Minggu, 22 September 2013

seni tari


BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
Seni berasal dari bahasa sanskerta,yaitu dari kata sani yang berarti pemujaan,pelayanan,donasi,permintaan atau pencarian dengan hormat dan jujur. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa seni berasal dari bahasa belanda yaitu genie atau jenius. Selain itu kata dasar “ Seni “ mendapat awalan kata “ ke “ dan akhiran kata “ an “ dan setelah disatukan menjadi kesenian. Lazimnya orang mengartikan kesenian sama dengan objek seni, seperti seni tari,seni drama,seni kerawitan,seni rupa dan lain-lainnya.
Sesuai dengan ungkapan tersebut diatas,bahwa seni merupakan suatu kegiatan seseorang  ( Seniman ) dalam mencari kebenaran seni dengan mengadakan penyerahan diri  sepenuhnya untuk bersatu dalam sebuah karya seni ( Siwa sebagai dewanya kesenian yakni siwa nataraja atau di bali sering disebut dengan istilah dewa taksu ). Sehingga dapat dihasilkan sebuah karya seni yang dapat dinikmati oleh pelaku atau penikmat seni.



BAB II
PEMBAHASAN

Tarung Peresean (Lombok, Nusa Tenggara Barat).
1. Asal-usul
Peresean adalah sebuah upacara tarian kuno yang bersenjatakan tongkat rotan (penjalin). Selama upacara berlangsung, para petarung (Pepadu) menyerang satu sama lain (saling empok kadu penjalin) dan menangkis sabetan lawannya dengan sebuah tameng dari kulit sapi atau kerbau. Peresean merupakan bagian dari upacara adat di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia, yang menunjukkan kembali legenda ratu Mandalika yang bunuh diri karena melihat dua tunangannya berkelahi sampai mati untuk memperebutkannya. Dengan kata lain, kesenian ini dilatar belakangi oleh pelampiasan rasa emosional para raja di masa lampau ketika harus berperang untuk mengalahkan musuh-musuhnya.
               Disamping itu, seni Peresean, bertujuan untuk menguji keberanian, ketangkasan dan ketangguhan seorang petarung (Pepadu) dalam pertandingan. Keunikan dari pertarungan ala Peresean ini adalah pesertanya tidak dipersiapkan sebelumnya karena para petarung diambil dari penonton sendiri ketika acara pertarungan dimulai. Ada dua cara untuk mendapatkan Pepadu, yaitu: pertama, Pekembar Tengaq (tengah) menunjuk langsung calon Pepadu dari para penonton yang hadir. Kedua, Pepadu yang telah memasuki arena pertarungan menantang salah satu penonton untuk melawannya.
Pertarungan diadakan dengan sistem ronde, yaitu terdiri dari lima ronde. Pemenang dalam Peresean ditentukan dengan dua cara yaitu: Pertama, ketika kepala atau anggota badan salah satu Pepadu mengeluarkan darah, maka pertarungan dianggap selesai dengan kemenangan di pihak Pepadu yang tidak mengeluarkan darah. Kedua, jika kedua Pepadu sama-sama mampu bertahan selama lima ronde, maka pemenangnya ditentukan dengan skor tertinggi. Skor didasarkan kepada pengamatan Pekembar Sedi terhadap jalannya pertarungan. Untuk menggugah semangat para Pepadu dan agar unsur hiburannya tidak hilang, acara tarung Pereseandiiringi oleh alunan musik. Ketika musik mengalun, para Pepadu harus berhenti bertarung dan menari mengikuti irama musik.  
Tetap eksisnya keberadaan tarung Peresean nampaknya tidak semata-mata karena Peresean dapat dijadikan tolak ukur kemampuan dan harga diri dan berhubungan dengan legenda ratu Mandalika, tetapi karena adanya keyakinan masyarakat bahwa darah yang menetes berhubungan dengan hujan; semakin banyak darah menetes, semakin besar peluang terjadinya hujan.  
2. Peralatan
Peralatan untuk melakukan Tarung Peresean adalah sebagai berikut:
1. Alat pemukul, sebuah tongkat yang terbuat dari rotan.
2. Ende, sebuah tameng yang dibuat dari kulit sapi/kerbau.
3. Alat musik, tujuannya untuk menggugah semangat bertanding para Pepadu. Alat-alat  musik yang digunakan adalah:
·        Gong. Alat musik ini berbentuk bundaran yang ditengahnya terdapat sebuah bundaran lagi dan tepat di bundaran tersebut jika dipukul akan menghasilkan suara yag mendengung.
·        Sepasang kendang. Kendang berbentuk silinder dengan lubang yang besar ditengahnya, terbuat dari kayu dan ditutup oleh kulit sapi atau kambing yang telah disamak. Gendang ini dimainkan dengan cara ditepuk dengan dua telapak tangan pada kedua sisinya.
·        Rincik / simbal.
·        Kajar.
·        Suling, dibuat dari bambu dan diberi lubang agar menghasilkan bunyi yang merdu. Suling dimainkan oleh seorang sukaha (pemain) dengan cara ditiup.
3. Pemain
Yang terlibat dalam permainan ini adalah:
·    Pepadu (petarung). Jumlah petarung tidak dibatasi. Hanya saja, pertarungan dilakukan satu lawan satu. 
·    Pekembar (wasit). Ada dua Pekembar, yaitu Pekembar Sedi (pinggir), bertugas memberikan nilai pada pasangan yang bertarung, dan Pekembar Tengaq (tengah), bertugas memimpin pertandingan.
4. Tempat
Permainan Peresean biasanya diadakan di tanah lapang. Alasan penggunaan tanah lapang karena permainan ini, biasanya, menarik perhatian banyak orang.  
5. Peraturan
Untuk menjamin terjaganya sportifitas, ada aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh Pepadu, diantaranya:
1. Secara umum, Peresean diadakan dengan menggunakan sistem ronde atau tarungan. Setiap Pepadu bertarung selama lima ronde dan akhir setiap ronde/tarungan ditandai dengan suara peluit yang ditiup oleh Pekembar Tengaq.
2. Pertarungan secara otomatis berhenti jika dari salah satu Pepadu mengeluarkan darah. Keluarnya darah dari tubuh menunjukkan kekalahan.
3. Setiap Pepadu hanya boleh memukul bagian atas tubuh lawannya dan tidak boleh memukul bagian bawah tubuhnya (dari pinggang hingga kaki). Nilai tertinggi akan didapat oleh Pepadu jika ia mampu memukul kepala lawannya.
6. Pelaksanaan
Setelah acara dimulai, Pekembar Tengaq mengundang dua orang penonton untuk menjadi Pepadu. Setelah didapatkan dua orang Pepadu, keduanya memasuki arena pertandingan dengan membawa sebuah perisai (ende) dan alat pukul yang terbuat dari rotan. Sebelah tangan memegang ende untuk menangkis pukulan lawan dan sebelahnya lagi memegang tongkat untuk memukul lawan.

Kedua Pepadu memasuki arena dan mengambil posisi berhadapan, Pekembar Tengaq berdiri di antara mereka. Kemudian Pekembar Tengaq menjelaskan hal-hal tekhnis pertarungan, misalnya: Peresean akan diadakan lima ronde, Pepadu tidak boleh memukul tubuh bagian bawah lawannya, Pepadu yang dari tubuhnya keluar darah berarti kalah, dan lain sebagainya. Setelah itu, Pekembar Tengaq memberi aba-aba untuk memulai pertarungan. Di sisi arena, Pekembar Sedi mengawasi jalannya pertarungan untuk memastikan tidak adanya kecurangan. Pada saat aba-aba dimulai, musik penggugah semangat kemudian dimainkan. Setelah waktu ronde habis, Pekembar Tengaq meniup peluit untuk memberikan kesempatan Pepadu untuk beristirahat dan memikirkan strategi bagaimana mengalahkan lawannya. Bahkan di saat bertarungpun, Pekembar Tengaq dapat menyuruh Pepadu untuk menari.
Setelah diketahui pemenangnya, baik karena menang angka atau karena ada tubuh salah seorang Pepadu mengeluarkan darah, sang pemenang diberi kesempatan istirahat dan Pekembar Tengaq kembali mengundang atau menunjuk penonton lain untuk memasuki arena. Demikian seterusnya sampai didapatkan juaranya. Satu hal yang cukup menarik untuk dicermati adalah seberapapun parahnya luka yang ditimbulkan dalam Peresean tersebut, para Pepadu selalu mengakhiri Peresean dengan saling rangkul.
7. Nilai-Nilai
Peresean mempunyai beberapa nilai, diantaranya: pertama, historis, yaitu untuk mengenang legenda Ratu Mandalika. Kedua, kemampuan dan harga diri. Arena Peresean merupakan tempat para individu yang memiliki keberanian, ketangkasan, dan ketangguhan untuk menunjukkan kemampuan diri secara jantan dihadapan para penonton. Oleh karena acara Peresean disaksikan oleh banyak orang, maka mereka dituntut untuk bertarung secara sportif dan menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang kurang baik, curang. Dengan cara demikian, masyarakat Lombok menunjukkan kemampuan dan harga dirinya.   
Ketiga, sosial. Ketika seorang Pepadu sedang bertarung maka di sana sedang terjadi proses pelampiasan emosi (permusuhan) di antara dua individu yang bertarung, tetapi ketika acara tersebut usai mereka harus segera melupakannya. Hal ini ditunjukkan dengan keharusan mereka untuk saling berangkulan setelah acara selesai. Nilai sosial juga dapat dilihat dari keberadaan Pekembar Tengaq dan Pekembar Sedi. Keberadaan kedua Pekembar tersebut untuk menjamin terlaksananya Peresean secara adil dan sportif. Keempat, Sakral. Permainan ini merupakan salah satu bentuk permohonan kepada Tuhan agar menurunkan hujan. Mereka percaya bahwa, sebagaimana kepercayaan nenek moyang mereka, bahwa semakin banyak darah tertumpah maka kemungkinan hujan turun akan semakin nyata. (AS/bdy/10/09-07)



 
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tiap masyarakat memiliki suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan masyarakat lainnya dan kebudayaan itu merupakan suatu kumpulan yang berintegrasi dari cara-cara berlaku yang dimiliki bersama dan kebudayaan yang bersangkutan secara unik mencapai penyesuaian kepada lingkungan tertentu. Kebudayaan merupakan hasil dari budi dan daya dari manusia yakni suatu pemikiran,falsapah dan kesenian. Kebudayaan merupakan suatu tradisi yang dilakukan secara turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya.
Seni tari merupakan salah satu bagian dari kesenian yang ada, untuk mengetahui seni tari lebih jelas harus mengetahui unsur-unsur yang ada dalam seni tari. Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dalam gerak-gerak dari tubuh manusia yang ritmis dan gerak tubuh,juga terdapat unsur pendukung yang lain yakni : Irama,iringan,tata busana,tata rias,tempat dan tema.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar