Minggu, 22 September 2013

perang api

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kita yang berada dinegara kesatuan Republik indonesia ini diberikan kebebasan untuk menganut Agama sesuai kepercayaan masing-masing serta menjalankan segala sesuatu yang berkaitan dengan ajaran agama tersebut karena dilindungi oleh undang-undang dasar pasal 29 ayat 2 UUD 1945,Pengertian Agama dalam Agama Hindu yaitu suatu pengetahuan kerohanian yang menyangkut soal-soal rohani yang bersifat gaib dan methafisika secara ethimologinya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata "A" dan "gam".  "a" berarti tidak dan "gam" berarti pergi atau bergerak. Jadi kata agama berarti sesuatu yang tidak pergi atau bergerak dan bersifat langgeng. Menurut Hindu yang dimaksudkan memiliki sifat langgeng (kekal, abadi dan tidak berubah-ubah) hanyalah Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Demikian pula ajaran-ajaran yang diwahyukan-Nya adalah kebenaran abadi yang berlaku selalu, dimana saja dan kapan saja.
Dalam Agama hindu ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan "Tiga Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa.Tri Kerangka Dasar Tersebut yaitu sebagai berikut ;
1.Tatwa (Filsafat)
Pengertian tatwa tersebut adalah bagaimana cara kita melaksanakan suatu ajaran agama dengan mendalami pengetahuan dan filsafat agama. Tattwa berasal dari kata tat dan twa. Tat berarti ”itu” dan twa juga berarti ”itu”. Jadi secara leksikal kata tattwa berarti ”ke-itu-an”. Dalam makna yang lebih mendalam kata tattwa bermakna (”kebenaranlah itu”). Kerapkali tattwa disamakan dengan filsafat ketuhanan atau teologi. Di satu sisi, tattwa adalah filsafat tentang Tuhan, tetapi tattwa memiliki dimensi lain yang tidak didapatkan dalam filsafat, yaitu keyakinan. Filsafat merupakan pergumulan pemikiran yang tidak pernah final, tetapi tattwa adalah pemikiran filsafat yang akhirnya harus diyakini kebenarannya. Sebagai contoh, Wisnu disimbolkan dengan warna hitam, berada di utara, dan membawa senjata cakra. Ini adalah tattwa yang harus diyakini kebenarannya, sebaliknya filsafat boleh mempertanyakan kebenaran dari pernyataan tersebut.  Oleh sebab itu dalam terminologi Hindu, kata tattwa tidak dapat didefinisikan sebagai filsafat secara an sich, tetapi lebih tepat didefinisikan sebagai dasar keyakinan Agama Hindu. Sebagai dasar keyakinan Hindu, tattwa mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha (Widhi tattwa, Atma tattwa, Karmaphala tattwa, Punarbhawa tattwa, dan Moksa tattwa).

2. Susila (Etika)
Pengertian Susila tersebut adalah cara kita beragama dengan mengendalikan pikiran,perkataan seta perbuatan sehari-hari agar sesuai dengan kaideh agama. susila berasal dari kata ”su” dan ”sila”. Su berarti baik, dan sila berarti dasar, perilaku atau tindakan. Secara umum susila diartikan sama dengan kata ”etika”. Definisi ini kurang lebih tepat karena susila bukan hanya berbicara mengenai ajaran moral atau cara berperilaku yang baik, tetapi juga berbicara mengenai landasan filosofis yang mendasari suatu perbuatan baik harus dilakukan. Bandingkan dengan kata ”etika” yang berarti filsafat moral. Sebaliknya, kata ”moral” berarti ajaran tentang tingkah laku yang baik. Perbuatan ”membunuh” misalnya, secara moral tindakan membunuh dilarang untuk dilakukan, tetapi ”etika” memberikan landasan bahwa tidak semua tindakan membunuh adalah dilarang. Tindakan membunuh yang dilarang adalah ketika didasari oleh rasa kebencian dan kemarahan, sebaliknya membunuh bagi seorang tentara dalam sebuah peperangan dibenarkan secara etika.

3. Upacara (Yadnya)
Pengertian Upacara tersebut adalah kegiatan beragama dalam bentuk ritual yadnya yang mana sering kita kenal dengan panca yadnya yang meliputi ; Dewa, rsi, Pitra, Manusia dan Bhuta yadnya.
kata Upacara atau acara berasal dari bahasa Sankerta yang menurut Sanskrit- English Dictionary karangan Sir Moonier Williems (Sudharma, 2000:1) bahwa kata acara antara lain diartikan sebagai berikut.
(1)   Tingkah laku atau perbuatan yang baik;
(2)   Adat istiadat;
(3)   Tradisi atau kebiasaan yang merupakan tingkah laku manusia baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang didasarkan atas kaidah-kaidah hukum yang ajeg.
Dalam bahasa Kawi mempunyai tiga pengertian sesuai dengan sistem penulisannya (ācāra, acāra, dan acara). Kata ācāra berarti kelakuan, tindak-tanduk, kelakuan baik, adat, praktik, dan peraturan yang telah mantap. Kata acāra bermakna pergi bersama atau teman. Dapat dibandingkan dengan kata cāraka yang bermakna teman atau ia yang pergi bersama. Dalam bahasa Bali diterjemahkan dengan kata parēkan yang bermakna ia yang selalu dekat. Sedangkan kata acara berarti tidak berjalan. Bandingkan dengan kata carācara yang berarti tumbuh-tumbuhan, dengan makna yang tidak dapat berjalan. Dari ketiga makna tersebut, makna yang digunakan dalam pengertian Acara Agama Hindu ialah makna yang pertama (ācāra), yang memiliki pengertian : (1) Kelakuan, tindak-tanduk, atau kelakuan baik dalam pelaksanaan agama Hindu; (2) adat atau suatu praktik dalam pelaksanaan agama Hindu; dan (3) peraturan yang telah mantap dalam pelaksanaan Agama Hindu.

Dalam ritual Agama hindu didalamnya menyangkut upacara bhuta yadnya yang mana Upacara Bhuta yadnya yang rutin dilaksanakan di Bali adalah segehan, mulai dari segahan kepel putih dengan lauk bawang, jahe, sampai dengan segahan agung yang menggunakan penyambleh yang pada umumnya berupa siap selem (ayam hitam). Kemudian caru baik itu caru yang diadakan pas odalan ataupun pada waktu menyambut hari raya nyepi yang berdasarkan jenis dan tingkatannya meliputi Eka sata, Panca sata, Panca sanak, Panca Kelud, dan caru Rsigana. Caru dalam wujud yang lebih besar disebut dengan Tawur.Tawur menurut tingkatannya meliputi Tawur Balik Sumpah,Tawur Labuh Gentuh,Tawur,Panca Wali Krama,dan Tawur Eka Dasa Ludra.

Ritual bhuta yadnya ini dalam pelaksanaan hari raya nyepi sering dibarengi dengan ritual perang api Perang api atau mesabetan api merupakan tradisi yang sangat unik dan hanya dimiliki oleh dua desa dilombok tepatnya dikota mataram dikecamatan cakranegara mungkin tradisi ini kedengerannya tidak asing bagi kita semua yang berada disekitar kota mataram khususnya cakranegara bahkan kita pasti pernah menontonnya atau atau bahkan ada keluarga atau kenalan kita yang ikut dalam perang api tersebut yang dimana ritual perang api ini merupakan tradisidi dua desa yang telah berlangsung sudah sangat lama yaitu sejak tahun 1838 dan ritual perang api ini dilakukan secara turun-temurun hingga sekarang.
Tradisi tersebut dilaksanakan dijalan selaparang cakranegara diperbatasan kelurahan mayura dengan kelurahan cakra timur yang dimana dulunya konon ditempat tersebut merupakan lokasi perang saudara yaitu peperangan antara kerajaan singosari dengan kerajaan karangasem(metaram).Tradisi perang api/mesabetan api dilakukan oleh dua desa atau banjar yang hanya dipisahkan oleh jalan raya yang mana perang api ini diikuti oleh ratusan pemuda dari dua desa tersebut baik itu dari desa sweta maupun dari desa negarasakah dengan menggunakan daun kelapa kering yang dibakar ditangan lalu disabetkan kelawan hingga membentuk percikan-percikan api yang bertebaran,yang mana ikatan daun kelapa kering tersebut diikat seperti sapu lalu dicelupkan keminyak tanah terus digunakan untuk memukul lawan hinga ada yang kalah atau apinya mati.yang mana terlebih dahulu dari kedua desa ada yang memeriksa ikatan daun kelapa tersebut agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Konon tradisi perang api ini dilakukan sejak datangnya wabah penyakit yang tidak jelas asalnya yang biasa oleh orang bali disebut gering atau gerubug,sehingga warga didua desa tersebut banyak yang meninggal dunia,maka untuk mengatasinya ada yang menganjurkan dilakukan pembakaran api,kegiatan perang api ini semula dinamakan mancesanah yakni ritual untuk mengusir buthakala dan tradisi ini dilakukan oleh umat hindu didua desa tersebut pada malam penyambutan hari raya nyepi,biasanya perang api dilakukan seusai pawai ogoh-ogoh serta upacara tawur kesange(memohon penyucian)dipura jagatnate taman mayure.
Tradisi perang api ini/mesabetan api bukan dilakukan untuk menyakiti lawan,akan tetapi ditujukan untuk mengeluarkan perasaan benci dan dendam meskipun tidak sedikit warga dikedua desa yang kulitnya melepuh terkena bara api.Acara ini bermakna agar manusia memerangi hawa nafsu yang disimbulkan sebagai api,agar tidak jatuh korban ritual ini disertai dengan aturan yang ketat yakni peserta dilarang membakar kembali daun kelapa yang telah padam atau mengejar lawan yang telah padam daun kelapanya.
1.2PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tersebut dapat Dirumuskan pemasalahan sebagi berikut :
1.”Apa makna filosopi dari tradisi perang api yang dilakukan oleh dua desa antara desa sweta dengan desa negarasakah”
2.”Bagaimana pandangan mengenai ritual perang api bila dipandang dari sudut aksiologi”
3.”Apakah ada hubungan perang api yang dilakukan oleh masyarakat sweta dan negarasakah,kec cakranegara,kota mataram dengan ritual perang api didesa br.gunung dan umakepuh desa adat buduk,kec mengwi,kab badung”
4.”Apakah dampak yang ditimbulkan dari ritual perang apai ini bila perang api ini tidak dilaksanakan”
5.”Bagaimana diskripsi pola pelaksanaan ritual perang api tersebut”
1.3 TUJUAN DAN MAMFAAT PENELITIAN
1.3.1 TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umumnya adalah untuk mencari kaitan perang api ini dengan ilmu pengetahuan dan saintis sebagai landasan bagi perkembangn agama hindu
2. Tujuan khusus adalah menjawab perumusan masalah timbul
3. Mendriskripsikan pola ritual pelaksanaan perang api


1.3.2    MAMFAAT PENELITIAN
Mamfaat dilakukannya penelitian ini adalah ;
1.Secara akademik merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Tehnik penulisan skripsi semester enam jurusan filsapat pada sekolah tinggi agama hindu negeri gde pudja mataram.
2.Secara teoritis/ilmiah adalah dapat membandingkan teori-teori yang diperoleh  dibangku kuliah dengan kenyataan yang terjadi dimasyarakat tentang serjarah kebudayaan hindu
3.Secara prakis yaitu diharapkan hal ini dapat memberikan masukan pada kedua desa untuk lebih mencintai dan melestarikan adat istiadat/tradisi kedua desa agar dilain waktu tidak diklaim oleh pihk luar.

1.3.3    Kerangka berfikir

Agama
 
 Agama hindu



Filsafat                     Ritual                                     Susila



    Bhuta yadnya


    Perang api


Kebebasan memeluk beragama dan beribadah sesuai ajaran agamanya adalah hak setiap manusia karena tertuang dalam UUD 1945,Dalam ajaran Agama Hindu kegiatan beragama tersebut dibagi menjadi tiga kerangka dasar agama hindu yaitu: Filsapat, Ritual, dan Susila. Dalam Ritual ini yang dibahas adalah mengenai upacara yadnya, dimana dalam hal ini berkaiatan dengan Panca Yadnya yang salah satunya adalah upacara bhuta yadna yaitu Ritual perang api, tujuan dari pelaksanaan upacara ini adalah suatu ritual yang mencerminkan perang melawan hawa nafsu dan angkara murka yang mana disimbulkan dengan api.Perang api ini merupakan runtutan dalam upacara taur kesanga yaitu pas pada waktu pengrupukan menyambut hari raya nyepi.




















BAB II
LANDASAN TEORI

Umat hindu cakranegara melaksakan ritual mesabetan api atau yang lebih kita kenal dengan ritual perang api,ritual ini merupakan rangkaian penyambutan hari raya nyepi setiap tahunnya  yaitu seusai upacara tawur kesange(memohon penyucian)yang dilakukan dipura jagatnate taman mayure serta pawai ogoh-ogoh.
Ritual perang api merupakan suatu budaya yang tidak bisa lepas dari ritual dalam menyambut pelaksanaan hari raya nyepi tiap tahunnya,Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat,Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia
Agama Hindu yaitu suatu pengetahuan kerohanian yang menyangkut soal-soal rohani yang bersifat gaib dan methafisika secara ethimologinya berasal dari bahasa sansekerta, yaitu dari kata "A" dan "gam".  "a" berarti tidak dan "gam" berarti pergi atau bergerak. Jadi kata agama berarti sesuatu yang tidak pergi atau bergerak dan bersifat langgeng. Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan "Tiga Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa.
Tiga Kerangka Dasar tersebut adalah:
1.Tatwa (Filsafat)
Pengertian tatwa tersebut adalah bagaimana cara kita melaksanakan suatu ajaran agama dengan mendalami pengetahuan dan filsafat agama. Tattwa berasal dari kata tat dan twa. Tat berarti ”itu” dan twa juga berarti ”itu”. Jadi secara leksikal kata tattwa berarti ”ke-itu-an”.
2. Susila (Etika)
Pengertian Susila tersebut adalah cara kita beragama dengan mengendalikan pikiran,perkataan seta perbuatan sehari-hari agar sesuai dengan kaideh agama.
3. Upacara (Yadnya)
Pengertian Upacara tersebut adalah kegiatan beragama dalam bentuk ritual yadnya yang mana sering kita kenal dengan panca yadnya yang meliputi ; Dewa, rsi, Pitra, Manusia dan Bhuta yadnya.
Tradisi perang api atau mesabetan api ini telah ada sejak tahun 1838 dimana ditempat tersebut dahulunya telah terjadi perang saudara antara kerajaan singasari dengan kerajaan karang asem(metaram) yang mana kedua kerajaan ini masih mempunyai hubungan keluarga.perang api atau mesabetan api ini pada mulanya dilakukan untuk mengenang peristiwa sejarah yang  telah terjadi diperbatasan desa sweta denganm desa negarasakah yang mana perang saudara ini terjadi pada hari rabu paing wuku kuningan yaitu pada tanggal 13 juli 1838 yaitu 19 hari setelah gugurnya raja metaram I Gusti Anglurah Ketut karang Asem Dirumak.
Tradisi tersebut dilaksanakan dijalan selaparang cakranegara diperbatasan kelurahan mayura dengan kelurahan cakra timur yang dimana dulunya konon ditempat tersebut merupakan lokasi perang saudara yaitu peperangan antara kerajaan singosari dengan kerajaan karangasem(metaram).Tradisi perang api/mesabetan api dilakukan oleh dua desa atau banjar yang hanya dipisahkan oleh jalan raya yang mana perang api ini diikuti oleh ratusan pemuda dari dua desa tersebut baik itu dari desa sweta maupun dari desa negarasakah dengan menggunakan daun kelapa kering yang dibakar ditangan lalu disabetkan kelawan hingga membentuk percikan-percikan api yang bertebaran,yang mana ikatan daun kelapa kering tersebut diikat seperti sapu lalu dicelupkan keminyak tanah terus digunakan untuk memukul lawan hinga ada yang kalah atau apinya mati.yang mana terlebih dahulu dari kedua desa ada yang memeriksa ikatan daun kelapa tersebut agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Konon tradisi perang api ini dilakukan sejak datangnya wabah penyakit yang tidak jelas asalnya yang biasa oleh orang bali disebut gering atau gerubug,sehingga warga didua desa tersebut banyak yang meninggal dunia,maka untuk mengatasinya ada yang menganjurkan dilakukan pembakaran api,kegiatan perang api ini semula dinamakan mancesanah yakni ritual untuk mengusir buthakala dan tradisi ini dilakukan oleh umat hindu didua desa tersebut pada malam penyambutan hari raya nyepi,biasanya perang api dilakukan seusai pawai ogoh-ogoh serta upacara tawur kesange(memohon penyucian)dipura jagatnate taman mayure.
Tradisi perang api ini/mesabetan api bukan dilakukan untuk menyakiti lawan,akan tetapi ditujukan untuk mengeluarkan perasaan benci dan dendam meskipun tidak sedikit warga dikedua desa yang kulitnya melepuh terkena bara api.Acara ini bermakna agar manusia memerangi hawa nafsu yang disimbulkan sebagai api,agar tidak jatuh korban ritual ini disertai dengan aturan yang ketat yakni peserta dilarang membakar kembali daun kelapa yang telah padam atau mengejar lawan yang telah padam daun kelapanya.
Untuk lebih jelas mengenai perang api ini maka kita perlu ketahui sejarah yang berkaitan dengan ritual perang api tersebut,Sejarah ini dimulai Keruntuan kerajaan singasari(salah satu kerajaan dilombok) tahun 1720 Pada masa kekuasaan sub dinasti anglurah made karang asem yang pada waktu itu mempunyai daerah kekuasaan yang mengkoordinir 5 kerajaan-kerajaan kecil lainya meliputi kerajaan pegesangan,kerajaan pagutan,kerajaan kediri,kerajaan metaram serta kerajaan sengkongo.tetapi terjadi suatu peristiwa tanah perburuan didesa kateng yang didalam prasasti pitemas memang termasuk wilayah kekuasaan kerajaan metaram yang kini dipersengketakan.
Ditengah meruncingnya perbedaan-perbedaan pendapat dipuri singasari sendiri dan adanya perasaan terpendam antara kerajaan singasari dengan metaram seakan-akan hal inilah yang merupakan asal mula penyebab adanya sengket berdarah antara kerajaan bersaudara  tersebut.
Menurut babat dan karya sastra yang masih tersisa dari karya sastra I gusti wayan jelantik yang kemudian beliau diabiseke(istilah jaman dulu dinobatkan menjadi raja)yang kemudian bergelar menjadi Anak agung anglurah ketut karangasem (Dewata dirum metaram).Beberapa tahun menjelang terjadinya perang saudara antara kerajaan singasari melawan kerajaan metaram timbul/terlihat adanya tanda-tanda alam yang merupakan ciri akan terjadinya suatu peristiwa besar (perang besar-besaran) ciri-cirinya antara lain gunung tambora meletus pada tahun 1815 yang memakan bayak korban meninggal,kemudian disusul musim paceklik yang berkepanjang disertai wabah penyakit yang menjalar dari Lombok bagian barat sampai ke Lombok bagian timur serta masih banyak lagi kejadian yang lain.
Konon orang-orang dulu percaya bahwa keadaan seperti itu adalah suatu ciri akan terjadi suatu kejadian yang buruk(sipta)karena adanya ulah dan perbuatan manusia yang tidak senonoh(salah krama/gamya-gamana)yang telah merusak keseimbangan kehidupan didunia ini,dimana alam telah memberontak/menjadi ganas sedangkan manusia telah kehilangan dirinya yang mana tidak lagi mengenal mana yang salah atau bener sehingga kekuasaan yang dulunya adil telah tidak ada.
Makin hari ketegangan antara kerajaan singasari dengan kerajaan metaram makin memuncak dengan dipasangnya tanda-tanda perbatasan(sawen)yang jauh masuk diwilayah desa kateng,pada waktu itu kerajaan pegesangan telah menyerah kesigasari setelah meninggalnya I gusti nengah tegeh.Awal perang antara kerajaan singasari dengan kerajaan metaram terjadi pada hari sabtu wuku tambir”dwi kresne masa bulan kapitu”caka warsa “wang gunung agiling in leng”1759 atau 1838 tahun masehi,dimana perang tersebut banyak melibatkan pasukan dari kerajaan sekutu masing-masing bahkan perang tersebut sudah menggunakan senjata modern seperti senjata api,lela(meriam sulut) amunisi serta barang-barang imfor lainnya yang mana semua peralatan tersebut diperoleh dari pihak asing,bahkan ada orang Inggris yang bernama George peacock king dan agennya Cooper yang turut campur dalam memberi bantuan peralatan perang buat raja metaram berupa kapal perang untuk mengangkut prajurit-prajurit bantuan buat kerajaan Metaram dari karangasem bali kelombok melalui Ampenan dan Tanjungkarang,serta berhasil membuka selat lombok sebagai jalur pelayaran.
Mereka menggunakan kapal perang bernama “Pleyades” dan perahu-perahu kecil yang diberi nama “Mongkey” dan “Laju”.untuk Pleyades saja Goerge menarik ongkos perhari dengan mata uang belanda yaitu sebesar f 125,(gulden) kepada raja metaram sewaktu mengangkut perbekalan dan pasukan dari karang asem Bali.
Menurut Huskus Kooman(seorang pengamat yang kemudian diangkat sebagai komisaris belanda untuk bali dan lombok)yang dalam laporannya tanggal 11 mei 1842 kepada pemerintah belanda dijakarta,pada permulaan perang saudara itu perbandingan kekuatan antara kerajaan singasari dengan kerajaan karangasem mataram yaitu 20 berbanding 1,karena metaram hanya mengandalkan bantuan 3000 orang dari karangasem bali.
Senja hari telah lama berlalu dan gelap menyelubungi puri singasari,saat itulah raja I Gusti Anglurah Made Karang Asem dengan menyelipkan keris ki baru cerukcuk dipinggang keluar diiringi angota laki-laki perempuan,orang tua dan kecil-kecil berpakaian serba putih,sisa-sisa uang pera dan emas dibawa sebagai sekerura dihambur sepanjang perjalanan,tidak ketinggalan i gusti rangda ngurah serta banyak lagi diiringi para pengiringnya.hari yang telah subuh ketika barisan laju menuju ketimur tidak sengaja terjadi pertempuran disakah karena rombongan ini dicegat oleh rombongan prajulit yang membelot menjadi musuh.menurut laporan dokumen belanda,kira-kiran300 orang terdiri dari pria dan wanita gugur dalam perang tersebut.puputan dsweta itu tercatat pada hari rabu paing wuku kuningan tanggal 13 juli 1838 yaitu 19 hari gugurnya raja metaram i Gusti Anglurah Ketut Karangasem.Untuk mengenang sejarah perang saudara itu maka desa tempat terjadinya perang puputan tersebut mengadakan ritual mecesanah atau perang api yang mana gunanya untuk mengusik penyakit yang timbul setelah perang sudara tersebut yang mana penyakit tersebut berupa gerubuk.











BAB III
METODE PENELITIAN
3.1              METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan sebuah data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.Metode merupakan cara untuk memahami suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.Untuk mencapai tujuan peneliti yang diharapkan, maka perlu dipandang perlu untuk menetapkan adanya suatu metode penelitian,karena metode penelitian itu merupakan alat yang sangat penting dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan..
3.2              PENDEKATAN PENELITIAN
Pendektan penelitian dimaksud sebagai arah untuk menuju suatu sasaran penelitian,Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis, artinya menelitii tentang interaksi  sosial yang terjadi dalam ritual perang api yang berlangsung tiap tahunnya didesa sweta dan negara sakah.

3.2               JENIS PENELITIAN.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah  penelitian diskritip. Menurut M. Nazir  ( 1983 ; 63 ) metode diskritip adalah Suatu penelitian yang meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek , suatu set kondisi, suatu system pemikiran , suatu kelas pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada  masa sekarang, yang dilanjutkan dengan pembuktian hipotesa dan pengambilan makna dari hasil penelitian bersangkutan.
Dalam penelitian ini hasil penelitian akan dijabarkan atau diuraikan sehingga dapat dipecahkan permasalahan yang sedang dihadapi dan cara permasalahannya dengan metode ini, selain penjabaran dari permasalahan akan diuji dilakukan pada pengambilan kesimpulan atau hasil kajian dari masalah tersebut.

3.3              SUBYEK DAN OBYEK PENELITIAN.
Subjek penelitian adalah semua sumber data baik primer maupun sekunder, Subjek penelitian bisa berwujud manusia dan bisa berujud benda yang abstrak atau non abstrak. Pada penelitian ini dijadikan subjek penelitian adalah acuan setiap orang yang menganut agama hindu, masyarakt, pendeta dan perwakilan dari parisada Hindu Darma Indonesia.
Objek penelitian ini adalah setiap gejala atau peristiwa yang akan diselidiki. Dalam ritual perang api.
3.3.1 Tempat Penelitian
Dalam penelitian kualitatif menempatakan sumber data sebagai sumber subjek memiliki yang kedudukan penting dan menentukan sumber data serta menentukan data yang diperoleh. peneliti menggunaka kuisioner atau wacana dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yang itu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, baik tertulis maupun lisan dalam penelitian ini.
Ada dua macam data yaitu;
1.Data primer
Data primer adalah dara yang langsung diperoleh dari informan dengan  menggunakan teknik wawancara berdasarkan pertanyaan yang telah disiapkan.
2.Data sekunder
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari subjek peneliti namun tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan variabel  penelitian.
Dan sekunder dalam penelitian ini adalah data-data tentang lokasi peneltian, yang dapat membantu perolehan informasi yang berhubungan dengan penelitian.

Teknik pengumpulan data
Dalam kegiatan penelitian tentu digunakan suatu cara atau teknik yang dapat digunakan dalam pengumpulan data yang disebut metode pengumpulan data. Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sesuai dengan bentuk dan jenis data yang ingin dikumpulkan.
1.Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai penomena sosial dengan gejala-gejala psiskis untuk kemudian dilakukan pencatatan,observasi disebut juga dengan pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh indera..Seorang obersever harus melakukan pencatatan data untuk dikumpulkan dan diolah untuk mendapatkan data yang lebih mantap.
2. Wawancara (interview)
Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para responden. Dari segi pelaksanaanya maka interview dibedakan menjadi:
a.                   Interview bebas yaitu pewancara bebas menanyakan apa saja tetapi juga mengingat akan data apa yang akan dikumpulkan.
b.                  Interview terpimpin yaitu yang dilakukan oleh pewancara dengan membawa sederatan pertanyaan lengkap dan terperinci.
c.                   Interview bebas terpimpin, yaitu antara interviww bebas dengan interview terpimpin. Dalam melakukan interview.pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan dinyatakan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah sebuah dialog antara dua orang atau lebih guna memperoleh informasi-informasi mengenai masalah yang diteliti baik itu dilakukan dengan interview guide ataupun tidak. Dalam penelitian ini penulis menggunakan interview bebas metode interview ini peneliti gunakan untuk memperoleh dan dari subjek penelitian yang berfungsi untuk memverifikasi (meyakinkan) serta melengkapi data-data  yang diperoleh dari observasi. Jadi dengan metode ini peneliti alan mengetahui persepsi atau tanggapan siswa tentang model pembelajaran yang telah dilakukan.

Tehnik-Tehnik dalam wawancara yaitu
1.      Taknik Analisis Data
Analisis ata adalah pekerjaan yang sulit,memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu  yang diikuri untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri yang dirasakan cocok dengan sifat peneliti..analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kepila, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan selama dan sesudah penelitian pengumpulan data dengan menggunakan analisis data kualitatif
2.      Penyajian hasil Analisis
Teknik analisi data akan disajikan dalam bentuk reduksi, klasifikasi,display dan interprestasi. Reduksi data artinya laporan rangkuma, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal yang penting, dicari substansinya serta pola-polanya, klasifikasi data adalh pengelompokan data-data berdasarkan cirri khas masing-masing berdasarkan obyek formal, penelitian diarahkan pada tujuan peneltitan.Dideskripsikan adalah ilmu pengetahuan tentang manusia, pada hakekatnya sosial yang berbudaya, tentunya mahluk sosial manusia senantiasa mengadakan interaksi sosial. Oleh karena itu dalam penelitian yang penyajian datanya dengan kualitatif tidak hanya mengamati hal-hal yang bersifat lahriah, namun peneliti memasuki alam pikiran terus menerus, mengadakan inferensi atau tafsiran tentang apa yang dikatakan orang penyajian data dilakukan dengan deskriptif yaitu menjelaskan fenomena yang dilapangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar