Minggu, 22 September 2013

makalah perang api





    RITUAL PERANG API/MASEBETAN API

Perang Api by telingakupink.
             
      



KATA PENGHANTAR
Om Swastiastu,salam sejahtera untuk kita semua,sebelumnya saya ucapkan puji syukur atas asung kerte warunugrahe ring Ide Sanghyang Widhi Wasa karena atas rahmat dan karunia beliaulah tugas ini dapat saya selesaikan.Tugas ini saya susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Weda semester empat pada sekolah tinggi agama hindu negeri gde pudja mataram
Memang banyak yang patut kita ungkap disekitar kehidupan sosial masyarakat kita dimana dimasing-masing desa mempunyai tradisi yang berbeda disatu desa dengan desa lainnya,yang mana semua hal ini dipengaruhi oleh sejarah kehidupan masyarakat dimasa lampau,dimana dimasa tersebut terdapat kerajaan-kerajaan yang mempunyai daerah kekuasaan masing-masing yang mempunyai dampak pengaruh pada kehidupan masyarakatnya.
Saya menyadari bahwa tugas yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangannya,oleh karena itu saya selaku penulis mengharapkan adanya saran yang membangun dari berbagai pihak sebagai masukan buat tugas saya ini.
Belajarlah dari sejarah karena desa yang besar dan bersrade adalah desa yang menghargai sejarah serta mengajegkan adat istiadat atau tradisi yang berlaku didaerahnya masing-masing dan jangan jual desamu kepada orang lain.
Mudah-mudahan penulisan ini dilain waktu akan dapat lebih disempurnakan terus sehingga berguna untuk kita semua sebagai pelita dalam menatap masa depan yang lebih cerah,demikain hal ini saya sampaikan secara tertulis atas perhatiannya saya selaku penulis mengucapkan sukseme,om canti canti canti om.
                                                                           Mataram,   Juni 2011                                                                                     

PENULIS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Perang api atau mesabetan api merupakan tradisi yang sangat unik dan hanya dimiliki oleh dua desa dilombok tepatnya dikota mataram dikecamatan cakranegara mungkin tradisi ini kedengerannya tidak asing bagi kita semua yang berada disekitar kota mataram khususnya cakranegara bahkan kita pasti pernah menontonnya atau atau bahkan ada keluarga atau kenalan kita yang ikut dalam perang api tersebut yang dimana ritual perang api ini merupakan tradisidi dua desa yang telah berlangsung sudah sangat lama yaitu sejak tahun 1838 dan ritual perang api ini dilakukan secara turun-temurun hingga sekarang.
Tradisi tersebut dilaksanakan dijalan selaparang cakranegara diperbatasan kelurahan mayura dengan kelurahan cakra timur yang dimana dulunya konon ditempat tersebut merupakan lokasi perang saudara yaitu peperangan antara kerajaan singosari dengan kerajaan karangasem(metaram).Tradisi perang api/mesabetan api dilakukan oleh dua desa atau banjar yang hanya dipisahkan oleh jalan raya yang mana perang api ini diikuti oleh ratusan pemuda dari dua desa tersebut baik itu dari desa sweta maupun dari desa negarasakah dengan menggunakan daun kelapa kering yang dibakar ditangan lalu disabetkan kelawan hingga membentuk percikan-percikan api yang bertebaran,yang mana ikatan daun kelapa kering tersebut diikat seperti sapu lalu dicelupkan keminyak tanah terus digunakan untuk memukul lawan hinga ada yang kalah atau apinya mati.yang mana terlebih dahulu dari kedua desa ada yang memeriksa ikatan daun kelapa tersebut agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.


Menurutweda  sloka yang terkandung dalam ritual perang api ini yaitu dalam kitab suci kala tatwa tentang hal ini ditegaskan sebagai berikut ;

“Mwah ya hana wang wrilih ring pengastutyane ring kita,wenang sire wened kasidian dent sapamintanya yogyd tuten dents,lawan sawad wan te kabeh, apan ika rwang sanak ta jati ika ngaran manusa jati,apan manusa jati juga wenang orok lawan bhuta kala-durga,bhuta-kala durga wenang arok lawan dewa betara hyang karaning tunggal ike kabeh sira manusa sira dewa sira bhuta bhuta ya dewa ya manusa ya makana jati tatwanya

Yang mana artinya yaitu;
Lagi pula ada orang tabu memberikan pujaan kepadamu (bhuta kala)boleh kamu memberikan kemanjuran,segala permintaanya patutlah kamu menurutinya beserta sekalian pengikutnya karena sekalian pengikutmu sesungguhnya itu adalah sesamamu karena itu bernama manusa sejati karena manusa sesungguhnya manusalah boleh bersatu dengan bhuta kala durga,bhuta kala durga boleh bersatu dengan dewa bhatara hyang widhi sebab asalnya satu itu semua,ia manusa,ia dewa,ia bhuta(bhuta ya,dewa ya,manusa ya) begitulah filsafatnya

Konon tradisi perang api ini dilakukan sejak datangnya wabah penyakit yang tidak jelas asalnya yang biasa oleh orang bali disebut gering atau gerubug,sehingga warga didua desa tersebut banyak yang meninggal dunia,maka untuk mengatasinya ada yang menganjurkan dilakukan pembakaran api,kegiatan perang api ini semula dinamakan mancesanah yakni ritual untuk mengusir buthakala dan tradisi ini dilakukan oleh umat hindu didua desa tersebut pada malam penyambutan hari raya nyepi,biasanya perang api dilakukan seusai pawai ogoh-ogoh serta upacara tawur kesange(memohon penyucian)dipura jagatnate taman mayure.
Tradisi perang api ini/mesabetan api bukan dilakukan untuk menyakiti lawan,akan tetapi ditujukan untuk mengeluarkan perasaan benci dan dendam meskipun tidak sedikit warga dikedua desa yang kulitnya melepuh terkena bara api.Acara ini bermakna agar manusia memerangi hawa nafsu yang disimbulkan sebagai api,agar tidak jatuh korban ritual ini disertai dengan aturan yang ketat yakni peserta dilarang membakar kembali daun kelapa yang telah padam atau mengejar lawan yang telah padam daun kelapanya.


1.2 PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tersebut dapat Dirumuskan pemasalahan sebagi berikut
            “Apa makna filosopi dari tradisi perang api yang dilakukan oleh dua desa antara desa sweta dengan desa negarasakah itu berdasarkan weda”

1.3             TUJUAN DAN MAMFAAT PENELITIAN
1.3.1    TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui makna filosopi dari tradisi peang api yang dilakukan oleh dua desa antara desa sweta dengan desa negarasakah itu berdasarkan weda.
1.3.2    MAMFAAT PENELITIAN
Mamfaat dilakukannya penelitian ini adalah
1.Secara akademik merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah upanisad semester empat  pada sekolah tinggi agama hindu negeri gde pudja mataram.

2.Secara teoritis/ilmiah adalah dapat membandingkan teori-teori yang diperoleh  dibangku kuliah dengan kenyataan yang terjadi dimasyarakat tentang serjarah kebudayaan hindu

3.Secara prakis yaitu diharapkan hal ini dapat memberikan masukan pada kedua desa untuk lebih mencintai dan melestarikan adat istiadat/tradisi kedua desa agar dilain waktu tidak diklim oleh pihk luar.

BAB 2
PEMBAHASAN
Umat hindu cakranegara melaksakan ritual mesabetan api atau yang lebih kita kenal dengan ritual perang api,ritual ini merupakan rangkaian penyambutan hari raya nyepi setiap tahunnya  yaitu seusai upacara tawur kesange(memohon penyucian)yang dilakukan dipura jagatnate taman mayure serta pawai ogoh-ogoh.
Tradisi perang api atau mesabetan api ini telah ada sejak tahun 1838 dimana ditempat tersebut dahulunya telah terjadi perang saudara antara kerajaan singasari dengan kerajaan karang asem(metaram) yang mana kedua kerajaan ini masih mempunyai hubungan keluarga.perang api atau mesabetan api ini pada mulanya dilakukan untuk mengenang peristiwa sejarah yang  telah terjadi diperbatasan desa sweta denganm desa negarasakah yang mana perang saudara ini terjadi pada hari rabu paing wuku kuningan yaitu pada tanggal 13 juli 1838 yaitu 19 hari setelah gugurnya raja metaram I Gusti Anglurah Ketut karang Asem Dirumak.
Keruntuan kerajaan singasari dimulai sejak tahun 1720 Pada masa kekuasaan sub dinasti anglurah made karang asem yang pada waktu itu mempunyai daerah kekuasaan yang mengkoordinir 5 kerajaan-kerajaan kecil lainya meliputi kerajaan pegesangan,kerajaan pagutan,kerajaan kediri,kerajaan metaram serta kerajaan sengkongo.tetapi terjadi suatu peristiwa tanah perburuan didesa kateng yang didalam prasasti pitemas memang termasuk wilayah kekuasaan kerajaan metaram yang kini dipersengketakan.
Ditengah meruncingnya perbedaan-perbedaan pendapat dipuri singasari sendiri dan adanya perasaan terpendam antara kerajaan singasari dengan metaram seakan-akan hal inilah yang merupakan asal mula penyebab adanya sengket berdarah antara kerajaan bersaudara  tersebut.
Menurut babat dan karya sastra yang masih tersisa dari karya sastra I gusti wayan jelantik yang kemudian beliau diabiseke(istilah jaman dulu dinobatkan menjadi raja)yang kemudian bergelar menjadi Anak agung anglurah ketut karangasem (Dewata dirum metaram).Beberapa tahun menjelang terjadinya perang saudara antara kerajaan singasari melawan kerajaan metaram timbul/terlihat adanya tanda-tanda alam yang merupakan ciri akan terjadinya suatu peristiwa besar (perang besar-besaran) ciri-cirinya antara lain gunung tambora meletus pada tahun 1815 yang memakan bayak korban meninggal,kemudian disusul musim paceklik yang berkepanjang disertai wabah penyakit yang menjalar dari Lombok bagian barat sampai ke Lombok bagian timur serta masih banyak lagi kejadian yang lain.
Konon orang-orang dulu percaya bahwa keadaan seperti itu adalah suatu ciri akan terjadi suatu kejadian yang buruk(sipta)karena adanya ulah dan perbuatan manusia yang tidak senonoh(salah krama/gamya-gamana)yang telah merusak keseimbangan kehidupan didunia ini,dimana alam telah memberontak/menjadi ganas sedangkan manusia telah kehilangan dirinya yang mana tidak lagi mengenal mana yang salah atau bener sehingga kekuasaan yang dulunya adil telah tidak ada.
Makin hari ketegangan antara kerajaan singasari dengan kerajaan metaram makin memuncak dengan dipasangnya tanda-tanda perbatasan(sawen)yang jauh masuk diwilayah desa kateng,pada waktu itu kerajaan pegesangan telah menyerah kesigasari setelah meninggalnya I gusti nengah tegeh.
Awal perang antara kerajaan singasari dengan kerajaan metaram terjadi pada hari sabtu wuku tambir”dwi kresne masa bulan kapitu”caka warsa “wang gunung agiling in leng”1759 atau 1838 tahun masehi,dimana perang tersebut banyak melibatkan pasukan dari kerajaan sekutu masing-masing bahkan perang tersebut sudah menggunakan senjata modern seperti senjata api,lela(meriam sulut) amunisi serta barang-barang imfor lainnya yang mana semua peralatan tersebut diperoleh dari pihak asing,bahkan ada orang Inggris yang bernama George peacock king dan agennya Cooper yang turut campur dalam memberi bantuan peralatan perang buat raja metaram berupa kapal perang untuk mengangkut prajurit-prajurit bantuan buat kerajaan Metaram dari karangasem bali kelombok melalui Ampenan dan Tanjungkarang,serta berhasil membuka selat lombok sebagai jalur pelayaran.
Mereka menggunakan kapal perang bernama “Pleyades” dan perahu-perahu kecil yang diberi nama “Mongkey” dan “Laju”.untuk Pleyades saja Goerge menarik ongkos perhari dengan mata uang belanda yaitu sebesar f 125,(gulden) kepada raja metaram sewaktu mengangkut perbekalan dan pasukan dari karang asem bali.
Menurut Huskus Kooman(seorang pengamat yang kemudian diangkat sebagai komisaris belanda untuk bali dan lombok)yang dalam laporannya tanggal 11 mei 1842 kepada pemerintah belanda dijakarta,pada permulaan perang saudara itu perbandingan kekuatan antara kerajaan singasari dengan kerajaan karangasem mataram yaitu 20 berbanding 1,karena metaram hanya mengandalkan bantuan 3000 orang dari karangasem bali.
            Karena perbandingan lawan yang tidak sebanding maka kerajaan singasari mengalami kekalahan sehingga raja berserta prajurit yang masih tersisa mundur kearah timur,akan tetapi disebelah timur yaitu diperbatasan desa sweta dan Negarasakah pasukan singasari tadi dihalani oleh prajurit metaram yang kala itu dating dati timur yang merupakan pasukan bantuan buat raja metaram,karena saking kalah dalam jumlah dan akhirnya raja serta para prajuritnya gugur dalam pertemouran tersebut dan pertempuran itu menyisakan manyat-mayat yang bergelimpangan sehingga ampe nenimbulkan penyakit.karena hal tersebut raja metaram lalu menyuruh para anak buahnya agar mayat-mayat tersebut diabenkan secara agama.karena untuk mengenang peristiwa sejarah yang  telah terjadi diperbatasan desa sweta denganm desa negarasakah yang mana perang saudara ini terjadi pada hari rabu paing wuku kuningan yaitu pada tanggal 13 juli 1838 yaitu 19 hari setelah gugurnya raja metaram I Gusti Anglurah Ketut karang Asem Dirumak.


BAB 3
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut;
Tradisi perang api yang telah berlangsung secara turun-temurun sejak ratusan tahun yang lalu tersebut memang harus tetap dijaga dan dilestarikan karena merupakan warisan leluhur dimana teradisi tersebut mengandung sejarah yang tidak bisa dipisahkan dari kedua desa tersrbut karena perang api tersebut yang menjadi bukti bahwa ditempat itu dahulunya telah terjadi peristiwa sejarah perang puputan dan bila peristiwa sejarah tersebut dilupakan,konon dapat menimbulkan bencana alam seperti terkena wabah/gering dan ritual perang api tersebut juga berdasarkan weda.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar