Minggu, 22 September 2013

Sattvam,rajas dan tamas


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Guna ada tiga perincianya yaitu : sattvam, rajas, dan tamas. Ketiganya disebut triguna. Guna ini berpengaruh terhadap citta sehingga disebut citta sattva, citta rajas dan citta tamas. Pada saat triguna bertemu dengan citta maka lahirlah Bhudhi dan dari budhi lahirlah ahamkara, ahamkara dibedakan menjadi tiga yaitu ahamkara waikreta, taijasa dan bhutadi (Siwa tatwa, 2004, hal:19).
Dengan demikian triguna ini akan memberi pengaruh terhadap tingkat (Sraddha) keyakinan/kepercayaan dalam pengembangan budhi pekerti. Faktor inilah menjadi penyebab dari perbedaan perilaku manusia yang hidup, sehingga berjalan sesuai dengan svadharmanya masing-masing. Oleh karena sifat rajas dan tamas cenderung lebih  dominant mempengaruhi pada setiap individu yaitu dalam wujud “Sadripu” (Kama, Lobha, Kroda, Mada, Moha, Matsarya) ini merupakan enam musuh utama yang menyelimuti pikiran manusia menjadi gelap dan bodoh atau linglung, sehingga terperangkap oleh jerat Maya, akan sering membawa penderitaan bagi dirinya dan mahluk-mahluk yang lainnya.
Tingkat keyakinan (Sraddha) yang bersifat sattvam ini menunjukkan kemurnian atau kesucian orang-orang dengan sifat ini, yaitu hanya memuja Tuhan Yang Maha Esa (Brahman). Tingkat keyakinan (Sraddha) yang sifat-sifat rajas adalah sifat-sifat yang penuh dengan energi, nafsu kekuasaan, nafsu harta-benda, dan nafsu-nafsu laninya, punya keyakinan  memuja para (yaksha/raksasa) setan dan iblis. Sedangkan tingkat keyakinan sifat-sifat tamas adalah sifat-sifat kegelapan total yang dimiliki oleh mereka-mereka yang kurang sekali pengetahuannya akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, mereka amat serakah dan tidak suci, amat sensual, malas dan penuh akan sifat-sifat gelap lainnya, demi hasrat dengan jalan pintas ke arah sukses dan pencapaian kesejahteraan duniawi ini mereka memuja roh-roh yang sesat dan hantu-hantu (Bhagavad Gita 17.4)
Apapun kedudukan seseorang saat ini akan dipengaruhi oleh sifat alami yang diperolehnya sejak lahir yaitu (sattvam) kebaikan, (rajas) nafsu, dan (tamas) kebodohan. Dengan demikian segala pikiran, perkataan, dan perbuatan masing-masing individu merupakan cerminan dari perilaku seseorang dalam masyarakat, maka pengaruh  dari sifat sattvam,  sifat rajas dan sifat tamaspun akan memberi dampak terhadap tingkat keyakinan dalam  mengembangkan budhi pekerti masing-masing individu.
Dalam ajaran agama Hindu, Veda adalah sumber dari segala dharma, kemudian barulah sruti, disamping sila, acara dan atmanastuti, oleh sebab itu semua ini seharusnya merupakan pedoman bagi umat Hindu untuk  berpikir, berkata dan berbuat dalam hidup ini, karena akan mengakibatkan karmaphala yang akan diterimanya, sekarang, nanti maupun yang akan datang, tanpa dapat dihindari.  Sebab dinyatakan bahwa: ”Tuhan Yang Maha Esa menyaksikan tindakan (perbuatan-perbuatan) dari semuanya. Dan ada dimana-mana, baik di masa lampau, di masa kini maupun di masa datang” ( Regveda I.164.20 dan Atharvaveda X.7.35)
Sebaiknya semua tindakan dilakukan dengan sadar, karena perilaku merupakan karma seseorang, dimana karma akan berakibat pula terhadap hasilnya. Ini merupakan langkah dari seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan dalam mengarungi kehidupan, dimana akibat dari perbuatan (karma) tentu hasilnya akan dapat diterima  nanti sekarang maupun yang akan datang, ia tidak pernah salah kembali terhadap pelakunya tanpa dapat dihindari.
Kesempatan dalam kehidup ini, yang mendapatkan pengaruh dari triguna, walaupun memiliki pemahaman tingkat keyakinan dalam pengembangan budhi pekerti yang berbeda-beda, semua ini dapat dipergunakan menjadi modal dasar untuk merubah segala perilaku ke arah yang lebih baik. Ini dapat terwujud pada saat menentukan pilihan dalam bertindak atau berbuat, apabila selalu dengan mengutamakan sifat sattvam. Adapaun sifat rajas dan sifat tamas dipergunakan dalam situasi dan kondisi yang tepat. Dengan demikian, segala tindakan (perbuatan-perbuatan) yang dipengaruhi lebih dominan oleh nafsu dan kebodohan/hayalan  dapatlah diminimalkan. Untuk mengurangi kerugian terhadap manusia dan segala ciptaan-Nya. Juga disebutkan : ”Dari sifat sattvam yang mulia memberi penerangan dan kesehatan, membelengu dengan ikatan kebahagiaan dan ilmu pengetahuan, wahai anangga” (Bhagavad Gita XIV.6)
Hindu dengan ajarannya yang luas mampu menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Selain itu hindu dengan lambang svastikanya mampu menelan suatu konsep ruang dan waktu, konsep watak dan sifat makhluk pada episode dharma. Manusia merupakan makhluk monodualis (jasmaniah dan rokhaniah), Tri Pramana (sabda,bayu dan idep) juga makhluk sosial yang selalu cenderung untuk bermasyarakat, hidup dalam satu kelompok, perkumpulan atau paguyuban, maka saat berperilaku  hendaknya tidak melupakan akan penerapan  tuntunan dharma (ajaran agama hindu). Yaitu sebagai sumber datangnya kebahagiaan. Bila dapat melampaui segala pengaruh triguna, tentunya akan dapat pula mewujudkan tujuan dari ajaran agama hindu mencapaian kebebasan (moksa).    
Pengembangkan budhi pekerti adalah suatu hal yang sangat penting dilakukan, untuk dapat mengantisipasi keselamatan manusia dari kehancuran yang disebabkan oleh moralitas dan tindakan manusia itu sendiri. Karena dengan mengembangkan budhi pekerti, segala prilaku yang berdampak buruk dan kekacauan terhadap manusia beserta ciptaan-Nya, yang disebabkan oleh manusia itu sendiri dapat berubah menjadi kebaikan dan bermanfaat bagi manusia beserta ciptaan-Nya. Kehancuran yang disebabkan oleh keburukan moralitas dan segala perilaku yang tidak diinginkanpun akan dapat dihindari.
Dengan demikian pengembangan budhi pekerti merupakan suatu peningkatan perilaku manusia baik, tepat, benar dan mulia untuk mencegah terjadinya segala bencana, yang berasal dari perbuatan-perbuatan manusia itu sendiri. Seperti halnya perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari dharma, tentunya membawa malapetaka bagi kehidupan ini, sebagai contoh : tindakan-tindakan pencemaran terhadap lingkungan, air, dan udara, pembuangan sampah tidak pada tempatnya penyebab adanya polusi udara yang menyebabkan bencana gangguan pernafasan, juga sebagai penyebab adanya penyumbatan saluran atau aliran sungai yang menyebabkan adanya banjir, disamping penebangan hutan secara liar tanpa meremajakan kembali hutan sangat jelas sebagai faktor utama terjadinya tanah longsor dan banjir dan lain-lainya.
Oleh sebab itu perilaku manusia sangat signifikan sebagai faktor penyebab datangnya bencana, untuk itu pengendalian nafsu atau keinginan serakah manusia dalam pengembangan bhudi pekerti sesuai dengan ajaran dharma, sangatlah perlu diupayakan dalam segala tindakan dan perbuatan. Inilah diuraikan: nafsu (kama/keinginan) yang dianggap penyebab sorga ataupun neraka, keterangannya, jika nafsu itu dapat dikendalikan, itulah merupakan sorga, namun apabila tidak dapat dikuasai pengendaliannya itulah merupakan neraka (Sarasamuscaya : 71)
Sifat serakah dan malas dapat menimbulkan kerugian terhadap orang lain sedangkan sifat kebaikan yang berguna untuk orang lain haruslah dilaksanakan, dalam terapannya berupa pengembangan budhi pekerti, karena ia juga bisa menguntungkan terhadap diri sendiri, dan mahluk hidup lainnya untuk mengetahui dan memahami hal tersebut skripsi ini penulis memberi berjudul “Pengaruh Triguna Terhadap Tingkat Sradha Dalam Pengembangan Budhi Pekerti” (Analisis Bentuk Fungsi dan Makna dalam Teologi Hindu )

1.2  PERUMUSAN MASALAH
          Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, untuk mempermudah dalam kajian analisis  bentuk, fungsi dan makna tentang pengaruh tri guna terhadap tingkat sraddha dalam pengembangan budhi pekerti, maka penulis merumuskan masalahnya  sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengaruh sifat sattvam terhadap tingkat sraddha dalam pengembangan budhi pekerti ?.
 2. Bagaimana Pengaruh sifat rajas terhadap tingkat sraddha dalam pengembangan budhi pekerti ?
3. Bagaimana Pengaruh sifat tamas terhadap tingkat sraddha dalam pengembangan budhi pekeri ?
4. Bagaimana cara meningkatkan sifat sattvam untuk pengembangan budhi pekerti dalam ajaran Hindu?

1.3   TUJUAN DAN MAMFAAT PENELITIAN
1.3.1    TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Secara akademik merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi agama hindu semester empat falkultas filsapat pada sekolah tinggi agama hindu negeri gde pudja mataram.
2.Secara teoritis/ilmiah adalah dapat membandingkan teori-teori yang diperoleh  dibangku kuliah dengan kenyataan yang terjadi dimasyarakat tentang psikologi agama hindu
3.Memperoleh data tentang bentuk, fungsi dan makna triguna terhadap tingkat sradha dalam pengembangkan budhi pekerti.
4.Mendapatkan informasi tingkat sraddha yang di dominasi oleh rajas dan tamas, sebagai penghambat dalam pengembangan budhi pekerti.
5.Memperoleh cara yang tepat untuk meningkatkan sifat sattvam terhadap tingkat sraddha dalam pengembangan budhi pekerti.
6.Dapat memberikan keyakinan bahwa melalui pengembangan budhi pekerti yang tepat,  tujuan agama hindu tentang moksa dapat dicapai.


BAB II
PEMBAHASAN
Ada tiga sifat alam material diseluruh jagat yang didapat oleh manusia, untuk melakukan sesuatu, namun ketiganya ini merupakan bagian-bagian yang tak dapat dipisahkan antara satu dengan bagian yang lainnya walaupun ketiga sifat ini berbeda-beda, karena merupakan satu kesatuan yang utuh. Dalam Bhagavad Gita Adyaya 18.40 dan Adyaya 18.60 disebutkan:
Na tad asti prthivyam va divi devesu va punah
Sattvam prakrti-jair muktam yad ebhih syat tribhir gunaih
                                                                                          
Artinya :
Tiada makhluk yang hidup, baik disini maupun dikalangan para dewa disusunan planet yang lebih tinggi, yang bebas dari tiga sifat tersebut yang dilahirkan dari alam material. (Prabhupada, 1986: 797)

svabhava-jena kaunteya nibaddhah svena karmana
kartum necchasi yan mohat karisyasy avaso ‘pi tat

Artinya :
akibat khayalan, engkau sekarang menolak bertindak menurut perintah Ku. Tetapi didorong oleh pekerjaan yang dilahirkan dari sifatmu sendiri, engkau akan bertindak juga, wahai putra kunti.(Prabhupada, 1986: 814)

1. Pengertian Triguna
Tri artinya tiga Guna artinya sifat atau bakat jadi Triguna adalah tiga sifat dasar yang terdapat pada setiap yang ada dijagat raya ini baik makhluk hidup maupun benda mati. Ketiga sifat itu mempengaruhi manusia sejak masih dalam kandungan sampai akhir hidupnya, hanya saja dalam prosentase yang berbeda-beda dan selalu berubah-ubah. Perubahan pengaruh guna itulah menyebabkan tabiat manusia berubah-ubah dan triguna tidak seimbang menjadikan bermacam-macam sifat manusia. (Rudia Adipura, 2003 : 56)
      Dalam Werespati tattva disebutkan, sattvam bersinar terang-bersih-tenang, rajas bergejolak dan dinamis, tamas malas-lamban dan dungu/gelap demikianlah ketiga guna ini membelenggu manusia sehingga terjadinya bermacam-macam sifat manusia tesebut seperti : Tenang, suci, bijaksana, cerdas, jujur, desiplin, rajin Lincah, gesit, kasar, cepat tersinggung, keras kepala, congkak, emosi, ego Mengantuk, bodoh, malas, kumal, lambat 
Dengan demikian ketiga sifat-sifat itu terdiri dari : sattvam, rajas tamas terlahir dari prakerti membelenggu penghuni badan (jiva) yang tak termusnahkan, dari sifat sattvam yang mulia memberikan penerangan dan kesehatan, membelenggu dengan ikatan kebahagiaan dan ilmu pengetahuan dapat mengantar kearah yang positip sesuai dengan norma agama, sifat rajas yang bernafsu menjadi sumber kehausan bahkan jika lebih dominan dapat mengarah kearah sombong dan keinginan akan segalanya berlebihan dalam hidup ini, sedangkan sifat tamas adalah ketidaktahuan dan kemalasan berdampak terjerumus kearah yang  tidak bermanfaat dalam meraih perbaikan karma saat menjalani kesempatan pada hidup ini. Juga terdapat dalam kitab suci Bhagawad Gita Adyaya 3.33 disebutkan :
sadrsam cestate svasyah prakrter jnanavan api
      prakrtim yanti bhutani nigrahah kim karisyati

Artinya:
Orang yang berpengetahuan pun bertindak mengikuti sifatnya sendiri, sebab semua orang mengikuti sifat yang telah diperolehnya dari tiga sifat alam.apa yang dapat dicapai dengan pengekangan?(Prabhupada, 1986:192)

Pada kenyataannya kalau seseorang belum mantap pada tingkat rohani, ia tidak dapat dibebaskan dari pengaruh sifat-sifat alam material terdiri dari tiga sifat-kebaikan, nafsu dan kebodohan, bila makhluk hidup yang bakal berhubungna dengan alam, ia diikat oleh sifat-sifat tersebut, karena pergaulannya sejak lama berada di dalam ikatan ini. Dengan keyakinan yang tinggi mengikuti petunjuk dharma dan dengan latihan yang diaktualisasikan dalam perbuatan sehari-hari tanpa mengharapkan hasil dan selalu menyerahkannya kepada Tuhan, menyadari ini semua adalah sudah merupakan kehendak-Nya, keberadan ini semua hanya tugas dan kewajiban yang harus dijalankan sesuai dengan swadharma masing-masing.
Alam material yang memiliki tiga sifat sangat kuat mengikat yang kekal dalam makhluk yang hidup, seperti dikatakan dalam kitab suci Bhagavad Gita adyaya 14.5 sebagi berikut :
sattvam rajas tama iti gunah prakrti-sambhavah
nibadhnanti maha-baho dehe dehinam avyayam

Artinya :
Alam material terdiri dari tiga sifat-kebaikan, nafsu dan kebodohan. Bila makhluk hidup yang kekal berhubungan dengan alam, ia diikat oleh sifat-sifat tersebut, wahai Arjuna yang berlengan perkasa.(Prabhupada, 1986: 663)

            Dengan demikian walaupun makhluk hidup bersifat rohani, yang tidak  mempunyai hubungan dengan alam material, akan tetapi oleh karena para makhluk hidup memilih jenis badan, dimana badan yang memiliki dunia material, ini sangat mungkin mengakibatkan dorongan untuk bertindak menurut sifat alam yaitu kebaikan, nafsu dan kebodohan. Semua tindakan ini meninbulkan karma yang hasilnya tentu akan menyesuaikan, karena seperti anak seekor lembu tidak akan pernah keliru mencari susu induknya.  
          Kerjasama ketiga guna tersebut laksana minyak sumbu dan api yang bersama-sama menyebabkan nyala lampu, walaupun masing-masing elemen itu berbeda-beda yang sifatnya bertentangan ketiga guna berubah terus menerus. Ada dua perubahan bentuk tiguna itu, yaitu: svarupaparinama dan virupaparinama. Pada waktu pralaya masing-masing guna berubah pada dirinya sendiri, tanpa mengganggu yang lain. Perubahanan seperti ini disebut svarupaparinama. Pada waktu demimikian tidak mungkin ada penciptaan, karena tidak ada kerjasama antara ketiga guna itu. Namun bila guna yang menguasai yang lain, maka terjadi suatu penciptaan. Perubahan ini disebut virupaparinama (Ngurah made,1999:119)

2. Bagian-Bagian Triguna
            Bagian-bagian merupakan suatu kompenen yang tidak dapat dipisahkan walaupun hal yang nampaknya berbeda akan tetapi menjadi satu kesatuan yang utuh, bagian-bagian  triguna adalah terdiri dari Sattvam, Rajas, Tamas. Sattvam, rajas dan tamas ini adalah merupakan sifat yang membuat kecenderungan untuk bisa memilih dalam menjalani hidup ini bila salah satu sifat yang lebih dominan maka perilaku akan nanpak seperti memiliki karakter yang berbeda satu individu dengan individu yang lainnya.
             Ketiga sifat tersebut terdiri dari: sattvam, rajas tamas terlahir dari prakerti membelenggu penghuni badan (jiva) yang tak termusnahkan, dari sifat sattvam yang mulia memberikan penerangan dan kesehatan, membelenggu dengan ikatan kebahagiaan dan ilmu pengetahuan, sifat rajas yang bernafsu menjadi sumber kehausan dan keinginan akan hidup, sedangkan sifat tamas adalah ketidaktahuan. Berbagai jenis pertapaan dan kesederhanaan, yang dapat dilakukan dengan badan yaitu untuk melatih menyucikan diri secara lahiriah dan bathiniah, berbicara tidak mengganggu pikiran orang lain, seharusnyalah berbicara mengutip dari kekuasaan kitab suci untuk memberikan apa yang akan dikatakan, dan perlahan tapi dengan serius untuk melepaskan ikatan pikiran terhadap indria-indria dari kenikmatan maya, dimana pikiran haruslah dilatih supaya merenungkan perbuatan baik untuk orang lain. Dalam Bhagavad Gita adyaya 17.14-16) sebagai berikut :
deva-dvija-guru-prajna saucam arjavam
Brahmacaryam ahimsa ca sariram tapa ucyate

Artinya:
Pertapaan jasmani terdiri dari sembahyang kepada Tuhan Yang Mahaesa, para brahmana, guru kerohanian dan atasan seperti ayah dan ibu, dan kebersihan, kesederhanaan, berpantang hubungan suami istri dan tidak melakukan kekerasan. (Prabhupada, 1986: 757).

anudvega-karam vakyam satyam priya-hitam ca yat
svadhyayabhysayam caiva van-mayam tapa ucyate

Artinya :
pertapaan suara terdiri dari mengeluarkan kata-kata yang jujur, menyenangkan, bermanfaat, dan tidak mengganggu orang lain, dan juga membacakan kesusastraan veda secara teratur. (Prabhupada, 1986: 758).

manah-prasadah sumyatvam maunam atma-vinigrahah
bhava-samsuddhir ity etat tapo manasam ucyate

artinya:
kepuasan, kesederhanaan, sikap yang serius, mengendalikan diri dan menyucikan kehidupan adalah pertapaan pikiran. (Prabhupada, 1986: 759).

         Dengan demikian jelas sekarang bagian-bagian triguna tersebut terdri dari tiga sifat karena akan membentuk karakter atau watak manusia yang sesungguhnya telah diporelehnya sejak lahir dan tidak dapat dihindari, maka untuk dapat melakukan karma baik, melebur karma buruk dapat di uraikan bagian-bagian triguna sebagai berikut :
a.  Sattvam
Sattvam adalah sifat kebaikan dimana sifat ini membentuk karakter manusia untuk selalu berbuat kebaikan karenanya manusia bisa berpikir berkata melakukan sesuatu dengan baik, bijaksana, cerdas, sopan, desiplin, jujur dalam menegakkan dharma. 
b.      Rajas
Rajas adalah sifat nafsu dimana sifat ini membentuk karakter manusia untuk selalu memiliki pengaruh kecendrungan berpikir berkata dan berbuat penuh dengan nafsu, angkuh, sombong, cepat tersinggung, rakus, haus kekuasaan dan dalam melakukan apa saja tidak pernah mau mengalah atau tidak pernah merasa salah menganggap dirinya selalu paling benar.

c. Tamas
Tamas adalah suatu sifat yang dimiliki oleh manusia yang memberi pengaruh malas, pasif dan masa bodoh. Sehingga ini terkadang manusia bisa tidak mengindahkan apapun yang terjadi selalu cuek atau masa bodoh, selalu berhayal tidak mau tahu apapun yang akan terjadi terkadang resiko yang fatalpun siap diterimanya.

3. Ciri-Ciri Triguna
Ciri-ciri triguna ialah suatu tanda-tanda yang dihadirkan oleh sifat-sifat sattvam, rajas dan tamas di dalam aktivitas yang dilakukan oleh seseorang. adapun bentuk, fungsi dan makna yang nampak ini semua merupakan cerminan dari sifat-sifat tersebut. Adapun sebagai contoh dijelaskan dalam hal-hal seperti : 1) memilih makanan, (2) Pertapaan atau pengendalian diri, (3) beryajna dan berdana punya.  

1. Ciri-Ciri Sifat Sattvam
Dalam Menawadharmasastra XII.31 disebutkan :
Mempelajari veda, bertapa, belajar segala macam, ilmu pengetahuan, berkesucian, mengendalikan atas budi indriya, melakukan perbuatan perbuatan yang bajik, bersamadhi tentang jiwa: semua merupakan ciri-ciri sifat sattva. (Pudja dan Sudharta, 1996 : 723)

              Sifat satvam adalah diartikan dengan sifat kebaikan sehinga memiliki ciri-ciri dalam prilaku sebagai berikut: Tenang, suci, bijaksana, cerdas, jujur, desiplin, rajin.  Sattvam adalah keseimbangan. Bila sattvam yang menang, terjadi kedamaian  atau ketenangan.  Dalam hal memlih makanan sifat sattvam dsebutkan sebagai berikut : ayuh sattva balarogya sukha-priti-vivardhanah rasyah snigdhah stira hrya aharah sattvika-priyah artinya: makanan yang disukai oleh orang dalam sifat kebaikan memperpanjang usia hidup, menyucikan kehidupan dan memberi kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan kepuasan. Makanan tersebut penuh sari, berlemak, bergizi dan menyenangkan hati. (Bhagavad gita 17.8), melakukan yadnya disebutkan : apalakansibhir yajno vidhi-disto ya ijyate yastavyam eveti manah samadhaya sa satvikah. artinya : Diantara korban-korban suci yang dilakukan menurut kitab suci, karena kewajiban, oleh orang yang tidak mengharapkan pamrih, adalah korban suci bersifat kebaikan. (Bagavad Gita 17.11), melakukan pertapaan disebutkan : Sraddhaya paraya taptam tapas tat tri-vidham naraih aphalakanksibhir yuktaih sattvikam paricaksate. Artinya : Tiga jenis pertapaan tersebut, yang dilakukan dengan keyakinan rohani oleh orang yang tidak mengharapkan keuntungan material tetapi tekun hanya demi yang mahakuasa, disebut pertapaan dalam sifat kebaikan. (Ghagavad Gita 17.14), Dalam hal kedermawanan atau dana punia : datavyam iti yad danam diyate ‘nupakarine dese kale ca patre ca tad danam sattvikam smrtam Artinya: Kedermawanan yang diberikan karena kewajiban, tanpa mengharapkan pamerih, pada waktu yang tepat dan ditempat yang tepat, kepada orang yang patut menerimanya dianggap bersifat kebaikan (Bhagavad Gita 17.20)


2. Ciri-Ciri Sifat Rajas
Menawadharmasasta XII.32 disebutkan :
Sangat bergairah akan melakukan tugas-tugas pekerjaan, kurang didalam ketekunan, melakukan perbuatan-perbuatan berdosa, dan selalu terikat akan kesenangan-kesenangan jasmani, semuanya merupakan sifat rajas.(Pudja dan Sudharta, 1996 : 724)
            
             Sifat Rajas adalah diartikan dengan sifat nafsu, sifat ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Lincah, gesit, kasar, cepat tersinggung, keras kepala, congkak, emosi, ego. Rajas adalah aktifitas yang dinyatakan sebagai raga-dwesa, suka tau tidak suka, cinta atau benci, menarik atau jijik. Dalam hal memlih makanan sifat Rajas sebagai berikut : katv-amala-lavanaty-usna tiksa ruksa vidahinah ahara rajasasyeta dhukha-sokamaya pradah artinya: Makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu manis, panas sekali atau menyebabkan badan menjadi panas sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan berisi terlalu banyak bumbu yang keras sekali disukai oleh orang dalam sifat nafsu. Makanan seperti itu menyebabkan dukacita, kesengsaraan dan penyakit. (Bhagavad Gita 17.9), melakukan yadnya: abhisandhaya tu phalam dambhartham api caiva yat, ijyate bharata-srestha tam yajnam viddhi rajasam. Artinya: Tetapi hendaknya engkau mengetahui bahwa korban suci yang dilakukan demi keuntungan material, atau demi rasa bangga adalah korban suci yang bersifat nafsu, wahai yang paling utama diantara para bharata.(Bhagavad gita 17.12), Dalam hal pertapaan disebutkan: Satkara-mana-pujartham tapo dambhena caiva yat, Kriyate tad iha proktam rajasam calam adhruvam Artinya: Pertapaan yang dilakukan berdasarkan rasa bangga untuk memperoleh pujian, penghormatan dan pujaan disebut pertapaan dalam sifat nafsu (Bhagavad Gita 17.15), Dalam hal kedermawanan atau dana punia disebutkan : yat tu pratyupakarartham phalam uddisya va punah, diyate ca pariktistam tad danam rajasam smrtam Artinya : Tetapi sumbangan yang diberikan dengan mengharapkan pamrih, atau dengan keinginan untuk memperoleh hasil atau pahala, atau dengan rasa kesal, dikatakan sebagai kedermawanan dalam sifat nafsu (Bhagavad Gita 17.21)

3. Ciri-Ciri Sifat Tamas
Menawadharmasasta XII.33 menyebutkan :
Loba, pemalsu, kecil hati, kejam atheis, berusaha yang tidak baik, berkebiasaan hidup atas belas kasih pemberian orang lain dan tidak berperhatian adalah ciri-ciri sifat tamas. (Pudja dan Sudharta, 1996 : 724)         

                 Sifat tamas adalah sifat yang diartikan kebodohan, sitaf ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut : Mengantuk, bodoh, malas, kumal, lambat. Tamas adalah yang membelenggu dengan kecendrungan untuk kelesuan, kemalasan dan kegiatan yang dungu,  yang menyebabkan khayalan atau tanpa pembedaan. Dalam hal memlih makanan sifat Tamas sebagai berikut : yata-yamam gata-rasam puti paryusitam ca yat, uccistam api camedhyam bhojanam tamasa-priyam. artinya: Makanan yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan, makanan yang hambar, basi dan busuk, dan makanan terdiri dari sisa makananorang lain dan bahan-bahan haram disukai oleh orang yang bersifat kegelapan (Bhagavad Gita 17.10), Dalam hal melakukan yadnya : viddhi-hinam asrstannam mantra-hinam adaksinam, sraddha-virahitam yajnam tamasam paricaksate Artinya : Korban suci apa pun yang dilakukan tanpa mempedulikan petunjuk Kitab Suci, tanpa membagikan prasadam (makanan rohani), tanpa mengucapkan mantra-mantra veda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta dan tanpa kepercayaan dianggap korban suci kebodohan. (Bhagavad Gita 17.13), Dalam hal melakukan pertapaan: Mudha-grahenatmano yat pidaya kriyate tapah, Parasyotsadanartham va tat tamasam udahrtam Artinya: Pertapaan yang dilakukan berdasarkan kebodohan, dengan menyiksa diri atau untuk menghancurkan atau menyakiti orang lain dikatakan sebagai pertapaan dalam sifat kebodohan. (Bhagavad Gita 17.16), Dalam hal kedermawanan atau dana punia : adese-kale yad danam apatrebhyas ca diyate asat-krtam avajnatam tat tamasam udahrtam artinya: sumbangan-sumbangan yang diberikan ditempat yang tidak suci, pada waktu yang tidak suci, kepada orang yang tidak patut menerimanya, atau tanpa perhatian dan rasa hormat yang benar dikatakan sebagai sumbangan dalam sifat kebodohan. (Bhagavad Gita 17.22)








BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut;
1. Dengan memahami sifat-sifat pada diri manusia yaitu triguna dapat diketahui bentuk, fungsi dan maknanya sehingga untuk melampaui ketiga sifat ini sesungguhnya dapat dilakukan dengan cara mengikuti petunjuk dharma.
2. Guna mencapai kalepasan orang terlebih dahulu harus menunaikan tugasnya tanpa mengharapkan pahalanya. Selanjutnya orang harus mempelajari Veda di bawah pimpinan seorang guru yang akan memimpinnya menurut kemampuan masing-masing, sehingga orang akan mendapatkan pengetahuan yang benar tentang dirinya dan tentang Tuhan.
3. Ukuran kwalitas Triguna pada seseorang sangat tergantung dengan tiga faktor yaitu Karma wasana (perbuatan terdahulu / perbuatan masa lampau), Subakarma (perbuatan baik ) dan Asubakarma (perbuatan tidak baik). 

1 komentar:

  1. Om Swastyastu...Mohon maaf sebelumnya bilamana penyampaian saya kurang sopan santunnya, dari segi usia memang sudah termaduk lingsor bener, tapi dlm segi keyakinan /Agama saya akui sangat kurang maka saya tidak malu" mohon pencershan walaupun seklumit yg maknanya untuk saya kembali ke asalmula saya sendiri.saya I Gusti Putu Muditha.Lahir Hari Rabu Wage Ukir
    Tgl 25. JULI. 1951.. itulah yg dapat sampaikan dgn harapan biar ada sameton/saudara" saya yg bisa bantu kemana,dimana saya bisa minta/nunas biar paham sedikit aj masalah yg saya uraikan seperti diatas , Suksema,.salam dari Lampung...

    BalasHapus