BAB I
PENDAHLUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada setiap saat di pelemehan desa adat banjar juga di pekarangan pauahan
umat Hindu di Bali menyelengarakan suatu upacara yang disebut “Mecaru”.
Demikian juga pada setiap musim (masa) yang juga disebut “Sasih” pada hari
Kajeng Kliwonya pada bulan mati. Pada setiap pintu pekarangan umat Hindu juga
menyelenggarakan pecaruan yang disebut “Carun Sasih”.
Upacara-upacara tersebut secara rutin masih dilakukan oleh umat Hindu
dipedesaan. Namun apa sesungguhnya upacara dimaksud dan apa tujuannya ternyata
banyak dikalangan umat Hindu yang tidak tahu. Kalau ditanya ya jawabnya “mule
keto”. Hal ini tidak tidak boleh dibiarkan terus. Lebih-lebih dalam
memasuki era globalisasi. Oleh karena itu upacara-upacara tersebut diatas perlu
diungkapkan secara ilmiah popular untuk mudah dipahami terutama oleh umat Hindu
sendiri, bila hal ini kita tidak lakukan akan timbul kekhawatiran nantinya
tentang kelanjutan pelaksanaan upacara dimaksud.
Tari sanghyang adalah suatu tarian sakral yang berfungsi
sebagai pelengkap upacara untuk mengusir wabah penyakit yang sedang melanda
suatu desa atau daerah. Selain untuk mengusir wabah penyakit, tarian ini juga
digunakan sebagai sarana pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magi hitam
(black magic). Tari yang merupakan sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu ini biasanya
ditarikan oleh dua gadis yang masih kecil (belum dewasa) dan dianggap masih
suci. Sebelum dapat menarikan sanghyang calon penarinya harus menjalankan
beberapa pantangan, seperti: tidak boleh lewat di bawah jemuran pakaian, tidak
boleh berkata jorok dan kasar, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh mencu Ada
satu hal yang sangat menarik dalam kesenian ini, yaitu pemainnya akan mengalami
trance pada saat pementasan. Dalam keadaan seperti inilah mereka menari-nari,
kadang-kadang di atas bara api dan selanjutnya berkeliling desa untuk mengusir
wabah penyakit. Biasanya pertunjukan ini dilakukan pada malam hari sampai
tengah malam.
1.2PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar
belakang tersebut dapat Dirumuskan pemasalahan sebagi berikut :
1.”Apa makna filosopi dari upacara
ritual sanghyang jaran yang dilakukan didesa babakan butun kelurahan bertais”
2.”Bagaimana
pandangan mengenai ritual ini jika dipandang dari sudut aksiologi”
3.”Apakah
ada hubungan sanhyang jaran yang dilakukan oleh desa babakan butun kelurahan
bertais dengan sangyang jaran ditempat lain”
4.”Apakah
ada dampak yang ditimbulkan bila tradisi ini tidak dilaksanakan”
1.3 TUJUAN DAN MAMFAAT
PENELITIAN
1.3.1 TUJUAN
PENELITIAN
1. Tujuan Umumnya adalah untuk mencari kaitan ritual
ini dengan ilmu pengetahuan saat ini
2. Tujuan khusus adalah menjawab permasalah timbul
dari pertanyaan mengenai upacara ini
3. Mendriskripsikan pola ritual pelaksanaan upacara
sanghyang jaran tersebut
1.3.2 MAMFAAT PENELITIAN
Mamfaat dilakukannya
penelitian ini adalah ;
1.Secara akademik merupakan
salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tehnik penulisan skripsi semester
enam jurusan
filsapat pada sekolah tinggi agama hindu negeri gde pudja mataram.
2.Secara teoritis/ilmiah
adalah dapat membandingkan teori-teori yang diperoleh dibangku kuliah dengan kenyataan yang terjadi
dimasyarakat tentang serjarah kebudayaan hindu
3.Secara prakis yaitu
diharapkan hal ini dapat memberikan masukan yang berarti buat desa saya agar ritual upacara ini jangan sampai punah
1.3.3 Kerangka berfikir
Agama
Agama hindu
Filsafat
Ritual Susila
Bhuta yadnya
Sanghyang jaran
Dalam
ajaran Agama Hindu kegiatan beragama tersebut dibagi menjadi tiga kerangka
dasar agama hindu yaitu: Filsapat, Ritual, dan Susila. Dalam Ritual ini yang
dibahas adalah mengenai upacara yadnya, dimana dalam hal ini berkaiatan dengan
Panca Yadnya yang salah satunya adalah upacara bhuta yadna yaitu Ritual upacara
sanghyang jaran yang mana tujuan dari pelaksanaan upacara ini adalah sebagai pelengkap upacara untuk
mengusir wabah penyakit yang sedang melanda suatu desa atau daerah. Selain
untuk mengusir wabah penyakit, tarian ini juga digunakan sebagai sarana
pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magi hitam (black magic). Tari yang
merupakan sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Caru Dan Bhuta Yadnya
2.1.1 Pengertian Caru
Dalam kamus Sansekerta dijumpai arti kata caru itu adalah bagus, cantik,
harmonis. Mecaru dalam bahasa Bali artinya menyelenggarakan caru yang mempunyai
maksud mempercantik, memperbagus dan mengharmoniskan. Apakah yang diharmoniskan
? tergantung pada obyeknya. Kalau caru itu caru palemahan atau areal itu
sendiri. Kalau caru sasih maka yang diharmoniskan adalah waktu atau musim atau
masa. Sedangkan caru oton yang diharmoniskan adalah perilaku manusia yang
antara lain diakibatkan oleh pengaruh kelahiran atau oton. Caru juga mempunyai
pengertian yang khusus, yang dikaitkan dengan sarana upacara. Caru sebagai
sarana berarti “sega” atau nasi dalam segala bentuknya, ada yang
berbentuk tumpeng kecil-kecil. Sega atau nasi dilengkapi dengan lauk
pauk.
2.1.2 Bhuta Yadnya
Bhuta yadnya
terdiri dari dua kata yaitu bhuta dan yadnya. Bhuta berasal dari kata bhu
yang artinya ada, tampak dengan mata kasar. Buta sesuai dengan sifatnya, ia
pasif, tidak bergerak, tenaga atau energi dalam bahasa yoga adalah “prana”.
Dalam bahasa agama disebut kala. bersatunya bhuta atau benda-benda material
yang sangat besar dan banyak ini lalu bergerak dengan sangat hebatnya.
2.1.3 Rirual upacara sanghyang
jaran
Tari
sanghyang adalah suatu tarian sakral yang berfungsi sebagai pelengkap upacara
untuk mengusir wabah penyakit yang sedang melanda suatu desa atau daerah.
Selain untuk mengusir wabah penyakit, tarian ini juga digunakan sebagai sarana
pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magi hitam (black magic). Tari yang
merupakan sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu ini biasanya ditarikan oleh dua gadis
yang masih kecil (belum dewasa) dan dianggap masih suci. Sebelum dapat
menarikan sanghyang calon penarinya harus menjalankan beberapa pantangan,
seperti: tidak boleh lewat di bawah jemuran pakaian, tidak boleh berkata jorok
dan kasar, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh mencuri.
2.2 Sumber Ajarannya
Bhuta yadnya, korban kepada Bhuta Kala adalah bersumber dari ajaran keagamaan
Tantrayana, Tantrayana termasuk sekta-sekta atau saktiisme dan mazab Siwa (Siwa
Paksa), disebut saktiisme karena yang dijadikan obyek persembahannya adalah
sakti, sakti dilukiskan sebagai Dewi, sumber kekuatan atau tenaga, sakti adalah
simbol dari Bali atau kekuatan (sakti is the symbol of bala or strength).
Dengan demikian saktiisme sama dengan kalaisme sekte keagamaan “kalaisme’
disebut juga “kalamukha” atau “kalikas” dan disebut juga “kapalikas”
atau Tantrayana kiri. Pengikut ini di India kebanyakan dari suku Dravida,
penduduk asli India dari pendekatan antropologi budaya kepercayaan sejenis ini
disebut Dynamisme.
Macam-macam Tari Sanghyang
Tarian
sanghyang yang menjadi ciri khas orang Bali ini sebenarnya terdiri dari
beberapa macam, yaitu:
1.Sanghyang
Dedari, adalah tarian yang dibawakan oleh satu atau dua orang gadis kecil.
Sebelum mereka mulai menari, diadakan upacara pedudusan (pengasapan) yang
diiringi dengan nyanyian atau kecak dengan musik gending pelebongan, hingga
mereka menjadi trance. Dalam keadaan tidak sadar itu, penari Sanghang diarak
memakai peralatan yang lazimnya disebut joli (tandu). Di Desa Pesangkan,
Karangasem, penari sanghyang menari di atas sepotong bambu yang dipikul, sedang
di Kabupaten Bangli penari sanghyang menari di atas pundak seorang laki-laki.
Jenis tari Sanghyang seperti ini juga dikenal dengan nama tari Sanghyang Dewa.
2.Sanghyang Deling, adalah tarian yang dibawakan oleh dua
orang gadis sambil membawa deling (boneka dari daun lontar) yang dipancangkan
di atas sepotong bambu. Sanghyang deling dahulu hanya terdapat disekitar daerah
Danau Batur, namun saat ini sudah tidak dijumpai lagi di tempat tersebut.
Tarian yang hampir sama dengan sanghyang deling dapat dijumpai di Tabanan dan
diberi nama sanghyang dangkluk.
3.Sanghyang Penyalin, adalah tarian yang dibawakan oleh
seorang laki-laki sambil mengayun-ayunkan sepotong rotan panjang (penyalin)
dalam keadaan tidak sadar (trance). Di Bali bagian utara tarian ini bukan
dibawakan oleh seorang laki-laki, melainkan oleh seorang gadis (daha).
4.Sanghyang Cleng (babi hutan), adalah tarian yang dimainkan
oleh seorang anak laki-laki yang berpakaian serat ijuk berwarna hitam. Ia
menari berkeliling desa sambil menirukan gerakan-gerakan seekor celeng (babi
hutan), dengan maksud mengusir roh jahat yang mengganggu ketenteraman desa.
5.Sanghyang Memedi, adalah tarian yang dimainkan oleh
seorang anak laki-laki yang berpakaian daun atau pohon padi sehingga menyerupai
memedi (makhluk halus).Sanghyang Bungbung, adalah tarian yang dimainkan oleh
seorang perempuan sambil membawa potongan bambu yang dilukis seperti manusia.
Tari sanghyang bungbung ini terdapat Di Desa Sanur, Denpasar, dan hanya
dipergelarkan pada saat bulan purnama.
6.Sanghyang Kidang, yang hanya dijumpai di Bali utara, ditarikan
oleh seorang perempuan. Dalam keadaan tidak sadar, penari menirukan
gerakan-gerakan seekor kidang (kijang). Tarian ini diiringi dengan nyanyian
tanpa mempergunakan alat musik.
7.Sanghyang Janger. Dahulu tarian ini dimainkan dalam
keadaan tidak sadar dan bersifat sakral. Namun kemudian mengalami perubahan dan
menjadi tari Janger dengan iringan cak. Tari ini tersebar luas di seluruh
pelosok Pulau Bali dengan makna yang sudah berbeda.
8.Sanghyang Sengkrong, adalah tarian yang dimainkan oleh
oleh seorang anak laki-laki dalam keadaan tidak sadar (trance) sambil menutup
rambutnya dengan kain putih (sengkrong). Sengkrong adalah kain putih panjang
yang biasa digunakan oleh para leyak di Bali untuk menutup rambut yang terurai.
9.Sanghyang Jaran, adalah tarian yang dimainkan oleh dua
orang laki-laki sambil menunggang kuda-kudaan yang terbuat dari rotan dan atau
kayu dengan ekor yang terbuat dari pucuk daun kelapa. Di Bali utara, penari
sanghyang jaran sambil menunggang kuda-kudaan juga mengenakan topeng dan
diiringi dengan kecak. Sedangkan, di Desa Unggasan, Kuta, Kabupaeten Badung,
Tari sanghyang jaran ditarikan secara berkala (lima hari sekali) pada bulan
November sampai dengan Maret, dimana pada bulan-bulan tersebut diperkirakan
wabah penyakit sedang berkecamuk. Selain itu, sanghyang jaran juga sering
ditarikan sebagai kaul setelah sembuh dari suatu penyakit. Bentuk tari
sanghyang jaran yang meniru gerakan kuda, hampir mirip tarian kuda lumping atau
kuda kepang yang ada di Jawa.
2.3 Nilai Budaya
Sanghyang
sebagai tarian khas orang Bali, jika dicermati, tidak hanya mengandung nilai
estetika (keindahan) sebagaimana yang tercermin dalam gerakan-gerakan tubuh
para penarinya. Akan tetapi, juga nilai ketakwaan kepada Sang Penciptanya. Hal
itu tercermin dari asal-usulnya yang bertujuan untuk mengusir wabah penyakit
yang menurut kepercayaan mereka disebabkan oleh ganggungan roh jahat. (gufron)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
METODE PENELITIAN
Metode
penelitian merupakan cara untuk memahami suatu objek yang menjadi sasaran ilmu
yang bersangkutan.Untuk mencapai tujuan peneliti yang diharapkan, maka perlu
dipandang perlu untuk menetapkan adanya suatu metode penelitian,karena metode
penelitian itu merupakan alat yang sangat penting dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan,misalnya
dalam mencari makna filosopi sanghyang jaran.
3.2
PENDEKATAN PENELITIAN
Pendektan
penelitian dimaksud untuk meneliti tentang
interaksi sosial yang terjadi dalam ritual sanghyang jaran yang berlangsung didesa
babakan butun.
3.3
JENIS PENELITIAN.
Metode
diskritip digunakan dalam penelitian ini yang mana metode ini adalah Suatu
penelitian yang meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek , Dalam
penelitian ini hasil penelitian akan dijabarkan atau diuraikan sehingga dapat
dipecahkan permasalahan yang sedang dihadapi dan cara permasalahannya dengan
metode ini, selain penjabaran dari permasalahan akan diuji dilakukan pada
pengambilan kesimpulan atau hasil kajian dari masalah tersebut.
3.3
SUBYEK DAN OBYEK PENELITIAN.
Subjek
penelitian adalah semua sumber data baik primer maupun sekunder, Subjek
penelitian bisa berwujud manusia dan bisa berujud benda yang abstrak atau non
abstra
.
Ada dua
macam data yaitu;
1.Data
primer
Data
primer adalah dara yang langsung diperoleh dari informan dengan menggunakan teknik wawancara.
2.Data
sekunder
Dan sekunder dalam penelitian ini
adalah data-data tentang lokasi peneltian, yang dapat membantu perolehan
informasi yang berhubungan dengan penelitian.
Teknik pengumpulan data
1.Observasi
Observasi
adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai
ritual sanghyang jaran tersebut.
2. Wawancara
(interview)
Wawancara
adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan
bertanya kepada nara sumber.
3.1 Kesimpulan
Setelah menyimak makalah ini tentang sanghayng jaran maka dapat disimpulkan
bahwa sanghayngn jaran itu bertujuan mengharmoniskan wilayah palemahan dan
waktu demi ketentraman bagi umat manusia dan berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk mengusir wabah
penyakit yang sedang melanda suatu desa atau daerah. Selain untuk mengusir
wabah penyakit, tarian ini juga digunakan sebagai sarana pelindung terhadap
ancaman dari kekuatan magi hitam (black magic).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar