan pasukan dari kerajaan sekutu
masing-masing bahkan perang tersebut sudah menggunakan senjata modern seperti
senjata api,lela(meriam sulut) amunisi serta barang-barang imfor lainnya yang
mana semua peralatan tersebut diperoleh dari pihak asing,bahkan ada orang Inggris
yang bernama George peacock king dan agennya Cooper yang turut campur dalam
memberi bantuan peralatan perang buat raja metaram berupa kapal perang untuk
mengangkut prajurit-prajurit bantuan buat kerajaan Metaram dari karangasem bali
kelombok melalui Ampenan dan Tanjungkarang,serta berhasil membuka selat lombok
sebagai jalur pelayaran.
Mereka menggunakan kapal
perang bernama “Pleyades” dan perahu-perahu kecil yang diberi nama “Mongkey”
dan “Laju”.untuk Pleyades saja Goerge menarik ongkos perhari dengan mata uang
belanda yaitu sebesar f 125,(gulden) kepada raja metaram sewaktu mengangkut
perbekalan dan pasukan dari karang asem Bali.
Menurut Huskus
Kooman(seorang pengamat yang kemudian diangkat sebagai komisaris belanda untuk
bali dan lombok)yang dalam laporannya tanggal 11 mei 1842 kepada pemerintah
belanda dijakarta,pada permulaan perang saudara itu perbandingan kekuatan
antara kerajaan singasari dengan kerajaan karangasem mataram yaitu 20
berbanding 1,karena metaram hanya mengandalkan bantuan 3000 orang dari
karangasem bali.
Senja
hari telah lama berlalu dan gelap menyelubungi puri singasari,saat itulah raja
I Gusti Anglurah Made Karang Asem dengan menyelipkan keris ki baru cerukcuk
dipinggang keluar diiringi angota laki-laki perempuan,orang tua dan kecil-kecil
berpakaian serba putih,sisa-sisa uang pera dan emas dibawa sebagai sekerura
dihambur sepanjang perjalanan,tidak ketinggalan i gusti rangda ngurah serta
banyak lagi diiringi para pengiringnya.hari yang telah subuh ketika barisan
laju menuju ketimur tidak sengaja terjadi pertempuran disakah karena rombongan
ini dicegat oleh rombongan prajulit yang membelot menjadi musuh.menurut laporan
dokumen belanda,kira-kiran300 orang terdiri dari pria dan wanita gugur dalam
perang tersebut.puputan dsweta itu tercatat pada hari rabu paing wuku kuningan
tanggal 13 juli 1838 yaitu 19 hari gugurnya raja metaram i Gusti Anglurah Ketut
Karangasem.Untuk mengenang sejarah perang saudara itu maka desa tempat
terjadinya perang puputan tersebut mengadakan ritual mecesanah atau perang api
yang mana gunanya untuk mengusik penyakit yang timbul setelah perang sudara
tersebut yang mana penyakit tersebut berupa gerubuk.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk
mendapatkan sebuah data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.Metode merupakan cara untuk
memahami suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.Untuk mencapai
tujuan peneliti yang diharapkan, maka perlu dipandang perlu untuk menetapkan adanya suatu metode
penelitian,karena metode penelitian itu
merupakan alat yang sangat penting dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan..
3.2
PENDEKATAN PENELITIAN
Pendektan
penelitian dimaksud sebagai arah untuk menuju suatu sasaran penelitian,Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis, artinya menelitii
tentang interaksi sosial yang terjadi
dalam ritual perang api yang
berlangsung tiap tahunnya didesa sweta dan negara sakah.
3.2
JENIS PENELITIAN.
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian diskritip. Menurut M. Nazir ( 1983 ; 63 ) metode diskritip adalah Suatu
penelitian yang meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek , suatu set
kondisi, suatu system pemikiran , suatu kelas pemikiran atau suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang, yang
dilanjutkan dengan pembuktian hipotesa dan pengambilan makna dari hasil
penelitian bersangkutan.
Dalam
penelitian ini hasil penelitian akan dijabarkan atau diuraikan sehingga dapat
dipecahkan permasalahan yang sedang dihadapi dan cara permasalahannya dengan
metode ini, selain penjabaran dari permasalahan akan diuji dilakukan pada
pengambilan kesimpulan atau hasil kajian dari masalah tersebut.
3.3
SUBYEK DAN
OBYEK PENELITIAN.
Subjek
penelitian adalah semua sumber data baik primer maupun sekunder, Subjek
penelitian bisa berwujud manusia dan bisa berujud benda yang abstrak atau non
abstrak. Pada penelitian ini dijadikan subjek penelitian adalah acuan setiap
orang yang menganut agama hindu, masyarakt, pendeta dan perwakilan dari
parisada Hindu Darma Indonesia.
Objek penelitian ini
adalah setiap gejala atau peristiwa yang akan diselidiki. Dalam ritual perang
api.
3.3.1 Tempat Penelitian
Dalam penelitian kualitatif menempatakan sumber data sebagai sumber
subjek memiliki yang kedudukan penting dan menentukan sumber data serta menentukan data
yang diperoleh. peneliti menggunaka kuisioner atau wacana dalam pengumpulan
datanya, maka sumber data disebut responden, yang itu orang yang merespon atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik tertulis maupun lisan dalam
penelitian ini.
Ada dua
macam data yaitu;
1.Data primer
Data primer adalah dara yang
langsung diperoleh dari informan dengan
menggunakan teknik wawancara berdasarkan pertanyaan yang telah
disiapkan.
2.Data sekunder
Sedangkan data sekunder
adalah data yang diperoleh dari subjek peneliti namun tidak memiliki
keterkaitan secara langsung dengan variabel
penelitian.
Dan sekunder dalam
penelitian ini adalah data-data tentang lokasi peneltian, yang dapat membantu
perolehan informasi yang berhubungan dengan penelitian.
Teknik pengumpulan data
Dalam kegiatan penelitian
tentu digunakan suatu cara atau teknik yang dapat digunakan dalam pengumpulan
data yang disebut metode pengumpulan data. Adapun metode pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah sesuai dengan bentuk dan jenis data yang ingin
dikumpulkan.
1.Observasi
Observasi adalah
pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai penomena
sosial dengan gejala-gejala psiskis untuk kemudian dilakukan pencatatan,observasi disebut juga
dengan pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu
objek dengan menggunakan seluruh indera..Seorang obersever harus melakukan pencatatan data
untuk dikumpulkan dan diolah untuk mendapatkan data yang lebih mantap.
2. Wawancara (interview)
Wawancara adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden. Dari segi
pelaksanaanya maka interview dibedakan menjadi:
a.
Interview bebas yaitu pewancara
bebas menanyakan apa saja tetapi juga mengingat akan data apa yang akan
dikumpulkan.
b.
Interview terpimpin yaitu yang
dilakukan oleh pewancara dengan membawa sederatan pertanyaan lengkap dan
terperinci.
c.
Interview bebas terpimpin,
yaitu antara interviww bebas dengan interview terpimpin. Dalam melakukan
interview.pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang
hal-hal yang akan dinyatakan.
Berdasarkan pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah sebuah dialog antara dua orang
atau lebih guna memperoleh informasi-informasi mengenai masalah yang diteliti
baik itu dilakukan dengan interview guide ataupun tidak. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan interview bebas metode interview ini peneliti gunakan untuk
memperoleh dan dari subjek penelitian yang berfungsi untuk memverifikasi
(meyakinkan) serta melengkapi data-data
yang diperoleh dari observasi. Jadi dengan metode ini peneliti alan
mengetahui persepsi atau tanggapan siswa tentang model pembelajaran yang telah
dilakukan.
Tehnik-Tehnik
dalam wawancara yaitu
1.
Taknik Analisis Data
Analisis
ata adalah pekerjaan yang sulit,memerlukan kerja keras.
Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak
ada cara tertentu yang diikuri untuk
mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri yang
dirasakan cocok dengan sifat peneliti..analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data kepila, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan selama dan sesudah
penelitian pengumpulan data dengan menggunakan analisis data kualitatif
2.
Penyajian hasil Analisis
Teknik analisi data akan
disajikan dalam bentuk reduksi, klasifikasi,display dan interprestasi. Reduksi
data artinya laporan rangkuma, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal
yang penting, dicari substansinya serta pola-polanya, klasifikasi data adalh
pengelompokan data-data berdasarkan cirri khas masing-masing berdasarkan obyek
formal, penelitian diarahkan pada tujuan peneltitan.Dideskripsikan adalah
ilmu pengetahuan tentang manusia, pada hakekatnya sosial yang berbudaya,
tentunya mahluk sosial manusia senantiasa mengadakan interaksi sosial. Oleh
karena itu dalam penelitian yang penyajian datanya dengan kualitatif tidak
hanya mengamati hal-hal yang bersifat lahriah, namun peneliti memasuki alam
pikiran terus menerus, mengadakan inferensi atau tafsiran tentang apa yang
dikatakan orang penyajian data dilakukan dengan deskriptif yaitu menjelaskan
fenomena yang dilapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar