BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut
agama dan lepercayaannya itu, pasal 29 ayat 2 Undang Undang Dasar 1945, yang
menyebabkan setiap warga negara indonesia dijamin kebebasannyauntuk meeluk
agama yang dianut dan diyakini.
Kebebasan untuk memeluk agama yang
sudah diikuti oleh perkembangan kemajuan teknologi dewasa ini, serta adanya
arus globalisasi juga membawa pengaruh bagi manusia itu sendiri didalam
menjalani kehidupannya. Tertutama didalam menentukan pilihan untuk meyakini
suatu ajaran menentukan pilihan untuk meyakini suatu ajaran agama yang akan
dijadikan penuntun hidupnya yang tentunya didasari oleh kesadaran yang hakiki
dari hati nurani yang murni.
Arus globalisasi yangmelanda dunia
membuat pergaulan suasana lingkungan masyarakat yang kecil dan sempit saja
seperti : antar golongan suku, ras, agama akan tetapi hubungan antara manusia
telah berkembang begitu pesatnya antara yang satu dengan yang lainnya,sehingga
mampu menembus dinding-dinding batas perbedaan. Dalam kondisi pergaulan seperti
itu, tidak jarang terjadi peralihan agama dari agama yang satu ke agama yang
lain-lain, baik secara sukarela maupun secara perkawinan antara seorang pria
dan wanita dengan latar belakang agama yang berbeda, terlebih lagi pada
masyarakat perkotaan yang heterogin.
Agama sebagai wahyu Tuhan yang
mengandung kebenaran mutlak yang diyakin paling benar oleh pemelukknya, sehingga
agama dijadikan landasan, pegangan dan pedoman baik didalam melakukan hubungan
dengan tuhan termasuk didalamnya masalah perkawinan.
Berdasarkan pada kenyataan
tersebut,maka Parisadha Hindu Dharma Indonesia yag merupakan lembaga majelis
tertinggi agama Hindu mencari upaya pemecahan agar perkawinan dari pasangan
berbeda agama dapat diakui kesahannya oleh agama dan undang-undang perkawinan
dengan mengambil prakarsa mengadakan upacara “Sudhi Wadani” . upacara Sudhi
Wadani dilaksanakan bagi setiap orang
yang akan menganut agama Hindu, yang mana sebelumnya orang bersangkutan bukan
penganut agama Hindu.
Dalam pelaksanaan Sudhi Wadani
tidak ditentukan batas umur bagi calon yang akan disudhikan karena upacara ini
bersifat sebagai penyucian lahir bathin seseorang.
Berdasarkan hasil keputusan seminar
persatuan Tafsir Sudhi Wadani ditetapkan menjadi 3 tingkatan yaitu : 1. Upacara kecil, sarana upacaranya adalah bunga,
bija, air, api atau dupa. 2. Upacara sedang atau madyana, saran upacaranya
adalah bunga, bija, basma, air cendana,
api atau dupa. 3. Upacara besar sarana upacaranya adalah byakala, prayascita, tataban
api atau dupa. Semua saran atau sesajen ditata dan disesuaikan dengan keadaan
masing-masing, karena unsure keindahan
adalah salah satu pendukung kemantapan prilaku juga.
Untuk mencapai semua itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang pelaksanaan upacara Sudhi
Wadani yang dilaksanakan di lingkungan
karang median. Untuk itu judul proposal ini dapat dirumuskan adalah “ Pelaksanaan
Upacara Sudhi Wadani Di Lingkungan Karang Medain Ditinjau Dari Fungsi dan
Makna”
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan judul penelitian diatas
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut
1. Bagaimanakah
tata upacara Sudhi Wadani di lingkungan karang Medain.
2. Bagaimanakah
dampak upacara 5 w terhadap masyarakat karang median.
C. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Secara umumpenelitian ini bertujuan
untuk membantu mengarahakan dan menonton pikiran manusia untuk memuja Ida sang
Hyang Widhi Wasa dengan penuh ketenangan dan
kedamaian
2. Tujuan
khusus
a) Mendeskripsikan
tata cara upacara Sudhi Wadani di lingkungan karang median
b) Mendeskripsikan
dampak upacara sudhi wadani terhadap lingkungan karang median
D. Manfaat
1. Manfaat
teoritis
Secara
teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber refrensi untuk
penelitian lebih lanjut khususnya penelitian tentang model-model upacara Agama
Hindu yang lainnya serta menambah wawasan mengenai tata cara pelaksanaan
upacara Sudhi Wadani.
2. Manfaat
Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai tuntunan dan perdoman dalam pelaksanaan upacara Sudhi
Wadani.
E. Kerangka
berfikir
Agama
Agama hindu
Filsafat Ritual Susila
Manusia yang
Sudhi Wadani
Kebebasan untuk memeluk suatu agama
adalah hak setiap manusia, dalam Agama Hindu kegiatan beragama dibagi menjadi
tiga yaitu: Filsapat, Ritual, dan Susila. Dalam Ritual hal yang dikemukakan
adalah mengenai upakara yajna, dimana dalam hal ini berkaiatan dengan Panca
Yajna yang salah satunya adalah upacara manusa yajna yaitu upacara Sudhi
Wadani, tujuan dari pelaksanaan upacara ini adalah memberikan pengakuan kepada
seseorang yang akan menganut agama hindu agar sah di dalam hukum dan masyarakat
sebagai penganut hindu.
BAB II
LANDASARAB TEORI
A.
Pengertian
Sudhi Wadani
Secara ethimologi Sudhi Wadani
berasal dari kata Suddi dan Wadani. Sudhi
dari bahasa Sanserketa (f), yang berarti penyucian, persembahan, upacara
pembersihan. Penyucian. Kata yang sepadan dengan suddhi adalah suddha (mfn),
yang berarti bersih, cerah, putih tanpa cacatatau cela. Baik kata suddhi maupun
suddha berasal dari akar kata kerja suddh (kl. I, Paras, Atm), yang berarti
membersihkan, mensucikan , menjadi bersih, suci. Waddhani secara gramatikal,
berasal dari kata benda vada (mfn) yang berarti perkataan, permbicaraan, yang
dalam kata majemuk, kata vada itu hanya terpakai sebagai kata terakhir,
misalnya Priyamvada yang berbicara dengan baik atau dengan pantas. Dengan memperhatikan
arti kata suddhi dan wadani tersebut tadi, maka suddhi wadani dapat diartikan
dengan kata-kata penyucian. Secara singkat dapat dikatakan bahwa upacara suddhi
wadani adalah upacara dalam Hindu sebagai pengukuran atau pengesahan ucapan
atau janji seseorang yang secara tulus ikhlas dan hati suci menyatakan menganut
agama Hindu.
Dalam pengukuhan ini yang menjadi
saksi utama adalah Sanghyang Widhi (Tuhan), yang bersangkutan sendiri dan
Pimpinan Parisada Hindu Dharma Indonesia atau yang ditunjuk untuk mewakili
acara dimaksud.
B.
Sarana
Upacara
Setiap upacara yang dilaksanakan
oleh umat Hindu selalu ditunjang dengan sarana yang disebut upakara yang umumnya dalam bentuk
materi.
Adapun yang dikatagorikan
pokok-pokok upakara yang sudah lasim digunakan oleh umat Hindu adalah :
1. Berwujud
dedaunan, seperti : daun kelapa, daun enau, daun pisang, daun sirih, dan
lain-lainnya.
2. Berwujud
buah-buahan, seperti : buah kelapa, beras/padi, pinang, kacang-kacangan dan
lain-lainnya.
3. Berwujudan
bunga-bungaan atau kumbang.
4. Berwujud
dan air.
Memperhatikan jenis-jenis upakara
yang digunakan, jelas sekali tidak menyimpang dengan apa yang digariskan
Bhagawad Gita IX.26 berikut ini:
“Pattram pushpam phalam
toyam yo me bhaktya prayachchati tad aham bhaktyyupahritam asnami
prayatatmanah”.
Siapa yang sujud kepada-Ku dengan
persembahan setangkai daun, sekutum bunga, sebiji buah-buahan atau seteguk air,
Aku terima sebagai bakti persembahan dari orang yang berhati suci.
Saranan upacara yang digunakan oleh
umat Hidu bertujuan untuk mengarahkan dan menuntun pikiran seseorang untuk
memuja Hyang Widhi penuh dengan ketenangan. Mengingat sarana upacara yang
digunakan diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkam nilai estetika yang
mengagumkan baik dari segi lahiriah maupun batiniah.
Perlu diketahui, didalam penggunaan
sarana upacara pada saat melangsungkan upacara Sudhi Wadani, bukannya besar
atau kecilnya upakara yang dijadikan tolok ukur sebagai pengesahan, melainkan
ketulusan hati dan kesucian pikiran dari yang melaksanakan dan mengikuti acara
upacara Sudhi Wadani tersebut. Dan yang
paling penting upacara yang dilaksanakan hendaknya disesuaikan dengan situasi
dan kondisi dalam lokasi/daerah masing-masing, sepanjang tidak menyimpang dari
apa yang telah disurat dalam ajaran agama Hindu.
Sesuai dengan hasil keputusan
Seminar Kesatuan Tafsir terhadap aspek-aspek agama Hindu yang diselenggarakan
tanggal, 18 s/d 20 Februari 1982
ditetapkan adanya 3 (tiga) tingkatan atau 1 kategori sarana upacara Suddhi
Wadani, yaitu:
1. Menggunakan
upakara/banten, seperti : byakala, prayascita, tataban, penggunaan sarana ini
sudah termasuk tingkatan paling besar (uttama).
2. Menggunakan
sarana berupa : bunga, bija, dan bhasma.
Penggunaan saran ini sudah termasuk
tingkatan sederhada (madyama).
3. Mengunakan
saran berupa : bunga, bija, dan air.
Penggunaan sarana ini sudah
termasuk tingkatan kecil (kanistha).
Disamping itu penggunaan Api dalam bentyk
dupa dan dipa, mengucapkan mantram penyucian diri : OM. SA, BA, TA, A, I, NA,
MA, SI,WA, YA, AM, UM, OM tetap
dilaksanakan dengan baik upacara tersebut dalam tingkatan besar, sederhana
maupun kecil.
Adapun makna dari penggunaak sarana
upacara pada saat Sudhi Wadani adalah :
·
Byakala : untuk
melenyapkan segala kekotoran sehingga menumbuhkan kesucian diri seorang,
terhindar dari roh jahat dan sejenisnya. Disamping itu upakara Byakala
merupakan simbolisasi untuk melenyapkan pengaruh bhutakala yang bercokol pada
tubuh seorang, dengan upacara Byakala ini diharapkan calon yang sudah
disuddhikan dapat meningkatkkan kesucian dirinya.
·
Pryascita : berfungsi
sebagai pembersih secara lahir batin seseorang, dari segala kekotoran.
Prayascita mempunyai arti simbolisasi sebagai penyucian pikiran, dengan
kekuatan dan kemahakuasaan pada Dewa sinar sucinya Hyang Widhi semua hal yang
bersifat negative dapat dilenyapkan dari fisik seseorang sehingga atma yang
bersemayam dalam diri pribadi dapat memancarkan sinar sucinya.
·
Tataban/Ayaban :
berfungsi sebagai persembahan kepada Hyang Widhi sebagai pernyataan ucapan
terima kasih yang kemudian dinikmati oleh yang melaksanakan upacara dimaksud
untuk kebahagiaan hidup. Hal serupa sudah merupakan keharusan umat Hindu untuk
mempersembahakan terlebih dahulu makanan yang dimiliki sebelum dinikmati
sebagai kebutuhan hidup.
·
Bunga/kembang : dipakai
sebagai pertanyaan seta bhakti yang tulus ikhlas kehadapan Hyang Widhi serta
para leluhur. Hal ini terbukti
bunga/kembang yang digunakan adalah bunga yang segar dan harum.
·
Bija : berfungsi untuk
mensucikan pikiran, perkataan dan perbuatan (bayu, sabda, idep). Bija yag
dibuat dari beras yang dicampur dengan air cendana, kemudian diberikan puja
mantra oleh pandita diyakini oleh umat Hindu sebagai symbol benih yang suci dan sempurna,
dengan harapan kesucian itu dapat tumbuh berkembang memancar pada diri
seseorang. Karena itu bija digunakan pada pusat titik matinya tubuh manusia,
sperti pada dahi, dada, pelipis, dan ditelan.
·
Basma : dibuat dari tepung
cendana dicampur dengan air,sebagai simbolisasi peleburan terhaap segala
perbuatan yang tidak baik dan kecemaran pikiran.
·
Air : sebagai
simboliasi peleburan dosa dan melenyapkan noda-noda sehingga badan menjadi
bersih dan suci, memohon kesehatan, ketentraman dan kebahagiaan lahir batin. Air
yang sudah disucikan dengan puja mantra oleh pandita disebut dengan Tirtha,
pengunaanya dipercikan diatas kepada (ubun-ubun), diminum, diraup dimuka
sebagai pembersih bayu, sabda ,dan idep.
·
Api : berfungsi sebagai
lambing sinar suci Hyang Widhi yang menyinari alam semesta berserta isinya
dengan penuh kebijakan dan member kehidupan kepada alam semesta, sebagai
perantara yang menguubungkan antara
pemuja dengan yang dipuja, sebagai pembasmi segala kekotoran dan mengusir roh
jahat dan sebagai saksi upacara didalam kehidupan umat Hindu.
Pernyataanj tersebut diperkuat oleh
beberapa sloka sebagai berikut:
Oh Tuhan, kuat laksana api, Maha
kuasa, tuntunlah kami semua, segala yang hidup ke jalan yang baik,segala
tingkah laku menuju kepada-Mu yang bijaksana, jauhkan dari jalan yang tercela
yang jatuh dari pada-Mu, baik penghormatan maupun kata-kata yang hamba lakukan.
“Brahma rpanam Nrahma
Hawir gnam brahmana hutam, Brahnmai wa tena gantawyam, Brahma karma samadhina.
(bhagawad
gita IV, 24)
Kepada Brahman persembahan ini,
Brahma adalah mentega, persembahan api adalah Brahman, Hua adalah Brahman,
kepada Brahmanlah di harus mengahadap, dengan meditasi atas karya Brahman.
“Daiwa wa pare yajnam
Yoginah Paryu pasate, Brahmagnan apare
yajnam Yojnewnai wo pajuhwati.
(Bhawagawaad gita 1v.
25)
Beberapa yogi pemuja Dewata, yang
lainnya mempersembahkan sesajen itu kepada api Brahman sebagai yajna.
C.
Pelaksanaan
upacara
Pelaksanaan upacara bagi umat Hindu
dari satu daerah ke daerah lainnya memiliki perbedaan dan cirri khas
tersendiri, yang disesuaikan dengan corak budaya serta nalar masing-masing
individu. Demikian juga pelaksanaan upacara Sudhi Wadani memiliki perbedaan di
setiap daerah di Indonesia.
Adapun pelaksanaan upacara Sudhi
Wadani yang lazim dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Yang
bersangkutan (orang yang akan disuddhikan), mengajukan permohonan pensudhian
kepada Parisda Hindu Darma Indonesia setempat, dengan melampirkan surat pernyataan
masuk agama Hindu dan pas Foto.
2. Pihak
Parisada sebagai penanggung jawab pelaksanaan upacara Suddhi Wadani menunjuka
salah seorang rohaniawan untuk memimpin upacara, mempersiapkan upakara dan
tempat pelaksanaan upacara.
3. Setelah
ditentukan pemimpin upacara, upakara, tempat upacara, Parisada memanggil
calonyang akan disuddhikan, biasanya tempat pelaksnaan upacaranya adalah di
Pura atau tempat suci yang pandang cocok untuk melangsungkan acara dimaksud.
4. Setelah
semua persiapan dilakukan, pemimpin upacara terlebih dahulu mengantarkan
upakara itu dengan puja mantra kehadapan Hyang Widhi beserta manisfestasi-Nya
yang dipusatkan pada bangunan suci Padmasana.
5. Kepada
calon yang akan mengikuti pensuddhian diharapkan sudah siap lahir batin,
persiapan lahir dengan terlebih dahulu mandi, keramas serta menggunakan pakaian
yang bersih dan rapi.
Sedangkan persiapan batin yang
patut dilakukan adalah memantapkan bhakti dan menyerahkan diri sepenuhnya kepda
Hyang Widhi sebagai saksi agung.
6. Sebelum
memasuki halaman tempat suci, terlebih dahulu dilaksanakan upacara Byakala,
agar yang disuddhikan dibersihkan dari pengaruh Bhutakala yang bercokol pada
tubuh yang bersangkutan .
Doanya :
“ Om kaki bhuta penampik lara, kaki
bhuta penmpik klesa, ngunduraken bhaya kalaning manusaning hulun.
Om ksama sampurna ya nama”.
7. Setelah
melaksanakan upacara Byakala, orang yang disuddhkan diantar masuk kedalam
tempat suci, kemudian dilakukan upacara
Prayascita. Upacara ini bertujuan yang bersangkutan dapat dibersihkan dan disucikan
dari kotoran sehingga Atma yang bersemayam dalam diri pribadinya dapat
memancarkan sinarnya.
Doanya :
“Om Sri Guru Saraswati, sarwa roga,
sarwa papa, sarwa klesa, sarwa kali, kuluwas ya namah swaha”.
8. Upacara
selanjutnya adalah persembahan upakara berupa tataban atau ayaban sebagai
pertnyaatan terima kasih kehadapan Hyang Widhi.
Doanya :
“ Om Bhuktyantu sarwa dewa
bhuktyantu tri loka natham segenah
sapariwarah, sarwagah, sadhasidasah”.
9. Setelah
selesai mengahturkan upakara, pemimpinan upacara membacakan pernyataan yang
sudah ditulis oleh yang yang melakukan Sudhi Wadani, kemudian ditirukan dengan
seksama. Adapun bunyi surat pertanyaan yang ditulias pada blangko surat
pertanyaan oleh calon Sudhi Wadani adalah sebagai berikut :
a. Om
Tat Sat ekam eva advityam Brahman
Sang Hyang Widhi Wasa hanya satu
tidak ada duanya
b. Satyam
eva jayate
Hanya kebenaran yang jaya (menang)
c. Dengan
melaksanakan ajaran agama Hindu kebahagiaan pasti akan tercapai.
Kemudian selesai mengucapkan
peranyaan tersebut, yang disuddhikan menempati pertanyaannya itu dengan
mengucapkan janji sebagai berikut:
a. Bahwa
saya tetap akan tunduk serta taat pada
hukum Hindu.
b. Bahwa
saya tetap akan berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran serta batin untuk
dapat memnuhi kewajiban saya sebagai umat Hindu.
Kemudian dilanjutkan dengan
penandatangan surat keterangan Sudhi Wadani, baik oleh yang bersangkutan maupun
oleh para saks-saksi.
10. Setelah
penandatangan selesai dilanjutkan dengan sembahyang bersama yang dipimpin oleh
pemimpin upacara guna memohon persaksian dan satu rerstu dari Hyang Widhi.
Adapun
rangkaian persembahyangan sebagai berikut:
a. Menyembah
tanpa sarana (tangan kosong) yaitu tangan dicakupkan, diangkat setinggi dahi
sehingga ujung jari sejajar ubun-ubun. Doanya : Om Atma tattwatna sdhmam swaha.
Artinya :
Hyang yang merupakan Atma dari Atma
Tattwa, sucikanlah hamba.
b. Menyembah
dengan bunga/kembang.
Tangan menjepit bunga, ujung jari
sejajar ubun-ubun ditunjukan kehadapan siswa Raditya, manifestasi Hyang Widhi
sebagai Dewa Surya untuk menyaksikan semua persembahan manusia.
Doanya : om Adutyasya paramjyoti,
rajtateja nano stute sweta panjaka madhyastha bhaskara ya namo stute, Om
Pranamya bhaskara dewam, sarwa klesa winasanam, pranamyaditya ciwartham bhukti
mukhti warapradham, om rang ring sah Parama Cowaditya namo namah swaha.
Artinya :
Hyang Widhi, hamba sembah engkau
dalam manifesia sebagai sinar surya yang merah cemerlang, berkilau cahayu-Mu,
engkau putih suci bersemayam di tengah-tengah laksana teratai, Engkaulah
Bhaskara yang hamba puja selalu . Hyang Widhi, cahaya sumber segala sinar,
hamba menyembah-Mu agar segala dosa dan kotoran yang ada pada jiwa hamba
menjadi sirna binasa.
Karena dikau adalah sumber bhukti
dan muhkti. Kesejahteraan hidup jasmani dan rohani. Hamba memuja-Mu, Hyang Widhi
Paramaciwaditya.
c. Menyembah
dengan kwangen.
Tangan menjepit Kwangen, ujung jari
sejajar ubun-ubun sehingga permukaan kwangen berada lebih tinggi dari ubun-ubun.
Pemujaan dengan kwangen ditujukan kehadapan
dalam manifestas-Nya Hyang Widhi sebagai Ardanareswari.
Doanya :
Om, namah dewa adhisthanaya,,sarwa
wyapiowaiciwaya, padmasana eka pratishaya ardhanarecwaryainamo namah.
Artinya :
Hyang Widhi hamba memuja-Mu sebagai
sumber sinar yang hamba muliakan, hamba memuja dikau sebagai Siwa penguasa
semua mahluk, bertahta pada Padmasana sebagai satu-satunya penegak. Engkaulah
satu-satunya wujud tunggal Ardanaresawari yang hamba hormati.
d. Menyembah
dengan Kwangen
Atangan dijepit Kwangen , ujung
jari sejajar ubun-ubun ditujukan kehapan Hyang Widhi guna memohon anugrah .
Doanya :
Om Anugraha manohara dewatta
nugrahaka arcanam sarwapujanam, namahsarwanugrahaka. Dewi-dewi mahasidhi,
yajnakita mulat idham laksmisidhisca dhirgayuh, nirwignam sukha wrdhisca. Om
gharing anugraha arcana ya namo namah swaha, Om gharing anugraha manoharaya
namo namah swaha.
Artinya :
Hyang Widhi, limpahkanlah
anugrah-Mu yang mengembirakan pada hamba, Hyang Widhi maha pemurah yang
melimpahkan segala kebahagiaan, yang dicita-citakan serta di puji-puji dengan segala pujian. Hamba Puja Engkau yang melimpahkan
segala macam anugrah, sumber kesiddhian semua dewata yang semua berasal dari
yajna kasih saying-Mu.
Limpahkanlah kemakmuran,
kesiddhian, umur panjang serta keselamatan. Hamba puja Engkau Dikau untuk
dianugrahi kebahkitan dan kebahagiaan.
e. Menyembah
tanpa sarana
Tangan dicakup diangkat sejajar
dahi, sehingga ujung jari sejajar
ubun-ubun. Tujuan menyembah terakhir ini untuk mengucapkan terimakasih
atas anugrah yang dilimpahkan.
Doanya :
Om Dewa suksama parama-achintya
nama swaha
Om Santih, Santih, Santih Om.
Artinya :
Hyang Widhi, hamba memuja-Mu dalam
wujud suci yang gaib serta wujud maha agung tak dapat dipikirkan. Semoga
semunya damai dihati, damai di dunia, damai selalu.
Dengan demikian berakhirlah
rangkaian persembahanyangan yang kemudian disusul dengan memohon tirtha (air
suci) yang dipercikkan, diminum dan diraup.
Doanya :
Om Pratama sudha, dwitya sudha,
tritya sudha, sudham wari astu.
Artinya :
Pertama suci, kedua suci, semoga
disucikan dengan air ini.
11. Sebagai
rangkaian terakhir dari pelaksanaan upacara Sudhi Wadani adalah Dharma Wacana
yang diberikan oleh parisada Hindu Dharma atau yang mewakili. Tujuan dharna
wacana ini diberikan adalah untuk memberikan bekal dan tuntunan kepada umat
Hindu yang mulai menganut agama Hindu. Upacara ditutup dengan memberikan ucapan
selamat oleh yang ikut menyaksikan berlangsungnya upacara pensudhian.
Selanjutanya diakhiri dengan Parama santhi.
D.
FUNGSI
DAN TUJUAN UPACARA SUDHI WADANI
1.
Sebagai
penyucian
Didalam Weda telah dijelaskan bahwa
semua upacara yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya adalah untuk menyucikan
secara spiritual jasmani dan rohani seseorang, demikian juga tentang fungsi
pelaksanaan upacara Sudhi Wadani.
Upacara
Sudhi Wadani sebagai penyucian, dapat ditinjau dari berbagai hal, diantaraya :
1. Dari
segi pengertian Sudhi Wadani yang telah diuraikan sebelumnya dimaksud dalam hal
ini adalah : bersih, benar dan fropesional. Sedangkan kata-kata adalah tingkah
laku yang ebrhubungan dengan perkataan atau ucarapan. Kenapa penyucian
kata-kata itu penting? Hal ini dapat ditinjau kembali dari maksud upacara ini
diadakan yaitu sebagai pertanyaan tekad untuk menganuta agama Hindu. Untuk
mennyampaikan tersebut kepada orang lain cara yang paling mudah dan efektif
dilakukan adalah melalui kata-kaa atau ucapan. Perkataan adalah alat yang amat
penting diperhatikan guna menyampai9kan segala isi hati kepada orang lain. Dari
kata-kata yang diucapkan seseorang, kita dapat menduga dan mengerti isi hati
orang tersebut, apakah orang itu bermaksud jahat yang akan mengakibatkan kesusahan, atau
bermaksud baik yang akan mendatangkan
kebahagiaan.
Demikian pentingya makna perkataan
dalam kehidupan manusia karena itu perlu pertimbangan ucapan/kata-kata yang
diikrarkan hendaknya dapat mencerminkan nilai pribadi dan nilai kebenaran,
sehingga dapat membahagiakan semua pihak.
Pelaksanaan upacara Sudhi Wadani
dimaksudkan adalah untuk mengukuhkan ucapan atau perkataan tekad melalu
kata-kata/ucapan yang disucikan dari seseorang yang menganut agama Hindu.
Dengan adanya penyucian prilaku
dalam bentuk perkataan, maka dapat diakatan upacara Sudhi Wadani berfungsi
sebagai upacara lahir batin.
2. Dari
upakara-upakara yang dipergunakan.
Bila diperhatikan sarana upakara
yang dipergunakan dalam upacara Sudhi Wadani, semuanya mengandung makna
simbolisasi sebagai pembersihan baik yang dipergunakan dalam upacara-upacara
yang bersifat umum maupun upacara yang bersifat khusus secara lahir batin
seseorang yang akanmasuk menjadiu penganut agama Hindu.
Adapaun upakara-upakara yang
dimaksud adalah :
a. Byakala
.
Byakala adalah sarana simbolisasi
untuk melenyapkan oengaruh bhutakala,yaitu pengaruh negative yang bercoklol
dalam tubuh seseorang. Dengan sesajen ini diharapkan seseorang dapat
meningkatkan kesucian diri pribadinya, kalau diperhatikan bahan-bahan
perlengkapan pada upakara ini, beberapa diantaranya berbeda dengan banten
lain,yaitu :
§
Sebuah ayakan/ sidi
merupakan alat pemisah antara yang diperlukan dengan tidak (gabah dengan dedak). Dengan ayakan ini acara
simbolis seseorang akan dipisahkan dari kotoran atau pengaruh negative sehingga
menjadi bersih atau suci.
§
Daun pandan yang berduri
dianggap dapat mengusir roj-roh jahat dan lain sejenisnya, sehingga penggunaan
daun pandan ini sering dipergunakan pada tempat menanam ari-ari agar si bayi
terhindar dari pengaruh negatif.
§
Dua buah nasi yang
bernetuk segi empat dan segi tiga. Bentuk ini sebenarnya memiliki arti yang
amat luas, tetapi dalam hal ini bentuk tersebut melambangkan Singhasana yang
artinya tempat duduk, sedangkan segitiga melambangkan Anatasana yang berarti
sikap para dewa atau roh suci untuk menerima pujian-pujian, nyanyian dan
tari-tarian.
§
Sebuah penek yang
berisi nasi, bawang dan jahe adalah merupakan makanan khas yang disukai oleh
para Bhutakala.
§
Tetimpug yang terbuat
dari bambu, dibakar sampai meletus tiga kali, hal ini kiranya mempunyai dua
artiyaitu sebagai tanda upacara segela dimulai dan sebagai simbolisasi
memanggil para Bhutakala dari tempatnya untuk diberi labaan/persembahan
(korban).
§
Isuh-isuh adalah
simbolisasi untuk mengembalikan para bhutakala ke tempatnya, agar tidak
menggangu.
b. Prayascita.
Prayascita adalah sesajen yang
dipergunakan untuk membersihkan atai penyucian seara rohani orang yang
bersangkutan dari kekotoran. Tujuan dari banten prayascita ini adalah
membersihkan secara rohani tempat, bangunan, orang yang bersangkutan dari
segala kekotoran. Penggunaan banten Byakala dan Prayascita hamper digunakan
pada setiap upacarayang bersifat : penyucian seperti dalam upacara Dewa Yadnya,
banten ini digunakan pada waktu melepas bangunan atau pelinggih yang tujuannya
adalah agar bangunan atau pelinggih memiliki kekuatan sinar suci dapat memberikan getaran keyakinan pada
diri seseorang.
Pada upacara Manusia Yadnya,
khususnya pada upacara Perkawinan, banten Byakala dan Prayascita selalu
digunakan pada waktu dilaksanakannya upacara pakala-kalaan. Maksudnya agar
kedua mempelai dapat disucikan secara lahir batin.
Sedangkan pada tingkatan yang
Madhya dan kanstha, dipergunakan sarana air sebagai penyucian, karena air
diyajini oleh umat Hindu sebagai pelebur dan melenyapkan noda-noda sehingga
badan dan pikiran menjadi bersih dan suci.
2.
Berfungsi
sebagai Persaksian
Upacara Sudhi Wadani disamping
berfungsi sebagai penyucian juga mengandung makan sebagai persaksian.
Persaksian secara niskala (abstrak) dimaksud bahwa seseorang yang akan
melaksanakan upacara Sudhi Wadani dimohonkan di kehadapan Hyang Widhi dengan
berbagai menifestasi-Nya guna diberikan
restu (anugrah) menjadi penganut agama Hindu . karena kita sebagai manusia yang
berbudi meyakini bahwa Hyang Widhilah yang dapat mengatur dan mempengaruhi gerak
kehidupan di dunia seprti haknya matahari menerangi dan mempengaruhi kehidupan
di dunia ini.
Pemujaan
kehadapam Hyang Widhi beserta menifestasi-Nya sebagai saksi niskala dalam
upacara Suhdi Wadani, tampak ketika pemimpin upacara (Pandita dan Pinandita)
memimpin persembahyangan bersama dengan harapan untuk memohon persaksian dan
waranugraha.
Persaksian
secara skala (nyata) adalah adanya persaksian oleh manusia sangat penting
dilakukan karena manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya orang lain,
sehingga bisa hidup sendir tanpaadanya orang lain, sehingga kehidupan menjadi
wajar dan sempurna seacara fisik maupun mental, manusia sangat memerlukan
pengertian, kasih saying, harga diri, pengakuan maupun tanggapan emosional
didalam menunjang pergaulan sehari-hari. Untuk itulah dihadirkan saksi secara
skala (nyata) pada saat melaksanakan upacara Sudhi Wadani.
Disini
akan terbukti bahwa orang yang bersangkutan menjadi benar-benar sudah
menyatakan tekadnya menjadi penganut agama hindu, sehingga kesyahannya dapat
diterima oleh semua pihak yang terkait
dengan tujuan pelakanaan upacara dimaksud. Adapun syarat-syarat saksi dalam
upacara Sudhi Wadani adalah :
§ Jumlah
minimal 2 orang
§ Tidak
memiliki hubungan darah;
§ Tidak
berstatus aparat pemerintah
Dengan
demikian seseorang yang sudah melaksanakan upacara Sudhi Wadani sudah dapat menyatakan
dirinya kepada lingkungannya, kepada pemerintah, pihak swasta dan yang
berkepentingan, bahwa ia adalah umat Hindu yang syah serta sudah patut
mendapatkan perlindungan, tutntunan maupun binaan sebagaimana umat Hindu
lainnya.
3.
Bertujuan
untuk menyucikan lahir bathin.
Didalam Weda dijelaskan bahwa pada
daya manusia mempunyai kesadaran akan dosa, hidup mereka tidak luput dari
kekhilapan baik yang diakibatkan oleh pikiran, perkataan, maupun tingkah
lakunya, yang kadang-kadang dapat membawa akibat yang dirasakan bersalah itu
menyembabkan timbulmya hambatan bagi mereka untukmendekatkan dirinya kepada
Hyang Widhi oleh sebab itulah kesucian lahir bahtin mutlak diperlukan dalam
pelaksanaan upacara Sudhi Wadani. Upaya mensucikan laihir bathin dapat ditempuh
dengan berbagai cara seperti melakukan tapa, bratha, yang berfungsi sebagai
pengendalian atas indria dan pikiran.
Cara lain untuk mendapatkan kesucian adalah dengan
melaksanakan upacara keagamaan yang disesuaikan dengan keadaan masing-masing.
Begitu pula upacara Sudhi Wadani
memiliki tujuan agar seseorang yang mulai masuk agama Hindu dapat disucikan
secara lahir bathin. Hal ini tanpak jelas ketika dilaksanakannya upacara
Byakala sebelum yang bersangkutan memasuki tempat suci, dan selanjutnya
dilaksanakan upacara Prayascita yang maksudnya agar orang yang disudhikan dapat
disucikan lahir bhatin.
4.
Bertujuan
memberi Pengesahan Status Seseorang.
Setiap aktivitas yang dilakukan
oleh manusia, mempunyai maksud dan tujuan tertentu, demikian pula dengan
pelaksanaan suatu upacara keagamaan yang diyakini pengaruhnya, seperti halnya
pelaksanaan upacara yang lain, maka pelaksanaan upacara Sudhi Wadani disamping
sebagai penyucian lahir bahtin, juga berfungsi sebagai pengesahan status
seseorang. Bila seseorang sudah melaksanakan upacara Sudhi Wadani secara hukum
baik sekala (kenyataan) maupun niskala (abstrak) yang bersangkutan sudah syah
menjadi penganut agama Hindu. Dalam waktu tertentu dia berkeinginan lagi
kembali keagama asalnya, maka ia berkewajiban melaporkan dirinya kepada
Parisada Hindu Dharam Indonesia setempat untuk dilebur kembali sebagai penganut
Hindu. Sepanjang mereka tidak melapor atau tidak ada mengajukan permohonan
untuk berhenti menjadi penganut agama hindu, maka secara hukum mereka masih
sebagai penganut agama Hindu yang syah. Pada kenyataanya banyak terjadi, yang
disebabkan karena perceraian, mereka langsung kembali ke agama asalnya tanpa
terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Parisada Hindu Dharma sebagai
lembaga majelis tertinggi agama Hindu. Kejadian seperti ini sudah jelas melanggar
hukum Hindu. Sebagai upacara yang memiliki tujuan untukmemberi legalitas status
seseorang menajdi penganut Hindu, tampak pada pelaksanaanya ketika yang
bersangkutan mengucapkan sumpah/janjinya didepan para saksi-saksi dan kemudian
mendatangani blangko (Surat keteranga) Sudhi Wadani.
Dengan dikeluarkan Surat Keterangan
Sudhi Wadani oleh pimpinan lembaga Keagamaan Hindu, secara hukum Hindu maupun
perundang-undangan yang berlaku, yang bersangkutan sudah menjadi penganut agama
Hindu yang syah. Dengan demikian segala identitasnya yang mennyangkut agama selalu menjadikan
agama Hindu sebagai pedomandan tunduk kepada hukum Hindu.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode
penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu. Sebagai suatu cara dalam pemecahan segala masalah maka
metode tersebut harus dipilih berdasarkan gejala, jenis data maupun
karakteristik analisis yang digunakan, sehingga mendapatkan sesuatu simpulan
hasil penelitian yang diharapkan. Metode adalah cara untuk memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Penguasa metode yang tepatdalam suatu
penelitian sangatlah penting, karena metode menyangkut tentang masalah kerja
untuk memahami objek yang menjadi sasaran peneliti. Untuk mencapai tujuan
peneliti yang diharapkan, maka perlu dipandang perlu untuk menetapkan metode
penelitian, karena metode penelitian merupakan alat yang sangat penting dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode penelitian merupaka suatu ilmu
yang mempelajari prihal metode-metode yang digunakan dalam kegiatan penelitian.
A.
Pendekatan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan sosiologis, artinya menelitii tentang interaksi sosial yang terjadi dalam proses upacara
Sudhi Wadani Lingkungan Karang Medain. Abdulsyani (2002 : 5) menjelaskan bahwa
pendekatan sosiologis mempunyai objek studi pada masyarakat. Sedangkan
suprayogo (2001 : 61) dalam bukunya “ “metode
penbelitian sosial Agama” mengatakan dorongan-dorongan, gagasan-gagasan
dan kelembagaan saling mempengaruhi dan sebalaiknya juga dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan sosial.
B.
Subjek
dan Objek penelitian
Cara untuk menentukan subjek
penelitian, peneliti menggunakan cara ‘purposive
sampling’. Artinya subjek dipilih berdasarkan ciri dan keterlibatannya dalam gejala yang
dijadikan objek penelitian. Jadi subjek penelitian adalah semua sumber data
baik primer maupun sekunder, Subjek penelitian bisa berwujud manusia dan bisa
berujud benda yang abstrak atau non abstrak. Pada penelitian ini dijadikan
subjek penelitian adalah acuan setiap orang yang menganut agama hindu,
masyarakt, pendeta dan perwakilan dari parisada Hindu Darma Indonesia.
Objek penelitian ini adalah setiap gejala
atau peristiwa yang akan diselidiki. Dalam upacara Sudhi Wadani terhadap
masyarakat lingkungan karang Medain.
C.
Tempat
Penelitian
Suprayogo (2001 :162) mengatakan
bahwa dalam penelitian kualitatif menempatakan sumber data sebagai sumber
subjek memiliki kedudukan penting, ketepatan memilih dan menentukan sumber data
dan menentukan kekayaan data yang diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini
adalah subjek dari mana dara diperoleh. Apabila peneliti menggunaka kuisioner
atau wacana dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yang
itu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik tertulis
maupun lisan (suharsimi, 2002 :107), dalam penelitian ini didubakan data yang
bersumber dari :
a.
Data primer
Data
primer adalah dara yang langsung diperoleh dari informan dengan menggunakan teknik wawancara berdasarkan
pertanyaan yang telah disiapkan.
b.
Data sekunder
Sedangkan
data sekunder menurut sugiyono (2008 : 225) adalah data yang diperoleh dari
subjek peneliti namun tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan variabel
penelitian.
Dan
sekunder dalam penelitian ini adalah data-data tentang lokasi peneltian, yang
dapat membantu perolehan informasi yang berhubungan dengan penelitian.
D.
Teknik
pengumpulan data
Dalam kegiatan penelitian tentu
digunakan suatu cara atau teknik yang dapat digunakan dalam pengumpulan data
yang disebut metode pengumpulan data. Adapun metode pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah sesuai dengan bentuk dan jenis data yang ingin
dikumpulkan.
a.
Observasi
Observasi adalah pengamatan yang
dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai phenomena sosial dengan
gejala-gejala psiskis untuk kemudian dilakukan pencatatan (subagyo, 1997 : 63).
Sedangkan menurut suharsimi (2002 :133) menegaskan bahwa observasi disebut juga
dengan pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu
objek dengan menggunakan seluruh indera. Dari pengertian diatas dapat dipahami
bahwa observasi adalah suatu metode yang dilakukan dengan menggunakan seluruh
alat indera yang berhubungan langsung terhadap obyej yang teliti, yang
diobservasi yaitu keadaan sekolah, guru, dan siswa. Seorang obersever harus
melakukan pencatatan data untuk dikumpulkan dan diolah untuk mendapatkan data
yang lebih mantap.
b.
Wawancara
(interview)
Sedangkan menurut Subagyono (1997
:39). Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para
responden. Dari segi pelaksanaanya maka interview dibedakan menjadi:
a.
Interview bebas
(unguided interview), yaitu pewancara bebas menanyakan apa saja tetapi juga
mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan.
b.
Interview terpimpin
(guided interview), yaitu yang dilakukan oleh pewancara dengan membawa
sederatan pertanyaan lengkap dan terperinci.
c.
Interview bebas
terpimpin, yaitu antara interviww bebas dengan interview terpimpin. Dalam
melakukan interview.pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis
besar tentang hal-hal yang akan dinyatakan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa wawancara adalah sebuah dialog antara dua orang atau lebih
guna memperoleh informasi-informasi mengenai masalah yang diteliti baik itu
dilakukan dengan interview guide ataupun tidak. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan interview bebas metode interview ini peneliti gunakan untuk
memperoleh dan dari subjek penelitian yang berfungsi untuk memverifikasi
(meyakinkan) serta melengkapi data-data
yang diperoleh dari observasi. Jadi dengan metode ini peneliti alan
mengetahui persepsi atau tanggapan siswa tentang model pembelajaran yang telah
dilakukan. Sugiyono (2008 : 223), mengatakan dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri sebagai satu-satunya instrumen karena manusialah yang mengahadap situasi
yang berubah-ubah dan tidak menentu.
Dalam penelitian kualitatif,
instrumen utamanya adalah peneliti sendiri, namun setelah focus peneliti
menjadi jelas, maka akan dikembangkan instrument penelitian sederhana yang
diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah
ditemukan melalui observasi dan wawancara.
E.
Taknik
Analisis Data
Nasution (dalam sugiyoni, 2008 :
244) menyatakan bahwa analisis data adalah pekerjaan yang sulit,memerlukan
kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang
tinggi. Tidak ada cara tertentu yang
diikuri untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari
sendiri yang dirasakan cocok dengan sifat peneliti.
Menurut
meleong (2002 : 103), analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data kepila, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan
oleh data. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan selama dan sesudah
penelitian pengumpulan data dengan menggunakan analisis data kualitatif model
alur yang terdiri dari tahap-tahap kegiatan sebagai berikut :
1.
Reduksi data, yaitu
melakukan proses pemilahan, pemusatan perhatian, pengabstrakan dan transformasi
data kasar yang diperoleh, kemudian dipilih sesuai dengan fokus penelitian. Jadi
data yang diperoleh dari lapangan yang jumlahnya cukup banyak perlu dicatat,
dirinci secara teliti kemudian merangkum, memilah hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang
yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direkdusi akan memberikan
gambaran-gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya.
2.
Penyajian data, yaitu
disajiakan dalam bentuk uraian-uraian dan bentuk teks yang bersifat narativ
dan sintesis serta tidak menutup kemungkinan ada bentuk argumentative yang
dikemukan dalam memberikan interprestasi.
3.
Versifikasi/menarik
kesimpulan, peneliti berusaha mencari makna dari data-data yang diperoleh dan
mencari pola-pola penjelasan, konfigurasi-konfigurasi dari data yang lebih versifikasi, peneliti mengambil
suatu kesimpulan.
Penyajian
hasil Analisis
Teknik
analisi data akan disajikan dalam bentuk reduksi, klasifikasi,display dan
interprestasi. Reduksi data artinya laporan rangkuma, dipilih hal-hal yang
pokok, difokuskan pada hal yang penting, dicari substansinya serta pola-polanya,
klasifikasi data adalh pengelompokan data-data berdasarkan cirri khas
masing-masing berdasarkan obyek formal, penelitian diarahkan pada tujuan peneltitan,
display data adalah mengorganisasikan dalam suatu peta yang sesuai dengan ubjek
formal dan tujuan penelitian, interprestasi maksudnya adalah makna data yang
masih terselubung dalam objek penelitian kemudian dilakukan penyimpulan.
(kaelan, 2005 : 69-70)
Penelitian disajikan dalam bentuk
narasi karena yang dikaji, dianalisis dan dideskripsikan adalah ilmu
pengetahuan tentang manusia, pada hakekatnya sosial yang berbudaya, tentunya mahluk
sosial manusia senantiasa mengadakan interaksi sosial. Oleh karena itu dalam
penelitian yang penyajian datanya dengan kualitatif tidak hanya mengamati
hal-hal yang bersifat lahriah, namun peneliti memasuki alam pikiran terus
menerus, mengadakan inferensi atau tafsiran tentang apa yang dikatakan orang
penyajian data dilakukan dengan deskriptif yaitu menjelaskan fenomena yang
dilapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani, 2002. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan, Jakarta : Bumi
Aksara.
Gde Pudja, 2004, Bhagawad Gita. Paramita
Surabaya
Moleong 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung PT. Remaja Doskarya
Ryanto 2001, Metodelogi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Six
Subagyo, joko, 1997. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. Jakarta
Rhineka Cipta
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif Dan R & D. Bandung :
Pusaka Setia.
Suharsimi, Arikunto, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : Rhineka Cipta.
Suparyogo, Imam dan Tabroni, 2001. Metodelogi Penelitian Sosial-Agama. Bandung
PT. Remaja Rosdakarya.
Kaelan 2005,Metode Peneltian Kualitatif Bidang Filsafat, Yogyakarta :
Paradigma
Lingga I Gusti
bagus (2001). Adat dan kebudayaan : Upacara Sudhi Wadani. (www.
Wisatadewata.cm/artikel/adat kebudayaan
Om Swastiastu
BalasHapusSuksma infonya, update terus dengan artikel2 Hindu kita, agar mampu memberikan informasi yang benar kepada umat, sekaligus menjadi sumber kebenaran di dunia maya yang penuh dengan info tentang Hindu yang menyesatkan, suksma