BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Guna ada tiga
perincianya yaitu : sattvam, rajas, dan tamas. Ketiganya disebut triguna. Guna
ini berpengaruh terhadap citta sehingga disebut citta sattva, citta rajas dan
citta tamas. Pada saat triguna bertemu dengan citta maka lahirlah Bhudhi dan
dari budhi lahirlah ahamkara, ahamkara dibedakan menjadi tiga yaitu ahamkara
waikreta, taijasa dan bhutadi (Siwa tatwa, 2004, hal:19).
Dengan demikian triguna
ini akan memberi pengaruh terhadap tingkat (Sraddha) keyakinan/kepercayaan
dalam pengembangan budhi pekerti. Faktor inilah menjadi penyebab dari perbedaan
perilaku manusia yang hidup, sehingga berjalan sesuai dengan svadharmanya
masing-masing. Oleh karena sifat rajas dan tamas cenderung lebih dominant
mempengaruhi pada setiap individu yaitu dalam wujud “Sadripu” (Kama, Lobha,
Kroda, Mada, Moha, Matsarya) ini merupakan enam musuh utama yang menyelimuti
pikiran manusia menjadi gelap dan bodoh atau linglung, sehingga terperangkap oleh
jerat Maya, akan sering membawa penderitaan bagi dirinya dan mahluk-mahluk yang
lainnya.
Tingkat keyakinan
(Sraddha) yang bersifat sattvam ini menunjukkan kemurnian atau kesucian
orang-orang dengan sifat ini, yaitu hanya memuja Tuhan Yang Maha Esa (Brahman).
Tingkat keyakinan (Sraddha) yang sifat-sifat rajas adalah sifat-sifat yang
penuh dengan energi, nafsu kekuasaan, nafsu harta-benda, dan nafsu-nafsu
laninya, punya keyakinan memuja para (yaksha/raksasa) setan dan iblis.
Sedangkan tingkat keyakinan sifat-sifat tamas adalah sifat-sifat kegelapan
total yang dimiliki oleh mereka-mereka yang kurang sekali pengetahuannya akan
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, mereka amat serakah dan tidak suci, amat
sensual, malas dan penuh akan sifat-sifat gelap lainnya, demi hasrat dengan
jalan pintas ke arah sukses dan pencapaian kesejahteraan duniawi ini mereka
memuja roh-roh yang sesat dan hantu-hantu (Bhagavad Gita 17.4)
Apapun kedudukan
seseorang saat ini akan dipengaruhi oleh sifat alami yang diperolehnya sejak
lahir yaitu (sattvam) kebaikan, (rajas) nafsu, dan (tamas) kebodohan. Dengan
demikian segala pikiran, perkataan, dan perbuatan masing-masing individu
merupakan cerminan dari perilaku seseorang dalam masyarakat, maka pengaruh
dari sifat sattvam, sifat rajas dan sifat tamaspun akan memberi
dampak terhadap tingkat keyakinan dalam mengembangkan budhi pekerti
masing-masing individu.
Dalam ajaran agama
Hindu, Veda adalah sumber dari segala dharma, kemudian barulah sruti, disamping
sila, acara dan atmanastuti, oleh sebab itu semua ini seharusnya merupakan
pedoman bagi umat Hindu untuk berpikir, berkata dan berbuat dalam hidup
ini, karena akan mengakibatkan karmaphala yang akan diterimanya, sekarang,
nanti maupun yang akan datang, tanpa dapat dihindari. Sebab dinyatakan
bahwa: ”Tuhan Yang Maha Esa menyaksikan tindakan (perbuatan-perbuatan) dari
semuanya. Dan ada dimana-mana, baik di masa lampau, di masa kini maupun di masa
datang” ( Regveda I.164.20 dan Atharvaveda X.7.35)
Sebaiknya semua tindakan
dilakukan dengan sadar, karena perilaku merupakan karma seseorang, dimana karma
akan berakibat pula terhadap hasilnya. Ini merupakan langkah dari seseorang
untuk melakukan perbuatan-perbuatan dalam mengarungi kehidupan, dimana akibat
dari perbuatan (karma) tentu hasilnya akan dapat diterima nanti sekarang
maupun yang akan datang, ia tidak pernah salah kembali terhadap pelakunya tanpa
dapat dihindari.
Kesempatan dalam kehidup
ini, yang mendapatkan pengaruh dari triguna, walaupun memiliki pemahaman
tingkat keyakinan dalam pengembangan budhi pekerti yang berbeda-beda, semua ini
dapat dipergunakan menjadi modal dasar untuk merubah segala perilaku ke arah
yang lebih baik. Ini dapat terwujud pada saat menentukan pilihan dalam
bertindak atau berbuat, apabila selalu dengan mengutamakan sifat sattvam.
Adapaun sifat rajas dan sifat tamas dipergunakan dalam situasi dan kondisi yang
tepat. Dengan demikian, segala tindakan (perbuatan-perbuatan) yang dipengaruhi
lebih dominan oleh nafsu dan kebodohan/hayalan dapatlah diminimalkan. Untuk
mengurangi kerugian terhadap manusia dan segala ciptaan-Nya. Juga disebutkan :
”Dari sifat sattvam yang mulia memberi penerangan dan kesehatan, membelengu
dengan ikatan kebahagiaan dan ilmu pengetahuan, wahai anangga” (Bhagavad Gita
XIV.6)
Hindu dengan ajarannya
yang luas mampu menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Selain itu hindu
dengan lambang svastikanya mampu menelan suatu konsep ruang dan waktu, konsep
watak dan sifat makhluk pada episode dharma. Manusia
merupakan makhluk monodualis (jasmaniah dan rokhaniah), Tri Pramana (sabda,bayu
dan idep) juga makhluk sosial yang selalu cenderung untuk bermasyarakat, hidup
dalam satu kelompok, perkumpulan atau paguyuban, maka saat berperilaku
hendaknya tidak melupakan akan penerapan tuntunan dharma (ajaran
agama hindu). Yaitu sebagai sumber datangnya kebahagiaan. Bila dapat melampaui
segala pengaruh triguna, tentunya akan dapat pula mewujudkan tujuan dari ajaran
agama hindu mencapaian kebebasan (moksa).
Pengembangkan budhi
pekerti adalah suatu hal yang sangat penting dilakukan, untuk dapat
mengantisipasi keselamatan manusia dari kehancuran yang disebabkan oleh
moralitas dan tindakan manusia itu sendiri. Karena dengan mengembangkan budhi
pekerti, segala prilaku yang berdampak buruk dan kekacauan terhadap manusia
beserta ciptaan-Nya, yang disebabkan oleh manusia itu sendiri dapat berubah
menjadi kebaikan dan bermanfaat bagi manusia beserta ciptaan-Nya. Kehancuran
yang disebabkan oleh keburukan moralitas dan segala perilaku yang tidak
diinginkanpun akan dapat dihindari.
Dengan demikian
pengembangan budhi pekerti merupakan suatu peningkatan perilaku manusia baik, tepat, benar dan mulia
untuk mencegah terjadinya segala bencana, yang berasal dari perbuatan-perbuatan
manusia itu sendiri. Seperti halnya perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari
dharma, tentunya membawa malapetaka bagi kehidupan ini, sebagai contoh :
tindakan-tindakan pencemaran terhadap lingkungan, air, dan udara, pembuangan
sampah tidak pada tempatnya penyebab adanya polusi udara yang menyebabkan
bencana gangguan pernafasan, juga sebagai penyebab adanya penyumbatan saluran
atau aliran sungai yang menyebabkan adanya banjir, disamping penebangan hutan
secara liar tanpa meremajakan kembali hutan sangat jelas sebagai faktor utama
terjadinya tanah longsor dan banjir dan lain-lainya.
Oleh sebab itu perilaku manusia sangat
signifikan sebagai faktor penyebab datangnya bencana, untuk itu pengendalian
nafsu atau keinginan serakah manusia dalam pengembangan bhudi pekerti sesuai
dengan ajaran dharma, sangatlah perlu diupayakan dalam segala tindakan dan
perbuatan. Inilah diuraikan: nafsu (kama/keinginan) yang dianggap penyebab
sorga ataupun neraka, keterangannya, jika nafsu itu dapat dikendalikan, itulah
merupakan sorga, namun apabila tidak dapat dikuasai pengendaliannya itulah
merupakan neraka (Sarasamuscaya : 71)
Sifat serakah dan malas dapat
menimbulkan kerugian terhadap orang lain sedangkan sifat kebaikan yang berguna
untuk orang lain haruslah dilaksanakan, dalam terapannya berupa pengembangan
budhi pekerti, karena ia juga bisa menguntungkan terhadap diri sendiri, dan
mahluk hidup lainnya untuk mengetahui dan memahami hal tersebut skripsi ini
penulis memberi berjudul “Pengaruh
Triguna Terhadap Tingkat Sradha Dalam Pengembangan Budhi Pekerti” (Analisis
Bentuk Fungsi dan Makna dalam Teologi Hindu )
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas,
untuk mempermudah dalam kajian analisis bentuk, fungsi dan makna tentang
pengaruh tri guna terhadap tingkat sraddha dalam pengembangan budhi pekerti,
maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengaruh sifat sattvam terhadap tingkat sraddha dalam
pengembangan budhi pekerti ?.
2. Bagaimana Pengaruh sifat rajas terhadap tingkat sraddha dalam
pengembangan budhi pekerti ?
3. Bagaimana Pengaruh sifat tamas terhadap tingkat sraddha dalam
pengembangan budhi pekeri ?
4. Bagaimana cara meningkatkan sifat sattvam untuk pengembangan budhi
pekerti dalam ajaran Hindu?
1.3
TUJUAN DAN MAMFAAT PENELITIAN
1.3.1 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan
rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Secara akademik merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
mata kuliah psikologi agama hindu semester empat falkultas filsapat pada
sekolah tinggi agama hindu negeri gde pudja mataram.
2.Secara teoritis/ilmiah adalah dapat membandingkan teori-teori yang
diperoleh dibangku kuliah dengan
kenyataan yang terjadi dimasyarakat tentang psikologi agama hindu
3.Memperoleh data
tentang bentuk, fungsi dan makna triguna terhadap tingkat sradha dalam
pengembangkan budhi pekerti.
4.Mendapatkan informasi tingkat sraddha yang di
dominasi oleh rajas dan tamas, sebagai penghambat dalam pengembangan budhi
pekerti.
5.Memperoleh cara yang tepat untuk meningkatkan
sifat sattvam terhadap tingkat sraddha dalam pengembangan budhi pekerti.
6.Dapat memberikan keyakinan bahwa melalui
pengembangan budhi pekerti yang tepat, tujuan agama hindu tentang moksa
dapat dicapai.
BAB II
PEMBAHASAN
Ada tiga sifat alam material
diseluruh jagat yang didapat oleh manusia, untuk melakukan sesuatu, namun
ketiganya ini merupakan bagian-bagian yang tak dapat dipisahkan antara satu
dengan bagian yang lainnya walaupun ketiga sifat ini berbeda-beda, karena
merupakan satu kesatuan yang utuh. Dalam Bhagavad Gita Adyaya 18.40 dan Adyaya
18.60 disebutkan:
Na tad asti prthivyam va divi devesu va
punah
Sattvam prakrti-jair muktam yad ebhih syat
tribhir gunaih
Artinya :
Tiada makhluk yang hidup, baik disini maupun dikalangan para dewa
disusunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang
dilahirkan dari alam material. (Prabhupada, 1986: 797)
svabhava-jena kaunteya nibaddhah svena
karmana
kartum necchasi yan mohat karisyasy avaso
‘pi tat
Artinya :
akibat khayalan, engkau sekarang menolak bertindak
menurut perintah Ku. Tetapi didorong oleh pekerjaan yang dilahirkan dari
sifatmu sendiri, engkau akan bertindak juga, wahai putra kunti.(Prabhupada,
1986: 814)
1. Pengertian Triguna
Tri artinya tiga Guna artinya
sifat atau bakat jadi Triguna adalah tiga sifat dasar yang terdapat pada setiap
yang ada dijagat raya ini baik makhluk hidup maupun benda mati. Ketiga sifat
itu mempengaruhi manusia sejak masih dalam kandungan sampai akhir hidupnya,
hanya saja dalam prosentase yang berbeda-beda dan selalu berubah-ubah.
Perubahan pengaruh guna itulah menyebabkan tabiat manusia berubah-ubah dan
triguna tidak seimbang menjadikan bermacam-macam sifat manusia. (Rudia Adipura,
2003 : 56)
Dalam Werespati tattva disebutkan,
sattvam bersinar terang-bersih-tenang, rajas bergejolak dan dinamis, tamas
malas-lamban dan dungu/gelap demikianlah ketiga guna ini membelenggu manusia
sehingga terjadinya bermacam-macam sifat manusia tesebut seperti : Tenang, suci,
bijaksana, cerdas, jujur, desiplin, rajin Lincah, gesit, kasar, cepat
tersinggung, keras kepala, congkak, emosi, ego Mengantuk, bodoh, malas, kumal,
lambat
Dengan demikian ketiga sifat-sifat itu
terdiri dari : sattvam, rajas tamas terlahir dari prakerti membelenggu penghuni
badan (jiva) yang tak termusnahkan, dari sifat sattvam yang mulia memberikan
penerangan dan kesehatan, membelenggu dengan ikatan kebahagiaan dan ilmu
pengetahuan dapat mengantar kearah yang positip sesuai dengan norma agama, sifat
rajas yang bernafsu menjadi sumber kehausan bahkan jika lebih dominan dapat
mengarah kearah sombong dan keinginan akan segalanya berlebihan dalam hidup
ini, sedangkan sifat tamas adalah ketidaktahuan dan kemalasan berdampak
terjerumus kearah yang tidak bermanfaat dalam meraih perbaikan karma saat
menjalani kesempatan pada hidup ini. Juga terdapat dalam kitab suci Bhagawad
Gita Adyaya 3.33 disebutkan :
sadrsam cestate svasyah prakrter jnanavan api
prakrtim yanti bhutani nigrahah kim karisyati
Artinya:
Orang yang berpengetahuan pun bertindak mengikuti
sifatnya sendiri, sebab semua orang mengikuti sifat yang telah diperolehnya
dari tiga sifat alam.apa yang dapat dicapai dengan pengekangan?(Prabhupada,
1986:192)
Pada kenyataannya kalau seseorang
belum mantap pada tingkat rohani, ia tidak dapat dibebaskan dari pengaruh
sifat-sifat alam material terdiri dari tiga sifat-kebaikan, nafsu dan
kebodohan, bila makhluk hidup yang bakal berhubungna dengan alam, ia diikat
oleh sifat-sifat tersebut, karena pergaulannya sejak lama berada di dalam
ikatan ini. Dengan keyakinan yang tinggi mengikuti petunjuk dharma dan dengan
latihan yang diaktualisasikan dalam perbuatan sehari-hari tanpa mengharapkan
hasil dan selalu menyerahkannya kepada Tuhan, menyadari ini semua adalah sudah
merupakan kehendak-Nya, keberadan ini semua hanya tugas dan kewajiban yang
harus dijalankan sesuai dengan swadharma masing-masing.
Alam material yang memiliki tiga sifat
sangat kuat mengikat yang kekal dalam makhluk yang hidup, seperti dikatakan dalam
kitab suci Bhagavad Gita adyaya 14.5 sebagi berikut :
sattvam rajas tama iti gunah prakrti-sambhavah
nibadhnanti maha-baho dehe dehinam avyayam
Artinya :
Alam material terdiri dari tiga sifat-kebaikan,
nafsu dan kebodohan. Bila makhluk hidup yang kekal berhubungan dengan alam, ia
diikat oleh sifat-sifat tersebut, wahai Arjuna yang berlengan
perkasa.(Prabhupada, 1986: 663)
Dengan demikian walaupun makhluk hidup bersifat rohani, yang tidak
mempunyai hubungan dengan alam material, akan tetapi oleh karena para makhluk
hidup memilih jenis badan, dimana badan yang memiliki dunia material, ini
sangat mungkin mengakibatkan dorongan untuk bertindak menurut sifat alam yaitu
kebaikan, nafsu dan kebodohan. Semua tindakan ini meninbulkan karma yang hasilnya
tentu akan menyesuaikan, karena seperti anak seekor lembu tidak akan pernah
keliru mencari susu induknya.
Kerjasama ketiga guna tersebut laksana minyak sumbu dan api yang
bersama-sama menyebabkan nyala lampu, walaupun masing-masing elemen itu
berbeda-beda yang sifatnya bertentangan ketiga guna berubah terus menerus. Ada
dua perubahan bentuk tiguna itu, yaitu: svarupaparinama dan virupaparinama.
Pada waktu pralaya masing-masing guna berubah pada dirinya sendiri, tanpa
mengganggu yang lain. Perubahanan seperti ini disebut svarupaparinama. Pada
waktu demimikian tidak mungkin ada penciptaan, karena tidak ada kerjasama
antara ketiga guna itu. Namun bila guna yang menguasai yang lain, maka terjadi
suatu penciptaan. Perubahan ini disebut virupaparinama (Ngurah made,1999:119)
2. Bagian-Bagian Triguna
Bagian-bagian merupakan suatu kompenen yang tidak dapat dipisahkan walaupun hal
yang nampaknya berbeda akan tetapi menjadi satu kesatuan yang utuh,
bagian-bagian triguna adalah terdiri dari Sattvam, Rajas, Tamas. Sattvam,
rajas dan tamas ini adalah merupakan sifat yang membuat kecenderungan untuk
bisa memilih dalam menjalani hidup ini bila salah satu sifat yang lebih dominan
maka perilaku akan nanpak seperti memiliki karakter yang berbeda satu individu
dengan individu yang lainnya.
Ketiga sifat tersebut terdiri dari: sattvam, rajas tamas terlahir dari prakerti
membelenggu penghuni badan (jiva) yang tak termusnahkan, dari sifat sattvam
yang mulia memberikan penerangan dan kesehatan, membelenggu dengan ikatan
kebahagiaan dan ilmu pengetahuan, sifat rajas yang bernafsu menjadi sumber
kehausan dan keinginan akan hidup, sedangkan sifat tamas adalah ketidaktahuan.
Berbagai jenis pertapaan dan kesederhanaan, yang dapat dilakukan dengan badan
yaitu untuk melatih menyucikan diri secara lahiriah dan bathiniah, berbicara
tidak mengganggu pikiran orang lain, seharusnyalah berbicara mengutip dari
kekuasaan kitab suci untuk memberikan apa yang akan dikatakan, dan perlahan
tapi dengan serius untuk melepaskan ikatan pikiran terhadap indria-indria dari
kenikmatan maya, dimana pikiran haruslah dilatih supaya merenungkan perbuatan
baik untuk orang lain. Dalam Bhagavad Gita adyaya 17.14-16) sebagai berikut :
deva-dvija-guru-prajna saucam arjavam
Brahmacaryam ahimsa ca sariram tapa ucyate
Artinya:
Pertapaan jasmani terdiri dari sembahyang kepada
Tuhan Yang Mahaesa, para brahmana, guru kerohanian dan atasan seperti ayah dan
ibu, dan kebersihan, kesederhanaan, berpantang hubungan suami istri dan tidak
melakukan kekerasan. (Prabhupada, 1986: 757).
anudvega-karam vakyam satyam priya-hitam ca yat
svadhyayabhysayam caiva van-mayam tapa ucyate
Artinya :
pertapaan suara terdiri dari mengeluarkan
kata-kata yang jujur, menyenangkan, bermanfaat, dan tidak mengganggu orang
lain, dan juga membacakan kesusastraan veda secara teratur. (Prabhupada, 1986:
758).
manah-prasadah sumyatvam maunam atma-vinigrahah
bhava-samsuddhir ity etat tapo manasam ucyate
artinya:
kepuasan, kesederhanaan, sikap yang serius,
mengendalikan diri dan menyucikan kehidupan adalah pertapaan pikiran.
(Prabhupada, 1986: 759).
Dengan demikian jelas sekarang bagian-bagian triguna tersebut terdri dari tiga
sifat karena akan membentuk karakter atau watak manusia yang sesungguhnya telah
diporelehnya sejak lahir dan tidak dapat dihindari, maka untuk dapat melakukan
karma baik, melebur karma buruk dapat di uraikan bagian-bagian triguna sebagai
berikut :
a. Sattvam
Sattvam adalah sifat kebaikan dimana sifat ini
membentuk karakter manusia untuk selalu berbuat kebaikan karenanya manusia bisa
berpikir berkata melakukan sesuatu dengan baik, bijaksana, cerdas, sopan,
desiplin, jujur dalam menegakkan dharma.
b. Rajas
Rajas adalah sifat nafsu dimana sifat ini
membentuk karakter manusia untuk selalu memiliki pengaruh kecendrungan berpikir
berkata dan berbuat penuh dengan nafsu, angkuh, sombong, cepat tersinggung,
rakus, haus kekuasaan dan dalam melakukan apa saja tidak pernah mau mengalah
atau tidak pernah merasa salah menganggap dirinya selalu paling benar.
c. Tamas
Tamas adalah suatu sifat yang dimiliki oleh
manusia yang memberi pengaruh malas, pasif dan masa bodoh. Sehingga ini
terkadang manusia bisa tidak mengindahkan apapun yang terjadi selalu cuek atau
masa bodoh, selalu berhayal tidak mau tahu apapun yang akan terjadi terkadang
resiko yang fatalpun siap diterimanya.
3. Ciri-Ciri Triguna
Ciri-ciri triguna ialah suatu tanda-tanda yang
dihadirkan oleh sifat-sifat sattvam, rajas dan tamas di dalam aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang. adapun bentuk, fungsi dan makna yang nampak ini semua
merupakan cerminan dari sifat-sifat tersebut. Adapun sebagai contoh dijelaskan
dalam hal-hal seperti : 1) memilih makanan, (2) Pertapaan atau pengendalian
diri, (3) beryajna dan berdana punya.
1. Ciri-Ciri Sifat Sattvam
Dalam Menawadharmasastra XII.31 disebutkan :
Mempelajari veda, bertapa, belajar segala macam,
ilmu pengetahuan, berkesucian, mengendalikan atas budi indriya, melakukan
perbuatan perbuatan yang bajik, bersamadhi tentang jiwa: semua merupakan
ciri-ciri sifat sattva. (Pudja dan Sudharta, 1996 : 723)
Sifat satvam adalah diartikan dengan sifat kebaikan sehinga memiliki ciri-ciri
dalam prilaku sebagai berikut: Tenang, suci, bijaksana, cerdas, jujur,
desiplin, rajin. Sattvam adalah keseimbangan. Bila sattvam yang menang,
terjadi kedamaian atau ketenangan. Dalam hal memlih makanan sifat
sattvam dsebutkan sebagai berikut : ayuh sattva balarogya
sukha-priti-vivardhanah rasyah snigdhah stira hrya aharah sattvika-priyah artinya:
makanan yang disukai oleh orang dalam sifat kebaikan memperpanjang usia hidup,
menyucikan kehidupan dan memberi kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan kepuasan.
Makanan tersebut penuh sari, berlemak, bergizi dan menyenangkan hati. (Bhagavad
gita 17.8), melakukan yadnya disebutkan : apalakansibhir yajno vidhi-disto
ya ijyate yastavyam eveti manah samadhaya sa satvikah. artinya : Diantara
korban-korban suci yang dilakukan menurut kitab suci, karena kewajiban, oleh
orang yang tidak mengharapkan pamrih, adalah korban suci bersifat kebaikan.
(Bagavad Gita 17.11), melakukan pertapaan disebutkan : Sraddhaya paraya
taptam tapas tat tri-vidham naraih aphalakanksibhir yuktaih sattvikam
paricaksate. Artinya : Tiga jenis pertapaan tersebut, yang dilakukan
dengan keyakinan rohani oleh orang yang tidak mengharapkan keuntungan material
tetapi tekun hanya demi yang mahakuasa, disebut pertapaan dalam sifat kebaikan.
(Ghagavad Gita 17.14), Dalam hal kedermawanan atau dana punia : datavyam
iti yad danam diyate ‘nupakarine dese kale ca patre ca tad danam sattvikam
smrtam Artinya: Kedermawanan yang diberikan karena kewajiban, tanpa mengharapkan
pamerih, pada waktu yang tepat dan ditempat yang tepat, kepada orang yang patut
menerimanya dianggap bersifat kebaikan (Bhagavad Gita 17.20)
2. Ciri-Ciri Sifat Rajas
Menawadharmasasta XII.32 disebutkan :
Sangat bergairah akan melakukan tugas-tugas
pekerjaan, kurang didalam ketekunan, melakukan perbuatan-perbuatan berdosa, dan
selalu terikat akan kesenangan-kesenangan jasmani, semuanya merupakan sifat
rajas.(Pudja dan Sudharta, 1996 : 724)
Sifat Rajas adalah diartikan dengan sifat nafsu, sifat ini memiliki
ciri-ciri sebagai berikut : Lincah, gesit, kasar, cepat tersinggung, keras
kepala, congkak, emosi, ego. Rajas adalah aktifitas yang dinyatakan sebagai
raga-dwesa, suka tau tidak suka, cinta atau benci, menarik atau jijik. Dalam
hal memlih makanan sifat Rajas sebagai berikut : katv-amala-lavanaty-usna
tiksa ruksa vidahinah ahara rajasasyeta dhukha-sokamaya pradah artinya:
Makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu manis, panas sekali atau
menyebabkan badan menjadi panas sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan
berisi terlalu banyak bumbu yang keras sekali disukai oleh orang dalam sifat
nafsu. Makanan seperti itu menyebabkan dukacita, kesengsaraan dan penyakit.
(Bhagavad Gita 17.9), melakukan yadnya: abhisandhaya tu phalam dambhartham
api caiva yat, ijyate bharata-srestha tam yajnam viddhi rajasam. Artinya:
Tetapi hendaknya engkau mengetahui bahwa korban suci yang dilakukan demi
keuntungan material, atau demi rasa bangga adalah korban suci yang bersifat
nafsu, wahai yang paling utama diantara para bharata.(Bhagavad gita 17.12),
Dalam hal pertapaan disebutkan: Satkara-mana-pujartham tapo dambhena caiva
yat, Kriyate tad iha proktam rajasam calam adhruvam Artinya: Pertapaan yang
dilakukan berdasarkan rasa bangga untuk memperoleh pujian, penghormatan dan
pujaan disebut pertapaan dalam sifat nafsu (Bhagavad Gita 17.15), Dalam hal
kedermawanan atau dana punia disebutkan : yat tu pratyupakarartham phalam
uddisya va punah, diyate ca pariktistam tad danam rajasam smrtam Artinya :
Tetapi sumbangan yang diberikan dengan mengharapkan pamrih, atau dengan
keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala, atau dengan rasa kesal, dikatakan
sebagai kedermawanan dalam sifat nafsu (Bhagavad Gita 17.21)
3. Ciri-Ciri Sifat Tamas
Menawadharmasasta XII.33 menyebutkan :
Loba, pemalsu, kecil hati, kejam atheis, berusaha
yang tidak baik, berkebiasaan hidup atas belas kasih pemberian orang lain dan
tidak berperhatian adalah ciri-ciri sifat tamas. (Pudja dan Sudharta, 1996 :
724)
Sifat tamas adalah sifat yang diartikan kebodohan, sitaf ini memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : Mengantuk, bodoh, malas, kumal, lambat. Tamas adalah yang
membelenggu dengan kecendrungan untuk kelesuan, kemalasan dan kegiatan yang
dungu, yang menyebabkan khayalan atau tanpa pembedaan. Dalam hal memlih
makanan sifat Tamas sebagai berikut : yata-yamam gata-rasam puti paryusitam
ca yat, uccistam api camedhyam bhojanam tamasa-priyam. artinya: Makanan
yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan, makanan yang hambar, basi dan
busuk, dan makanan terdiri dari sisa makananorang lain dan bahan-bahan haram
disukai oleh orang yang bersifat kegelapan (Bhagavad Gita 17.10), Dalam hal
melakukan yadnya : viddhi-hinam asrstannam mantra-hinam adaksinam, sraddha-virahitam
yajnam tamasam paricaksate Artinya : Korban suci apa pun yang dilakukan
tanpa mempedulikan petunjuk Kitab Suci, tanpa membagikan prasadam (makanan
rohani), tanpa mengucapkan mantra-mantra veda, tanpa memberi sumbangan kepada
para pendeta dan tanpa kepercayaan dianggap korban suci kebodohan. (Bhagavad
Gita 17.13), Dalam hal melakukan pertapaan: Mudha-grahenatmano yat pidaya
kriyate tapah, Parasyotsadanartham va tat tamasam udahrtam Artinya:
Pertapaan yang dilakukan berdasarkan kebodohan, dengan menyiksa diri atau untuk
menghancurkan atau menyakiti orang lain dikatakan sebagai pertapaan dalam sifat
kebodohan. (Bhagavad Gita 17.16), Dalam hal kedermawanan atau dana punia : adese-kale
yad danam apatrebhyas ca diyate asat-krtam avajnatam tat tamasam udahrtam artinya:
sumbangan-sumbangan yang diberikan ditempat yang tidak suci, pada waktu yang
tidak suci, kepada orang yang tidak patut menerimanya, atau tanpa perhatian dan
rasa hormat yang benar dikatakan sebagai sumbangan dalam sifat kebodohan. (Bhagavad
Gita 17.22)
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas maka dapat diambil suatu
kesimpulan sebagai berikut;
1. Dengan memahami sifat-sifat pada diri manusia
yaitu triguna dapat diketahui bentuk, fungsi dan maknanya sehingga untuk
melampaui ketiga sifat ini sesungguhnya dapat dilakukan dengan cara mengikuti
petunjuk dharma.
2. Guna mencapai kalepasan orang terlebih dahulu
harus menunaikan tugasnya tanpa mengharapkan pahalanya. Selanjutnya orang harus
mempelajari Veda di bawah pimpinan seorang guru yang akan memimpinnya menurut
kemampuan masing-masing, sehingga orang akan mendapatkan pengetahuan yang benar
tentang dirinya dan tentang Tuhan.
3. Ukuran
kwalitas Triguna pada seseorang sangat tergantung dengan tiga faktor yaitu
Karma wasana (perbuatan terdahulu / perbuatan masa lampau), Subakarma
(perbuatan baik ) dan Asubakarma (perbuatan tidak baik).
Om Swastyastu...Mohon maaf sebelumnya bilamana penyampaian saya kurang sopan santunnya, dari segi usia memang sudah termaduk lingsor bener, tapi dlm segi keyakinan /Agama saya akui sangat kurang maka saya tidak malu" mohon pencershan walaupun seklumit yg maknanya untuk saya kembali ke asalmula saya sendiri.saya I Gusti Putu Muditha.Lahir Hari Rabu Wage Ukir
BalasHapusTgl 25. JULI. 1951.. itulah yg dapat sampaikan dgn harapan biar ada sameton/saudara" saya yg bisa bantu kemana,dimana saya bisa minta/nunas biar paham sedikit aj masalah yg saya uraikan seperti diatas , Suksema,.salam dari Lampung...