Minggu, 22 September 2013

Sangyang jaran



BAB I
PENDAHLUAN
1.1 Latar Belakang
Pada setiap saat di pelemehan desa adat banjar juga di pekarangan pauahan umat Hindu di Bali menyelengarakan suatu upacara yang disebut “Mecaru”. Demikian juga pada setiap musim (masa) yang juga disebut “Sasih” pada hari Kajeng Kliwonya pada bulan mati. Pada setiap pintu pekarangan umat Hindu juga menyelenggarakan pecaruan yang disebut “Carun Sasih”.
Upacara-upacara tersebut secara rutin masih dilakukan oleh umat Hindu dipedesaan. Namun apa sesungguhnya upacara dimaksud dan apa tujuannya ternyata banyak dikalangan umat Hindu yang tidak tahu. Kalau ditanya ya jawabnya “mule keto”. Hal ini tidak tidak boleh dibiarkan terus. Lebih-lebih dalam memasuki era globalisasi. Oleh karena itu upacara-upacara tersebut diatas perlu diungkapkan secara ilmiah popular untuk mudah dipahami terutama oleh umat Hindu sendiri, bila hal ini kita tidak lakukan akan timbul kekhawatiran nantinya tentang kelanjutan pelaksanaan upacara dimaksud.
Tari sanghyang adalah suatu tarian sakral yang berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk mengusir wabah penyakit yang sedang melanda suatu desa atau daerah. Selain untuk mengusir wabah penyakit, tarian ini juga digunakan sebagai sarana pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magi hitam (black magic). Tari yang merupakan sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu ini biasanya ditarikan oleh dua gadis yang masih kecil (belum dewasa) dan dianggap masih suci. Sebelum dapat menarikan sanghyang calon penarinya harus menjalankan beberapa pantangan, seperti: tidak boleh lewat di bawah jemuran pakaian, tidak boleh berkata jorok dan kasar, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh mencu Ada satu hal yang sangat menarik dalam kesenian ini, yaitu pemainnya akan mengalami trance pada saat pementasan. Dalam keadaan seperti inilah mereka menari-nari, kadang-kadang di atas bara api dan selanjutnya berkeliling desa untuk mengusir wabah penyakit. Biasanya pertunjukan ini dilakukan pada malam hari sampai tengah malam.

1.2PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tersebut dapat Dirumuskan pemasalahan sebagi berikut :
1.”Apa makna filosopi dari upacara ritual sanghyang jaran yang dilakukan didesa babakan butun kelurahan bertais”
2.”Bagaimana pandangan mengenai ritual ini jika dipandang dari sudut aksiologi”
3.”Apakah ada hubungan sanhyang jaran yang dilakukan oleh desa babakan butun kelurahan bertais dengan sangyang jaran ditempat lain”
4.”Apakah ada dampak yang ditimbulkan bila tradisi ini tidak dilaksanakan”

1.3 TUJUAN DAN MAMFAAT PENELITIAN
1.3.1 TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umumnya adalah untuk mencari kaitan ritual ini dengan ilmu pengetahuan saat ini
2. Tujuan khusus adalah menjawab permasalah timbul dari pertanyaan mengenai upacara ini
3. Mendriskripsikan pola ritual pelaksanaan upacara sanghyang jaran tersebut

               
1.3.2    MAMFAAT PENELITIAN
Mamfaat dilakukannya penelitian ini adalah ;
1.Secara akademik merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tehnik penulisan skripsi semester enam jurusan filsapat pada sekolah tinggi agama hindu negeri gde pudja mataram.
2.Secara teoritis/ilmiah adalah dapat membandingkan teori-teori yang diperoleh  dibangku kuliah dengan kenyataan yang terjadi dimasyarakat tentang serjarah kebudayaan hindu
3.Secara prakis yaitu diharapkan hal ini dapat memberikan masukan yang berarti buat desa saya agar ritual upacara ini jangan sampai punah
 
1.3.3    Kerangka berfikir

Agama
 
 Agama hindu



Filsafat                     Ritual                                     Susila



    Bhuta yadnya


   Sanghyang jaran


Dalam ajaran Agama Hindu kegiatan beragama tersebut dibagi menjadi tiga kerangka dasar agama hindu yaitu: Filsapat, Ritual, dan Susila. Dalam Ritual ini yang dibahas adalah mengenai upacara yadnya, dimana dalam hal ini berkaiatan dengan Panca Yadnya yang salah satunya adalah upacara bhuta yadna yaitu Ritual upacara sanghyang jaran yang mana tujuan dari pelaksanaan upacara ini adalah sebagai pelengkap upacara untuk mengusir wabah penyakit yang sedang melanda suatu desa atau daerah. Selain untuk mengusir wabah penyakit, tarian ini juga digunakan sebagai sarana pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magi hitam (black magic). Tari yang merupakan sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu

 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Caru Dan Bhuta Yadnya
2.1.1 Pengertian Caru
Dalam kamus Sansekerta dijumpai arti kata caru itu adalah bagus, cantik, harmonis. Mecaru dalam bahasa Bali artinya menyelenggarakan caru yang mempunyai maksud mempercantik, memperbagus dan mengharmoniskan. Apakah yang diharmoniskan ? tergantung pada obyeknya. Kalau caru itu caru palemahan atau areal itu sendiri. Kalau caru sasih maka yang diharmoniskan adalah waktu atau musim atau masa. Sedangkan caru oton yang diharmoniskan adalah perilaku manusia yang antara lain diakibatkan oleh pengaruh kelahiran atau oton. Caru juga mempunyai pengertian yang khusus, yang dikaitkan dengan sarana upacara. Caru sebagai sarana berarti “sega” atau nasi dalam segala bentuknya, ada yang berbentuk tumpeng kecil-kecil. Sega atau nasi dilengkapi dengan lauk pauk.
2.1.2 Bhuta Yadnya
Bhuta yadnya terdiri dari dua kata yaitu bhuta dan yadnya. Bhuta berasal dari kata bhu yang artinya ada, tampak dengan mata kasar. Buta sesuai dengan sifatnya, ia pasif, tidak bergerak, tenaga atau energi dalam bahasa yoga adalah “prana”. Dalam bahasa agama disebut kala. bersatunya bhuta atau benda-benda material yang sangat besar dan banyak ini lalu bergerak dengan sangat hebatnya.
     2.1.3 Rirual upacara sanghyang jaran
Tari sanghyang adalah suatu tarian sakral yang berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk mengusir wabah penyakit yang sedang melanda suatu desa atau daerah. Selain untuk mengusir wabah penyakit, tarian ini juga digunakan sebagai sarana pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magi hitam (black magic). Tari yang merupakan sisa-sisa kebudayaan pra-Hindu ini biasanya ditarikan oleh dua gadis yang masih kecil (belum dewasa) dan dianggap masih suci. Sebelum dapat menarikan sanghyang calon penarinya harus menjalankan beberapa pantangan, seperti: tidak boleh lewat di bawah jemuran pakaian, tidak boleh berkata jorok dan kasar, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh mencuri.

2.2 Sumber Ajarannya
Bhuta yadnya, korban kepada Bhuta Kala adalah bersumber dari ajaran keagamaan Tantrayana, Tantrayana termasuk sekta-sekta atau saktiisme dan mazab Siwa (Siwa Paksa), disebut saktiisme karena yang dijadikan obyek persembahannya adalah sakti, sakti dilukiskan sebagai Dewi, sumber kekuatan atau tenaga, sakti adalah simbol dari Bali atau kekuatan (sakti is the symbol of bala or strength).
Dengan demikian saktiisme sama dengan kalaisme sekte keagamaan “kalaisme’ disebut juga “kalamukha” atau “kalikas” dan disebut juga “kapalikas” atau Tantrayana kiri. Pengikut ini di India kebanyakan dari suku Dravida, penduduk asli India dari pendekatan antropologi budaya kepercayaan sejenis ini disebut Dynamisme.
 Macam-macam Tari Sanghyang

Tarian sanghyang yang menjadi ciri khas orang Bali ini sebenarnya terdiri dari beberapa macam, yaitu:
1.Sanghyang Dedari, adalah tarian yang dibawakan oleh satu atau dua orang gadis kecil. Sebelum mereka mulai menari, diadakan upacara pedudusan (pengasapan) yang diiringi dengan nyanyian atau kecak dengan musik gending pelebongan, hingga mereka menjadi trance. Dalam keadaan tidak sadar itu, penari Sanghang diarak memakai peralatan yang lazimnya disebut joli (tandu). Di Desa Pesangkan, Karangasem, penari sanghyang menari di atas sepotong bambu yang dipikul, sedang di Kabupaten Bangli penari sanghyang menari di atas pundak seorang laki-laki. Jenis tari Sanghyang seperti ini juga dikenal dengan nama tari Sanghyang Dewa.

2.Sanghyang Deling, adalah tarian yang dibawakan oleh dua orang gadis sambil membawa deling (boneka dari daun lontar) yang dipancangkan di atas sepotong bambu. Sanghyang deling dahulu hanya terdapat disekitar daerah Danau Batur, namun saat ini sudah tidak dijumpai lagi di tempat tersebut. Tarian yang hampir sama dengan sanghyang deling dapat dijumpai di Tabanan dan diberi nama sanghyang dangkluk.

3.Sanghyang Penyalin, adalah tarian yang dibawakan oleh seorang laki-laki sambil mengayun-ayunkan sepotong rotan panjang (penyalin) dalam keadaan tidak sadar (trance). Di Bali bagian utara tarian ini bukan dibawakan oleh seorang laki-laki, melainkan oleh seorang gadis (daha).

4.Sanghyang Cleng (babi hutan), adalah tarian yang dimainkan oleh seorang anak laki-laki yang berpakaian serat ijuk berwarna hitam. Ia menari berkeliling desa sambil menirukan gerakan-gerakan seekor celeng (babi hutan), dengan maksud mengusir roh jahat yang mengganggu ketenteraman desa.

5.Sanghyang Memedi, adalah tarian yang dimainkan oleh seorang anak laki-laki yang berpakaian daun atau pohon padi sehingga menyerupai memedi (makhluk halus).Sanghyang Bungbung, adalah tarian yang dimainkan oleh seorang perempuan sambil membawa potongan bambu yang dilukis seperti manusia. Tari sanghyang bungbung ini terdapat Di Desa Sanur, Denpasar, dan hanya dipergelarkan pada saat bulan purnama.

6.Sanghyang Kidang, yang hanya dijumpai di Bali utara, ditarikan oleh seorang perempuan. Dalam keadaan tidak sadar, penari menirukan gerakan-gerakan seekor kidang (kijang). Tarian ini diiringi dengan nyanyian tanpa mempergunakan alat musik.

7.Sanghyang Janger. Dahulu tarian ini dimainkan dalam keadaan tidak sadar dan bersifat sakral. Namun kemudian mengalami perubahan dan menjadi tari Janger dengan iringan cak. Tari ini tersebar luas di seluruh pelosok Pulau Bali dengan makna yang sudah berbeda.

8.Sanghyang Sengkrong, adalah tarian yang dimainkan oleh oleh seorang anak laki-laki dalam keadaan tidak sadar (trance) sambil menutup rambutnya dengan kain putih (sengkrong). Sengkrong adalah kain putih panjang yang biasa digunakan oleh para leyak di Bali untuk menutup rambut yang terurai.

9.Sanghyang Jaran, adalah tarian yang dimainkan oleh dua orang laki-laki sambil menunggang kuda-kudaan yang terbuat dari rotan dan atau kayu dengan ekor yang terbuat dari pucuk daun kelapa. Di Bali utara, penari sanghyang jaran sambil menunggang kuda-kudaan juga mengenakan topeng dan diiringi dengan kecak. Sedangkan, di Desa Unggasan, Kuta, Kabupaeten Badung, Tari sanghyang jaran ditarikan secara berkala (lima hari sekali) pada bulan November sampai dengan Maret, dimana pada bulan-bulan tersebut diperkirakan wabah penyakit sedang berkecamuk. Selain itu, sanghyang jaran juga sering ditarikan sebagai kaul setelah sembuh dari suatu penyakit. Bentuk tari sanghyang jaran yang meniru gerakan kuda, hampir mirip tarian kuda lumping atau kuda kepang yang ada di Jawa.

2.3 Nilai Budaya
Sanghyang sebagai tarian khas orang Bali, jika dicermati, tidak hanya mengandung nilai estetika (keindahan) sebagaimana yang tercermin dalam gerakan-gerakan tubuh para penarinya. Akan tetapi, juga nilai ketakwaan kepada Sang Penciptanya. Hal itu tercermin dari asal-usulnya yang bertujuan untuk mengusir wabah penyakit yang menurut kepercayaan mereka disebabkan oleh ganggungan roh jahat. (gufron)


 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1  METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara untuk memahami suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.Untuk mencapai tujuan peneliti yang diharapkan, maka perlu dipandang perlu untuk menetapkan adanya suatu metode penelitian,karena metode penelitian itu merupakan alat yang sangat penting dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan,misalnya dalam mencari makna filosopi sanghyang jaran.

3.2  PENDEKATAN PENELITIAN

Pendektan penelitian dimaksud untuk meneliti tentang interaksi  sosial yang terjadi dalam ritual sanghyang jaran yang berlangsung didesa babakan butun.
3.3 JENIS PENELITIAN.
Metode diskritip digunakan dalam penelitian ini yang mana metode ini adalah Suatu penelitian yang meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek , Dalam penelitian ini hasil penelitian akan dijabarkan atau diuraikan sehingga dapat dipecahkan permasalahan yang sedang dihadapi dan cara permasalahannya dengan metode ini, selain penjabaran dari permasalahan akan diuji dilakukan pada pengambilan kesimpulan atau hasil kajian dari masalah tersebut.

3.3  SUBYEK DAN OBYEK PENELITIAN.
Subjek penelitian adalah semua sumber data baik primer maupun sekunder, Subjek penelitian bisa berwujud manusia dan bisa berujud benda yang abstrak atau non abstra
.
Ada dua macam data yaitu;
1.Data primer
Data primer adalah dara yang langsung diperoleh dari informan dengan  menggunakan teknik wawancara.
2.Data sekunder
Dan sekunder dalam penelitian ini adalah data-data tentang lokasi peneltian, yang dapat membantu perolehan informasi yang berhubungan dengan penelitian.

Teknik pengumpulan data
1.Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai ritual sanghyang jaran tersebut.
2. Wawancara (interview)
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan bertanya kepada nara sumber.

3.1 Kesimpulan
Setelah menyimak makalah ini tentang sanghayng jaran maka dapat disimpulkan bahwa sanghayngn jaran itu bertujuan mengharmoniskan wilayah palemahan dan waktu demi ketentraman bagi umat manusia dan berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk mengusir wabah penyakit yang sedang melanda suatu desa atau daerah. Selain untuk mengusir wabah penyakit, tarian ini juga digunakan sebagai sarana pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magi hitam (black magic).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar